Rabu, 29 April 2015

Prasangka (Cinta Day jilid 5)



Prasangka
(Cintanya Bang Day jilid 5)
Memang benar yang dikatakan dosen Munakahatku kala itu, diawal pernikahan kita akan mengalami perubahan2, menerima kehadiran orang baru dalam hidup kita, menerima perintah baru dan menuruti satu orang saja, bagi wanita tentu suami adalah imam mutlaknya walaupun sebelumnya ia mematuhi kedua orangtuanya, tetapi akad sah ijab qabul itu adalah akad perpindahan kepemilikan dari ayah ke pada suami, menyerahkan putrinya untuk dibawa oleh laki-laki yang mungkin baru ia kenal dalam hidupnya.
Begitu juga dengan ku kala itu, Ayah dengan sedikit tegang mengucapkan janji suci kepada bang Day untuk menyerahkanku, ayah tahu selama ini aku mana pernah dekat dengan anak laki-laki dan kalaupun ada, hanya teman organisasi serta abang dan adek tingkat, dan ayah juga tahu selama ini ayah adalah tempatku bertanya jika aku tersasar dalam sebuah perjalanan ke luar kota, dan kali ini, ayah dengan keyakinannya menyerahkanku sepenuhnya kepada bang Dayat.
Tidak terasa sudah satu semester pernikahan ini kami jalani, terlihat datar walau sedikit bergelombang, terlihat tenang walau terkadang ada saja angin yang menghampiri, belum lagi perkara momongan, tentu saja pertanyaan para teman, tetangga, rekan kerja bahkan anak murid serta atasan bang Dayat cukup membuat hati ini redup redam mendengarnya sembari tetap berdoa kepada Allah untuk diberi rezeki berupa anak.
Pagi itu aku terdiam di hadapan mama, sepulang subuh berjamaah di masjid, mama sempat berbincang dengan tante Linda, aku tahu apa yang mereka bicarakan, tentu saja momongan, tepatnya cucu, aku juga mendengar kesinisan dari wajah tante Linda saat melihatku sembari menyobongkan kalau anaknya akan melahirkan lagi, dan ini adalah cucu yang ketiga, tentu saja itu hanya membuat mama semakin sedih, mama baru punya satu cucu dari kakaknya bang Dayat, tapi bagi mama itu bukan cucu kontan, bagi mama anak bang Dayatlah yang cucu kontannya, entah darimana mama dapat ilmu aneh ini.
“Maafin Me ma, belum bisa memberikan cucu untuk mama.” Kuberanikan diri membuka perbincangan pagi  itu, di beranda rumah saat mama juga sedang santai membaca buku Zikirnya.
Mama menghentikan bacaannya, ia melihatku, berjalan mendekat dan mengusap-usap kepalaku.
“Mama tidak kecewa Me, jangan diambil hati perbincangan subuh tadi, tante Linda memang seperti itu Me, anak itu rezeki dan titipan Allah sayaaang, bisa cepat bisa juga lambat, kita hanya bisa terus berusaha dan berdoa serta bersabar, kalau sudah waktunya maka Allah akan berikan disaat yang tidak kita duga-duga. Mama tidak memaksa apapun dari kalian bedua, kalian bisa akur saja, itu sudah cukup bagi mama dan tentunya almarhum papa”. Ya Allah ucapan mama, aku sudah tertunduk dari tadi, aku memeluk mama, mencoba mencari kekuatan di sana...
Bagi seorang wanita momongan adalah hal yang diidam-idamkan karena salah satu tujuan pernikahan itu adalah utuk melahirkan generasi penerus, dan mama tentu paham dengan hal ini, karena mama wanita.
“Wow ada apa ini? Pagi-pagi ada drama india saja, mertua dan menantu saling berpelukan, kenapa ma? Me?”
Bang Day muncul tiba-tiba, aku melepas pelukanku dari mama lalu berdiri menghapus air mata dan mebenarkan simpul dasi bang Day yang agak miring.
Ia menatap mataku tajam, namun aku menghindar berusaha menyembunyikan wajah duka ini, sayangnya aku gagal, bang Dayat sudah terlebih dahulu meluruskan wajahku dengan gerakan kedua tangannya kami saling tatap, akhirnya air mataku jatuh lagi, kali ini aku terisak dan tak kuat akupun menangis di bahunya, mama yang tadi bersama kami perlahan-lahan meninggalkan kami menuju dapur.
“kenapa Mela sayang?” lembut suara itu menusuk ke kalbuku.
Aku hanya diam, membiarkan air mata ini berbicara padanya, mungkin bang Day tidak tahu betapa sakitnya ketika sudah berumah tangga tetapi belum dikaruniai anak, dulu aku juga tidak peduli dengan hal ini, tetapi hal ini menyangkut mama, karena mama akan betemu teman-temannya dalam arisan dan pengajian yang bahan pembicaraannya tidak jauh-jauh dari menantu dan cucu.
Bang Day semakin bingung, ia mengambil sapu tangan di saku bajunya dan perlahan menghapus air mataku, aku memandangnya, iapun tersenyum.
“mungkin kita butuh jalan-jalan ke luar kota Bang.. kita belum pernah melakukan perjalanan jauh berdua kan?” akhirnya aku mengucapkan beberapa kalimat.
“Ok, malam nanti kita berangkat ke Padang, nanti abang ambil cuti satu minggu, karena proyek abang baru saja selesai, jangan sedih lagi ya sayang, siapin saja baju-baju kita”
Subhanallah, tak kusangka bang Day merespon keinginanku secepat itu, aku mengangguk, perkara jalan-jalan, aku selalu semangat apalagi kali ini ke Pdang, kota yang sangat aku sukai.
Hanya aku dan bang Dayat yang berangkat, kami menginap di salah sato hotel yang tidak jauh dari Tepi Laut Padang, dari jendela kamar kami bisa melihat pemandangan Laut yang indah itu.
Hari ini ia mengajakku mengelilingi UNAND Kampus kebanggannya, dan tentu saja kampus yang aku idamkan kala itu, setiap sudut-sudt UNAND kami lewati, aku takjub dengan bangunannya dan keasrian hutannya begitu indah dan mempesona, apalagi bentuk rektoratnya yang terbilang megah, wajar saja UNAND menjadi salah satu kampus paling favorit. Keluar dari gerbang depan UNAND bang Day mengajak singgah ke salah satu cafe yang merupakan tempat yang sering ia kunjungi saat libur maupun saat menyelesaikan skripsi.
Cafe yang menyediakan aneka rasa dan model ice cream, ia memesan dua porsi ice cream untuk kami, aku masih kagum dan takjub dengan ini semua, aku memandangi wajahnya sembari tersenyum manis, tidak ku sangka aku bisa mengelilingi kota indah ini bersamanya, suami halalku yang siap memberikan apa yang kuinginkan, laki-laki hebat yang berhati lembut, ia bahkan tahu secara perlahan apa yang kuinginkan, dan selama perjalanan ia membiarkanku mengamati setiap jengkal kota nan indah ini. Barusa ja dua mangkok ice cream itu akan diletakkan di meja kami tiba-tiba
BRUK..
Seorang wanita menabrak pelayan yang membawa ice cream untuk kami, dan tidak sengaja satu mangkuk ice cream itu tumpah di jilbab coklat ku, spontan aku berdiri tidak ingin tumpahan itu merambat ke baju dan rok ku, aku berdiri dan berusaha membersihkannya dengan tissu, lihatlah wanita itu malah diam mematung dan menatap bang Dayat dengan mata yang berkaca-kaca.
“Bang Dayat? ke mana saja selama ini? Abang sehat? Kenapa tidak pernah memberi kabar lagi?”
Perempuan itu menyapa bang Day dengan suara yang sangat lembut, suara yang bisasanya kugunakan untuk bermanja di hadapan bang Day.
Aku pun menatap bang Day, mencoba meminta penjelasan, tapi sayangnya bang Day malah menunduk melihatku dan kembali tersenyum menatap wanita itu, aku permisi ke toilet membersihkan jilbab dan mungkin juga membersihkan hatiku yang rasanya juga baru dilepar dengan es, sakit.
Aku menatap diriku di hadapan cermin toilet, menerka-nerka siapakah wanita yang barusan menumpahkan ice cream dan yang menatap wajah suamiku itu, apakah dia pacarnya bang Dayat ataukah fens seperti bang Miqdad? Atau bisa jadi dia sahabatnya bang Dayat?, hufft.
Aku keluar dari toilet dan memperhatikan mereka, kulihat bang Day tampak akrab dengan wanita itu dan mereka sudah tertawa renyah, aku ragu untuk kembali, aku memutuskan keluar dari cafe melalui pintu samping dan berjalan melihat-lihat, tabiat asliku mulai keluar, saat ada sesuatu yang tidak kusukai aku kurang bisa menghadapinya secara langsung aku memutuskan berjalan kaki saja mengikuti jalan lurus ini, sembari menitikkan air mata.
Suami yang tadinya sudah kupuji, kini ia sedang asyik bercengkrama dengan wanita lain, dan lupa dengan istrinya sendiri, mungkinkah alasannya mengajakku ke sini untuk berjumpa dengan wanita itu, ataukah ini hanya alasannya untuk kembali mengenang masa-masa kuliahnya dulu, apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa aku memutuskan lari dari kenyataan di depan mataku, aku mulai terisak dan tak kuat, aku memutuskan duduk di bangku jalan tempat tunggu para penumpang bus.
Mungkin sudah satu jam aku berjalan, dan aku tidak tahu aku berada dimana, aku tidak membawa apa-apa semuanya ada di dalam tas yang kutinggal di cafe tadi, aku baru sadar kalau ternyata aku tersasar di kota ini.
Lama aku terdiam sembari terisak, pertanyan-pertanyaan itu muncul silih berganti di kepalaku, akankah bang Day sadar dan mencariku? Aku mulai menyesali diriku, kenapa aku mau menikahinya tanpa tahu latar belakang kehidupannya selama ini kenapa aku terlalu percaya dengan kebaikan, atau ya Allah kenapa aku begitu cemburu dengan wanita itu, mengapa aku tidak bergabung saja, saling menyapa, ya Allah siapa yang salah? aku kah yang terlalu terbakar api cemburu, atau bang Dayat kah yang terlalu ramah kepada semua orang termasuk wanita itu, atau wanita itu yang tidak sadar kalau aku ini istri sahnya bang Dayat, silih berganti pertanyaan itu menghujam kepalaku hingga akhirnya semua terlihat gelap. Aku pingsan.

Selasa, 28 April 2015

Dibalik semangat Pak Adri



Dibalik Semangat Pak Ahmad Adri Rifa’i
Selasa yang indah, cerah dan penuh semangat, aku memutuskan untuk izin kerja hari ini, karena aku sudah bertekad untuk menjenguk dosen terbaikku, dosen paling ganteng di Fakultas Syari’ah, beliau yang difonis kangker pembuluh darah itu hari ini dirawat jalan di rumahnya, belum dibawa ke Malaka, artinya aku masih diberikan waktu untuk menjenguknya.
Aku tak sendiri, kali ini aku pergi bersama adik tingkatku yang merupakan teman dan keluargaku di Yayasan, aku pergi bersamanya menuju rumah Pak Adri yang terletak di sekitar kampus UR, hanya membutuhkan waktu 30 menit dari rumahku. Kami tidak memberitahu bapak kalau kami akan menjenguknya, ini adalah spontanitas yang membawa hati.
Aku dan Umi sampai di rumah beliau, kuketuk pintunya dan kuucapkan salam, tak lama terdengar balasan dari dalam rumah dan bunyi kunci pintu rumah yang dibuka, dengan wajah terkejut bercampur riangnya, Pak Adri menyapa kami dengan lembut, mempersilahkan kami masuk dan duduk di ruang tamunya, ruangan sederhana dengan kursi rotan nan indah.
Kami duduk bersisian, Umi dan Bapak duduk berhadapan sedangkan aku di kursi panjang di antara mereka. Ku lihat wajah beliau semakin layu, cahaya kekuatan itu mulai redup, ada kelemahan badan di sana, Bapak yang tak seperti 2 tahun lalu saat ia menjadi rujukan skripsiku, tetapi beliau tersenyum indah dan ramah, hingga percakapan awal yang kurasa hanya basa basi bagiku tapi,,,
“Apak sehat?” tanyaku dengan ragu
Beliau hanya tersenyum dan aku menemukan kembali kekuatan itu, cahaya semangat yang masih sama walau agak redup.
“Seperti ini lah Lis, Mi, setelah dua minggu yang lalu sempat banjir darah dari mulut, biasanya saya tidak separah itu, seharian  saya full ngajar dan tidak disangka malamnya malah seperti ini, tak berhenti darah itu mengalir dari mulut ini Lis, dari jam 9 malam sampai jam 2 pagi, yah saat itu lah, saat-saat apak hilang kendali banyak yang terbayang bahkan sudah terbayang ikut dengan nenek yang telah duluan pergi..”
Aku tercekat mendengar cerita beliau, ya Allah sungguh, kulirik Umi matanya mulai berkaca-kaca aku tahu Umi sangat sayang kepada pak Adri.
“tapi, saat seperti itulah Lis, justru sms dari mahasiswa, dari senior-senior Fkmasya bahkan alumni-alumni masuk ke hp apak bertubi-tubi, saat mendapat sms itulah semangat hidup apak kembali Lis, seolah kekuatan doa tulus itu, menyelinap masuk dan memberikan tenaga baru untuk apak, apak sempatkan balas sms kalian satu persatu walau sebagian tidak apak balas karena tak sanggup menahan darah yang seperti selang tersumbat dan sumbatannya terbuka, seperti itulah darah itu mengalir dari mulut dan hidung apak.”
Tenangnya pak Adri menceritakan sakitnya pada kami, aku sudah dari tadi menahan-nahan air mata ini jangan jatuh, aku ingin terlihat kuat di hadapan bapak, tapi kulihat Umi sudah tidak sanggup ia hampir saja menjatuhkan setetes air matanya tapi ia berhasil mengendalikan dirinya.
“saat lemah seperti itulah Lis, kita membutuhkan kekuatan dari orang lain, membutuhkan do’a dan semangat dan kalain datang dengan sms penyemangat itu, mulai dari angkatan 2004 2006 2008 semuanya memberikan semangat dan apak pun kembali sadar, apak baca tulisan seorang ibu yang punya penyakit sama tapi beda kasus, untuk meghentikan darah itu ia memakan gula pasir, apak coba Lis, apak masukkan gula pasir itu ke mulut apak, dan 10 menit Alhamdulillah berhenti darahnya, memang perjuangan yang luar biasa dengan bantuan sms kalian-kalian tadilah bapak merasa tetap harus kuat.”
Aku dan Umi terdiam, tentu saja malam kala itu kami berganti-ganti mengantarkan sms penyemangat kepada bapak, bahkan saling menangis satu sama lain walau berbeda ruang, tapi kami tetap mendoakan beliau, dan kami saling mendapatkan sms balasan dari bapak, yang kami baru tahu ya Allah saat beliau membalas sms ini beliau dalm keadaan yang.. tak terbayangkan olehku ya Rob.
“Tapi alhamdulillah pagi ini apak mendingan sedikit-sedikit membersihkan rumah, mudah-mudahan dia tidak keluar lagi, dan bapak merasa sehat hari ini, dan apak ndak nyangka Lilis yang datang dengan Umi orang yang apak cari selama ini.”
Aku dan Umi tersenyum.
“jadi semalam bapak ndak jadi ke Malaka pak?” umi akhirnya mengeluarkan suara, kurasa ia sudah bisa mengontrol kesedihannya.
“ndak jadi, bapak dibawa ke Awalbross dan diperiksa, mereka tidak berani melakukan diagnosa, dan merujuk bapak ke rumah sakit umum untuk cek ke dokter Hematologi, dari sana apak disuruh rawat jalan dan apak cuman minta, cara agar darah ini tidak keluar lagi, mereka hanya memberikan apak obat atau suntikan untuk membekukan darah sementara waktu, yang akhirnya setelah itu darah akan muncrat lagi, dia hanya membeku sejenak dan keluar lagi, tapi tidak separah malam itu, lumayan sudah jauh berkurang, dan besok pagi apak akan ambil sample darah di rumah sakit umum, dan memastikan kesehatan apak stabil baru apak akan ke Malaka, karena kalau dalam keadaan seperti ini nantinya akan merepotkan istri dan anak-anak akan terbawa dan terbengkalai yang lain, lebih baik apak disini dulu, rawat jalan setelah itu kalau stabil apak akan ke Malaka seperti tahun 2009 yg lalu.”
Penyakit ini terbilang langka, kangker pembuluh darah, atau tumor pembuluh darah, dan awalnya terjadi saat bapak masih kuliah S.2 di Jogja saat itu bapak muntah darah dan bapak cuek dengan hal itu ia tidak ambil pusing, hingga tahun 2009 saat ia akan acc desertasinya tiba-tiba saja dari tengkuk belakangnya merasakan sesuatu yang menjalar dan langsung mengeluarkan darah hitam dari mulutnya, seketika itu juga beliau dilarikan ke RS Malaka, dan pihak rumah sakit mengatakan, Bapak terserang kangker pembuluh darah dan bapak terlambat ke sini, sangat-sangat terlambat dalam keadaan sudah seperti ini, dan pihak rumah sakit Malaka menyatakan kalau bapak hanya bisa bertahan sekian hari, karena rumah sakit Malaka rata-rata dokternya adalah orang Cina, dan Bapak selalu yakin dengan Allah, toh Allah yang berencana dan Allah yang memutuskan.
Sejak saat itu bapak selalu berusaha menguatkan dirinya, lupa kalau ia memiliki penyakit langka itu, penyakit yang datang bukan karena ia perokok, peminum, keturunan atau yang biasanya menjadi penyebab penyakit langka itu, tetapi memang bawaan dari tubuh bapaklah penyakit itu ada, sederhananya Allah menitipkan penyakit itu kepada pak Adri.
Dari 2009-2012 bapak bertahan dengan hebatnya, selalu aktif mengajar, membimbing mahasiswa skripsi menjadi penguji dan menjadi tempat curhat mahasiswa-mahasiswa yang tersendat judul dan skripsinya, bahkan bapak dengan senang hati melayani mahasiswa yang bukan jurusannya, mahasiswa yang tidak pernah ia ajar sekalipun termasuk aku kala itu.
Namun apa daya, tubuh bapak tak kuat bertahan lama, seiring berjalannya waktu penyakit ini kambuh, yah di tahun ini 2015 bapak kembali drop dengan penyakit itu, dan ia membutuhkan doa kita, support dari kita serta semangat dan kunjungan kita.
Semoga Allah memanjangkan umur kita Pak, dan amanah darimu untukku dan untuk Umi akan kami jalankan, dan kita akan bertemu lagi dengan menuntaskan amanah itu.
Tetap doakan dosen terbaik kami
Ahmad Adri Rifai
(UniLilis280415)

Senin, 27 April 2015

Keputusanmu Kekuatanku

Terimakasih untuk ketulusan cintamu slama ini.
Trimakasih untk sayang, perhatian dan penjagaanmu.
Dan terimakasih untuk kata terakhir yg kau ucap senja itu..

Pergilah..

Keputusan yg menggetarkan hatiku
Secepat itukah bahagia berganti duka.
Kau lepas aku bersama senja dan sebuah kapal sederhana

Kau dgn wajah duka menyuruhku pergi.
Meninggalkan segala kenangan tentang kita.
Kau menyuruhku melupakan semua yg telah kau beri padaku.

Lalu kenapa slama ini kau care dgnku kalau akhirnya kau akan membuangku dlm lautan kenangan hitam?

Dalam deraian air mata yg tertahan aku tetap brusaha tegar.
Ku terima keputusanmu, tentu itu bukti kalau aku tidak lemah.

Kau tahu aku takut akan laut dan kapal.
Tapi kau menyuruhku pergi berasama kapal layar di samudra kehidupan bersama armada yg tak ku kenal.

Kau
Setega itukah melepasku pergi
Bahkan tak menoleh sedikitpun..

Dlm senja yg menelan mentari menggantinya dgn bulan yg indah.
Aku tahu ada duka di matamu.
Tapi kenapa kau menyuruhku pergi?

Suatu hari kuharap angin membawa kabar bahwa kita akan bersua kembali di ujung samudra.
Ku terima ini semua
Anggap saja kau melepasku di Taluk Bayur pantai Padang...

((UniLilis270415))

Kamis, 23 April 2015

Setulus Cinta Pak Adri



Setulus Cinta Pak Ahmad Adri Rifa’i
Senja yang membukus kota Pekanbaru hari ini membingungkanku, bagaimana tidak sebagian awan masih terang sebagian lagi mendung yang entah kapan memuntahkan air.
Aku menatap lamat-lamat awan di depan pintu rumah, mencoba menerawang semua yang telah kulewati hingga kini. Kulihat ada pesan bbm di hp ku.
“Mohon do’anya untuk Dosen Terbaik Syariah Ayah terbaik kita, Bapak Ahmad Adri Rifa’i beliau dirujuk ke rumah sakit Malaka malam ini karena penyakitnya.”
Aku tertegun, bagaimana tidak, sudah lama beliau bertahan dengan penyakitnya itu, bahkan ia menjadi pasien PRIORITAS di Rumah sakit MALAKA, Aku mem bc sms tadi ke kawan-kawan dan sahabat rohisku di Fakultas, FKMASYA (Forum Kajian Mahasiswa Syari’ah), semuanya juga berduka, karena beliau terkenal dekat dengan siapapun, suku apapun dan semester berapapun.
Aku juga masih ingat saat ukh Anjar sahabatku di fakultas beda jurusan sore-sore berkata,
“ane mau ke rumah pak Adri ukh, minta tandatangan beliau katanya di rumahnya saja karena beliau suka sakit ukh...”
“sakit..? dosen sesemangat itu sakit ukh? Eh antum becanda kan? Ane lihat bapak tu selalu semangat ukh, tanpa beban, wajah cerianya seolah siap membagi ilmu kepada mahasiswa-mahasiswanya, dan antum bilang beliau sakit? Eh, antum becanda ni?” balasku
Anjar memperbaiki posisi duduknya, aku pun sudah menatapnya bersiap mendengarkan penjelasan apapun dari ukhti ku ini.
“Beliau sakit tumor ukh, di kepala!” aku tertegun bagaimana mungkin, Anjar demi melihat wajah terkejutku langsung bercerita.
“sudah lama ukh, bahkan sering masuk rumah sakit, dan kalau sudah sangat parah akan dirujuk ke Malaka, terkadang dalam batuknya keluar darah ukh, dan keringatnya juga tak jarang berwarna merah...!”
Terlihat raut duka di wajah Anjar, aku paham kali ini, tapi aku tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang yang penuh semangat bahkan lebih semangat daripada mahasiswa yang akan berangkat demo memiliki penyakit yang paling ditakuti itu.
“beliau tidak mau dikasihani ukh, beliau bahkan tak menyinggung penyakitnya sedikitpun, beliau selalu terlihat sehat, sangat sehat bahkan, dan ia tidak ingin buang-buang waktu di masa sehatnya, ia tetap mengajar ukh, antum ingat sore itu saat penghitungan surat suara pemilihan gubernur fakultas kita?” anjar menatapku
Hei, tentu saja aku ingat itu agenda favoritku menunggu penghitungan suara, aku mengangguk dan Anjar melanjutkan ceritanya.
“beliau sama sekali tidak terganggu dengan suara-suara gaduh para pendukung calon, beliau bahkan mengeluarkan suara lebih semangat dari supporter kandidat, dan antum sempat tersenyum kan saat beliau melihat keluar?” Anjar tahu saja kalau aku suka mengganggunya kuliah
“iya ukh, dan beliau tersenyum, tidak marah, mukanya bersahabat ukh...”
Aku mengusap mataku yang mulai basah, di depan pintu aku melihat awan semakin menghitam pertanda jutaan air akan turun ke bumi Allah yang gersang ini, aku membuka androidku, kali ini aku buka WA Grupku keluarga FKMASYA,,, isinya alumni dan adek-adek tigkat akhir, satu-satu kulihat balasan WA itu isinya tentang Pak Adri yang selalu menyemangati skripsi kami, hampir semua dari kami mendapatkan nasehat dari beliau, mendapatkan semangat mendapatkan spirit juang yang menyentuh jiwa.
Kali ini aku teringat saat beliau untuk pertama kalinya ku sapa, karena berbeda jurusan aku tidak pernah diajar oleh beliau, aku jurusan hukum islam, dan yang lain ekonomi islam, beliau sama sekali tak pernah mengajar di kelasku.
Untuk pertama kalinya saat aku sedang merenung di depan ruangan pembimbingku di lantai dua ruang fakultas, sebelah kanan tangga tengah, aku tertunduk mulai bosan menunggu pembimbing yang tak kunjung datang, hingga saat aku menoleh ke kiri, ada senyuman indah dari pak Adri yang baru saja melewati tangga dan menuju ruang dosen yang kebetulan bersisian satu ruang dengan ruang pembimbingku.
Yah untuk pertama kalinya aku merasa beliau adalah jalan dalam skripsi ku ini, tak lama saat beliau menuju ruangan dosen ada sosok wanita mungil yang mengikutinya, yah aku kenal siapa itu itu Mi’ul pengurus bem fakultas periode bang Alpi dan tentu saja kami akrab, selain sering berkumpul di sekre bem fakultas, kami juga sering terlibat kepanitiian yang sama dan satu lagi kami sama-sama orang Minang dan point ini yang penting.
Mi’ul memanggilku dengan sebutan bundo, samalah sama anak bem yang lain, aku penasaran kok Mi’ul ada di belakang pak Adri, setelah kuperhatikan ternyata Mi’ul lagi bimbingan sama beliau, aku masih memperhatikan mereka, terlihat Mi’ul sesekali tertawa dan pak Adri juga terlihat penuh tawa, dalam hati ku bergumam
“iyakah bapak ni sakit? Tak ada tanda-tanda sedikitpun kalau ia sakit”
30 menit berlalu, Mi’ul keluar dengan wajah riang, jarang-jarang aku melihat wajah riang itu, apalagi kalau setelah keluar dari ruangan pembimbingku. Mi’ul mendekatiku
“bundo... manga bundo mamanuang se di siko? Alun tibo pembimbiang bundo lai?” nah itu uniknya Mi’ul selalu berbahasa minang denganku, seolah Sumbar itu di depan mata.
“alun lai.. alah duo jam bundo di siko, alah khatam lo ngaji sa juz alun tibo ibuk tu..” balasku
“saba-saba jo lah bundo, ibuktu kan sibuk...” Mi’ul berusaha menyemangati.
“eh, ngomong-ngomong apo judul skripsi bundo? Kok bisa ibuk pulo pembimbiangnyo bun?” Mi’ul bertanya penasaran.
“masalah harato pusako minangkabau ditinjau menurut hukum islam...” jawabku sedikit malas, tapi ekspresi Mi’ul sebaliknya, ia refleks menepuk pundaktu dan berkata,
“ondeh bundo.... konsultasi ka pak Adri jo lah bun,,, apaktu urang minang tulen bun, skripsi apaktu tentang harato-harato dalam islam dan minang kabau ndak salah, capek lah bundo, bia ul kawan kan, mumpuang apaktu masih di fakultas bun, keceknyo tadi ado nan nio bimbiangan tapi alun tibo lai, yok bun, ul kawan kan..”
Entah apa yang menarik kakiku tapi aku semangat mengikuti Mi’ul lalu berjalan di belakangnya dan tiba di depan meja pak Adri. Aku tersenyum, beliau pun membalas senyumanku ramah, kamipun duduk di depan pak Adri
“Apo carito ko ul?”
“ko pak ha, kawan di bem, bundo lilis, skripsinyo tentang harato pusako di minang pak, pembimbingnyo PD 1, manotau bisa konsul ka apak...” Mi’ul lancar sekali bahasa minagnya ke pak Adri.
“iyo pak, ambo alah mancari referensi tantang harato pusako ko, indak basobok doh pak, antah di buku mano nan ado pak..” aku langsung akrab dengan beliau dan berusaha menggunakan bahasa kebanggaan tanah kelahiranku, Minangkabau.
Aku menyerahkan skripsi yang akan kuhantarkan ke pembimbingku, pak Adri menerimanya dan menbaca-bacanya,,,sesekali beliau tersenyum, ah terlihat sehat sekali pak Adri ini, atau ia tipikal orang yang pandai menyembunyikan penyakitnya.
“pantaslah PD 1 pambimbiangnyo, ibuk tu tesisnyo tantang iko juo lis, tapi kajiannyo di Kampar, Bangkinang masih sarumpunlah jo Minangkabau, tapi sabananyo beda jauh... kiniko kalau nio referensi cari mahasiswi ambo namonya Nur, adiak tingkek lilis tu, inyo maminjam skripsi urang paliang ganteng di syariah ko, skripsi Ahmad Adri Rifa’i tentang harta dalam Islam dan harta dalam Minangkabau, di sinan banyak referensinyo,” aku tersenyum dan tertegun demi mendengar skripsi beliau dipinjam mahasiswa, ah mulianya hatimu pak.
“iyo pak, beko kalau basobok ambo pinjam tu ambo fotokopi nan paralunyo sajo, kalau untuk buku-buku dan referensi di ma ambo mancarinyo pak?”
“itu, iyo agak susah saketek tapi ado ciek di pustaka rektorat awak, kalau ndak cari koleksi di rumah Buya Hamka, kalau ndak kaliliangan pasa di Padang jo Bukiktinggi banyak tu nan manjua buku dan artikel lamo terkait harato pusako di Minangkabau, beko bandiang se jo hukum Islamnyo ba’a.!”
Untuk pertama kalinya aku menemukan cahaya dalam menulis skripsiku, ya Allah baiknya hatimu pak Adri.
“iyo pak, ambo cubo, tapi kalau bisuak-bisuak ambo manggaduah apak ndk ba’a kan pak?” aku bertanya ragu-ragu, Mi’ul di sampingku sudah tertawa duluan.
“hiduik ambo ko untuak mahasiswa lis, makonyo ambo jadi dosen, digaduah mahasiswa kalau demi skrispsi dan belajar ambo terbuka, asalkan tidak malam, itu waktu ambo dan keluarga, jangan sungkan-sungkan apo lai awak urang minangko, tolong manolong di rantau urang, jan pernah maraso sendiri, harus kuek, dan bertahan, jan mudah putus asa, Buya Hamka sajo selalu optimis dalam hiduiknyo kok awan nan anak cucuku harus maniru semangat juangnyo...” nasehat beliau kepadaku dan Mi’ul
Malam mulai tiba, aku yang baru selesai sholat magrib masih mendengar androidku berbunyi, kali ini sms dari adek-adek tingkat akhir fakultasku, pesan dari dek ulif,
“kata bapak kak, senang rasanya saat sakit ada sms penyemangat dari kerabat dan para mahasiswa, walaupun kadang di mulut ini masih menahan darah, tapi mendapat sms penyemangat itu rasanya indah sekali walau tak bisa membalasnya satu-satu”
Demi melihat sms dari dek ulif di grup WA aku menangis, sudah tak bisa kutahan tangisku, nyatanya pertanda alam harini menyuruhku berduka, sungguh setelah menyelesaikan S.1 aku tak pernah bertemu pak Adri, aku langsung fokus di dunia kerja dan kembali ke asalku Rumbai, jarang aku ke Panam yang hanya berjarak 45 menit itu. Ya Allah bagimana mungkin dosen terbaik bisa  Engkau uji dengan penyakit mematikan itu..
Aku mencatat no pak Adri, tanpa berfikir panjang ku sms ia, sungguh aku ingin ia tahu kalau kami semua mendoakannya memberi semangat padanya, ku kirim sms penyemangat kepada beliau.
“Assalmkm, apak, apo kaba? Iko lilis, apak semangaik taruih yo pak, lilis dan kawan-kawan selalu mandoakan apak, adiak-adiak dan kawan-kawan Fkmasya jua mendoakan apak pak, kini lilis mancoba menjadi penulis pak walaupun fiksi tapi lilis mancoba meniru Buya Hamka pak, penulis yang hebat, suatu hari lilis nio basobok jo apak dan membawa hadih buku karya lilis pak, sungguah pak, semangaik yo pak, kami selalu mandoakan apak..”
Dalam wajah mendung ku kirim sms itu, biarlah tak ada balasan tak mengapa, bagiku alfatihah sebaik-baik ayat yang kukirimkan untuk beliau, hanya doa yang bisa kukirimkan untuknya saat ini.
Lama aku menangis, mengenang semua tentang kebaikan pak Adri, bahasa minangnya yang khas, perjalan hidupnya, nasehatnya saat kami putus asa tentang skripsi dan pasca kuliah,
“jadilah sarjana yang berbudi luhur, suka menolong dan tak memandang pekerjaan asalkan halal dan layak untuk dikerjakan, kalau wanita jadilah guru utama dalam rumah tangga nantinya, kerjasama dengan suami...” nasehat beliau yang terngiang di telingaku.
Aku pernah nyeletuk saat beliau memberi nasehat
“tapi wanita Minangko ditakuti laki-laki pak, hee bantauk ado lo nan nio ka ambo pak..” pak Adripun tersenyum
“wanita Minang itu special lilis, tidak sembarang laki-laki yang bisa memilikinya, wanita Minang itu punya kekuatan membangun keluarga yang tangguh, lihatlah ibu apak, atau amak-amak awak bundo kandung, yang tegar, kuat dan berhati lembut, jangan ragu dan takut hanya yang terbaik yang akan mendapatkan yang terbaik, justru bersyukurlah menjadi wanita Minang karena anakmu kelak akan mndapatkan suku darimu..” ya Allah pak adri
Kecintaan Pak Adri pada tanah kelahirannya membuatku semakin salut terhadap beliau
Tak lama aku mendapat sms balasan dan ya Allah itu dari beliau yang isinya
“terimakasih lilis, aamiin, semoga sukses, salam dengan kawan-kawan..”
Aku pun menangis haru, bagaimana bisa ya Allah dalam keadaan sakit seperti itu, sms yang tidak penting dariku dan dari teman-teman yang lain sempat beliau balas...
Sungguh baiknya engkau pak Adri
Semoga Allah mengangkat penyakitmu dan mempermudah urusanmu pak
Titip doa untuk kesembuhan beliau ya kawan-kawan
(uun230415)