Dibalik Semangat Pak Ahmad Adri Rifa’i
Selasa yang indah, cerah dan penuh semangat, aku
memutuskan untuk izin kerja hari ini, karena aku sudah bertekad untuk menjenguk
dosen terbaikku, dosen paling ganteng di Fakultas Syari’ah, beliau yang difonis
kangker pembuluh darah itu hari ini dirawat jalan di rumahnya, belum dibawa ke
Malaka, artinya aku masih diberikan waktu untuk menjenguknya.
Aku tak sendiri, kali ini aku pergi bersama adik
tingkatku yang merupakan teman dan keluargaku di Yayasan, aku pergi bersamanya
menuju rumah Pak Adri yang terletak di sekitar kampus UR, hanya membutuhkan
waktu 30 menit dari rumahku. Kami tidak memberitahu bapak kalau kami akan
menjenguknya, ini adalah spontanitas yang membawa hati.
Aku dan Umi sampai di rumah beliau, kuketuk pintunya
dan kuucapkan salam, tak lama terdengar balasan dari dalam rumah dan bunyi
kunci pintu rumah yang dibuka, dengan wajah terkejut bercampur riangnya, Pak
Adri menyapa kami dengan lembut, mempersilahkan kami masuk dan duduk di ruang
tamunya, ruangan sederhana dengan kursi rotan nan indah.
Kami duduk bersisian, Umi dan Bapak duduk
berhadapan sedangkan aku di kursi panjang di antara mereka. Ku lihat wajah
beliau semakin layu, cahaya kekuatan itu mulai redup, ada kelemahan badan di
sana, Bapak yang tak seperti 2 tahun lalu saat ia menjadi rujukan skripsiku, tetapi
beliau tersenyum indah dan ramah, hingga percakapan awal yang kurasa hanya basa
basi bagiku tapi,,,
“Apak sehat?” tanyaku dengan ragu
Beliau hanya tersenyum dan aku menemukan kembali kekuatan
itu, cahaya semangat yang masih sama walau agak redup.
“Seperti ini lah Lis, Mi, setelah dua minggu yang
lalu sempat banjir darah dari mulut, biasanya saya tidak separah itu, seharian saya full ngajar dan tidak disangka malamnya
malah seperti ini, tak berhenti darah itu mengalir dari mulut ini Lis, dari jam
9 malam sampai jam 2 pagi, yah saat itu lah, saat-saat apak hilang kendali
banyak yang terbayang bahkan sudah terbayang ikut dengan nenek yang telah
duluan pergi..”
Aku tercekat mendengar cerita beliau, ya Allah
sungguh, kulirik Umi matanya mulai berkaca-kaca aku tahu Umi sangat sayang
kepada pak Adri.
“tapi, saat seperti itulah Lis, justru sms dari
mahasiswa, dari senior-senior Fkmasya bahkan alumni-alumni masuk ke hp apak
bertubi-tubi, saat mendapat sms itulah semangat hidup apak kembali Lis, seolah
kekuatan doa tulus itu, menyelinap masuk dan memberikan tenaga baru untuk apak,
apak sempatkan balas sms kalian satu persatu walau sebagian tidak apak balas
karena tak sanggup menahan darah yang seperti selang tersumbat dan sumbatannya
terbuka, seperti itulah darah itu mengalir dari mulut dan hidung apak.”
Tenangnya pak Adri menceritakan sakitnya pada kami,
aku sudah dari tadi menahan-nahan air mata ini jangan jatuh, aku ingin terlihat
kuat di hadapan bapak, tapi kulihat Umi sudah tidak sanggup ia hampir saja
menjatuhkan setetes air matanya tapi ia berhasil mengendalikan dirinya.
“saat lemah seperti itulah Lis, kita membutuhkan
kekuatan dari orang lain, membutuhkan do’a dan semangat dan kalain datang
dengan sms penyemangat itu, mulai dari angkatan 2004 2006 2008 semuanya
memberikan semangat dan apak pun kembali sadar, apak baca tulisan seorang ibu
yang punya penyakit sama tapi beda kasus, untuk meghentikan darah itu ia
memakan gula pasir, apak coba Lis, apak masukkan gula pasir itu ke mulut apak,
dan 10 menit Alhamdulillah berhenti darahnya, memang perjuangan yang luar biasa
dengan bantuan sms kalian-kalian tadilah bapak merasa tetap harus kuat.”
Aku dan Umi terdiam, tentu saja malam kala itu
kami berganti-ganti mengantarkan sms penyemangat kepada bapak, bahkan saling
menangis satu sama lain walau berbeda ruang, tapi kami tetap mendoakan beliau,
dan kami saling mendapatkan sms balasan dari bapak, yang kami baru tahu ya
Allah saat beliau membalas sms ini beliau dalm keadaan yang.. tak terbayangkan
olehku ya Rob.
“Tapi alhamdulillah pagi ini apak mendingan
sedikit-sedikit membersihkan rumah, mudah-mudahan dia tidak keluar lagi, dan
bapak merasa sehat hari ini, dan apak ndak nyangka Lilis yang datang dengan Umi
orang yang apak cari selama ini.”
Aku dan Umi tersenyum.
“jadi semalam bapak ndak jadi ke Malaka pak?” umi
akhirnya mengeluarkan suara, kurasa ia sudah bisa mengontrol kesedihannya.
“ndak jadi, bapak dibawa ke Awalbross dan
diperiksa, mereka tidak berani melakukan diagnosa, dan merujuk bapak ke rumah
sakit umum untuk cek ke dokter Hematologi, dari sana apak disuruh rawat jalan
dan apak cuman minta, cara agar darah ini tidak keluar lagi, mereka hanya
memberikan apak obat atau suntikan untuk membekukan darah sementara waktu, yang
akhirnya setelah itu darah akan muncrat lagi, dia hanya membeku sejenak dan
keluar lagi, tapi tidak separah malam itu, lumayan sudah jauh berkurang, dan
besok pagi apak akan ambil sample darah di rumah sakit umum, dan memastikan
kesehatan apak stabil baru apak akan ke Malaka, karena kalau dalam keadaan
seperti ini nantinya akan merepotkan istri dan anak-anak akan terbawa dan
terbengkalai yang lain, lebih baik apak disini dulu, rawat jalan setelah itu
kalau stabil apak akan ke Malaka seperti tahun 2009 yg lalu.”
Penyakit ini terbilang langka, kangker pembuluh
darah, atau tumor pembuluh darah, dan awalnya terjadi saat bapak masih kuliah
S.2 di Jogja saat itu bapak muntah darah dan bapak cuek dengan hal itu ia tidak
ambil pusing, hingga tahun 2009 saat ia akan acc desertasinya tiba-tiba saja
dari tengkuk belakangnya merasakan sesuatu yang menjalar dan langsung
mengeluarkan darah hitam dari mulutnya, seketika itu juga beliau dilarikan ke
RS Malaka, dan pihak rumah sakit mengatakan, Bapak terserang kangker pembuluh
darah dan bapak terlambat ke sini, sangat-sangat terlambat dalam keadaan sudah
seperti ini, dan pihak rumah sakit Malaka menyatakan kalau bapak hanya bisa
bertahan sekian hari, karena rumah sakit Malaka rata-rata dokternya adalah orang
Cina, dan Bapak selalu yakin dengan Allah, toh Allah yang berencana dan Allah
yang memutuskan.
Sejak saat itu bapak selalu berusaha menguatkan
dirinya, lupa kalau ia memiliki penyakit langka itu, penyakit yang datang bukan
karena ia perokok, peminum, keturunan atau yang biasanya menjadi penyebab
penyakit langka itu, tetapi memang bawaan dari tubuh bapaklah penyakit itu ada,
sederhananya Allah menitipkan penyakit itu kepada pak Adri.
Dari 2009-2012 bapak bertahan dengan hebatnya,
selalu aktif mengajar, membimbing mahasiswa skripsi menjadi penguji dan menjadi
tempat curhat mahasiswa-mahasiswa yang tersendat judul dan skripsinya, bahkan
bapak dengan senang hati melayani mahasiswa yang bukan jurusannya, mahasiswa
yang tidak pernah ia ajar sekalipun termasuk aku kala itu.
Namun apa daya, tubuh bapak tak kuat bertahan
lama, seiring berjalannya waktu penyakit ini kambuh, yah di tahun ini 2015 bapak
kembali drop dengan penyakit itu, dan ia membutuhkan doa kita, support dari
kita serta semangat dan kunjungan kita.
Semoga Allah memanjangkan umur kita Pak, dan amanah
darimu untukku dan untuk Umi akan kami jalankan, dan kita akan bertemu lagi
dengan menuntaskan amanah itu.
Tetap doakan dosen terbaik kami
Ahmad Adri Rifai
(UniLilis280415)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar