Cinta
Bang Day Jilid 13
(Ancaman)
Lembar
kehidupanku di awal pernikahan ini terasa sangat-sangat aneh, masalah yang ada
hanya berputar di situ-situ saja, hanya seputaran perasaan, prasangka, penerimaan,
pemahaan dan aku belum siap dengan sejuta masa lalunya, bagitupun bang Day
kepadaku, apa ia memahami semua tentang diriku. Apakah kami memang belum
menemukan titik perbedaan, hingga rasanya rumahtangga ini tanpa misi yang
jelas, seolah yang kujalani selama ini tanpa tahu untuk apa, bahkan masalah
yang kuhadapi hanya ini-ini saja, masalah hati saja.
Maka,
pagi ini saat mentari tidak lagi malu-malu menampakkan cahayanya di beranda
rumah kami, rumah peninggalan almarhum papa, aku dan bang Dayat duduk menikmati
segelas teh hangat dan beberapa potong roti yang ia siapkan, aku tidak
dibenarkannya untuk banyak beraktivitas pagi ini, sifat khawatirnya muncul di
saat aku lemah, ataupun sakit seperti ini, sifat yang sebenarnya aku rindui dan
aku sukai, tetapi aku selalu bisa memandirikan diriku dari hal yang terlalu
manja, karena aku takut jika suatu hari nanti ia tak di sisiku aku masih bisa
bertahan. Ah terkadang entah pa yang kufikirkan, bukankah pahala besar untuknya
jika ia mau menolong pekerjaan rumahtangga, dan toh tidak ada masalah karena
aku masih sakit.
“Pagi ini sepertinya mama sudah
bisa dibawa pulang Me, tadi malam k Fitri sms abang, katanya mama dibawa ke
rumah k Fitri saja, karena abang bilang kalau kamu juga lagi sakit, tapi abang
tidak bilang kamu sakit karena apa, abang hanya bilang kamu kecape’an.”
Kalimat pembuka dari mulutnya pagi ini, bagiku ini kicauan yang kurindukan
walau masih dengan nada datar bahkan tidak ada nuansa sayang sedikitpun, seolah
masih ada sesuatu yang belun dikeluarkannya.
Aku
hanya diam, menggenggam gelas yang berisi teh hangat, menerawang ke taman depan
rumah, aku tak ingin membebaninya, ini keputusanku tadi malam.
“Maaf tidak bisa menemani kamu pagi
ini sayang, abang harus menyelesaikan pekerjaan yang dua hari lalu
terbengkalai, beruntung k Fitri mau mengurusi mama hari ini, jadi abang
terpaksa ke kantor tidak menemani kamu di rumah, jangan lupa minum obat ya dek,
jangan melakukan aktifitas yang berat, pastikan tubuh kamu kembali pulih dulu.”
Kali ini ia menatapku, namun aku tak membalasnya tatapanku tetap lurus ke depan
taman rumah, aku hanya bisa melirik dari sudut mataku saat ia menatapku dari
samping.
Aku
tetap diam tak bergeming, karena aku tahu sumber kekacauan ini semua adalah
dari diriku sendiri, untuk apa aku membela diri di hadapannya, toh mengalah dan
mematuhi perintahnya adalah tugasku kan? Sudah cukup banyak masalah yang
kutimbulkan dalam hidupnya, apalagi yang bisa dipertahankan?
Ia
sudah berdiri di hadapanku, aku sedikit terkejut, kuletakkan gelas di meja lalu
kusalamai tangan kanannya, mencium penuh takzim berharap segala ampunan dan
permohonan maaf, namun balasan tangan itu tidak hangat, bang Day melepas tangannya
lalu meletakkannya di atas kepalaku mengusapnya perlahan.
Kurasa
itulah kekuatan yang ia titipkan untukku, aku membalasnya dengan senyuman
tipis.
“Abang berangkat ya dek, jaga diri,
Aslmkm...”
Aku
menjawab salamnya, lalu melepasnya pergi.
Inilah
saatnya untuk kembali ke diriku yang dulu, aktifitasku yang dulu, yang memang
belum diketahuinya dan kuharap bang Miqdad juga tidak memberitahukannya kepada
suamiku tersayang. Aku berdiri penuh semangat, walau masih ada rasa ngilu di
rahim, efek mengeluarkan banyak darah, aku terpaksa harus lebih berhati-hati
lagi, memang benar kata orang, keguguran itu sakitnya melebihi sakit orang yang
melahirkan jika janinnya sudah terbentuk, beruntung janinku belum terbentuk,
jadi sakitnya masih sama seperti ngilu ketika datang bulan.
Aku
mengambil notebook kesayanganku yang selama ini tidak kugunakan, karena bang
Day memfasilitasiku komputer di rumahnya, lengkap dengan wifi dan printer untuk
pekerjaanku, namun aku memiliki file-file penting di notebook kesayanganku itu,
lalu kuambil android dan buku catatan penting hasil analisaku selama ini.
Jari-jariku
mulai bermain di android sederhana ini, mencari contac bang Miqdad, aku yakin
dia pasti tahu apa yang terjadi dengan mama, dan ini tentunya ada sesuatu yang
belum selesai semenjak kepergian papa dulu, aku mencium aroma luka lama yang
entahlah, mama dan keluarga ini rapi sekali menyimpannya, dan aku juga yakin
kalau bang Miqdad tidak akan membohongiku, patner terbaikku itu tidak akan
berani menutupi apapun dariku, termasuk perasaanya sendiri.
Sembari
menunggu balasan dari bang Miqdad, aku menghidupkan notebook dan melihat
beberapa file foto pernikahan kami, aku mencoba melihat siapa saja kolega yang
hadir, terutama teman dan sahabat bang Day, sebagai pekerja di perusaaan yang
ternama serta meneruskan pekerjaan papanya, aku yakin ia pasti memiliki gesekan
dengan teman atau kolega almarhum papa, aku percaya itu.
Balasan
dari bang Miqdad datang, walau pembukaannya cukup membuatku muak membacanya.
“Salam dear, akhirnya kamu kembali,
tidak sangka kan, masalah seperti ini malah menimpamu, padahal selama ini kita
menyelesaikan masalah dosen-dosen dan pejabat penting serta para caleg, kini
masalah ini menimpamu Me, oke baiklah sekeder pembuka dan ucapan selamat datang
kembali di Tim penyelesaian kasus khusus, dimana hanya Abang yang terkenal dan
kamu partner yang selalu tidak ingin dikenal, hanya ingin mendapatkan
pengalaman serta sensasi dalam memecahkan kasus, baiklah abang rasa kamu telah
kembali, walau entah apa yang membuatmu kembali, setelah keputusan kilat yang
kamu sampaikan Me,..”
Aku
menghembuskan nafas berat, dalam situasi seperti ini kenapa pula Bang Miqdad
khutbah yang tidak jelas, tidak bisakah ia langsung to the poit
“Oke baiklah Me, selamat sebelumnya,
suami kamu akan dipromosikan naik jabatan, jadi dia memiliki waktu satu tahun
ini untuk memenangkan beberapa proyek di luar negeri, menjadi leader untuk
membangun anak perusahaan di sebuah Negeri yang kamu impikan, yup Germany, nah
jika ia berhasil menembus target dari pimpinan perusahaan asing itu, ia akan
berkantor di German selama 3 tahun dan otomatis naik jabatan, Direktur Me,
astaga suamimu calon Direktur sebuah perusahaan asing, abang tidak sangka kamu
pintar mencari suami Me...”
Sungguh
pernyataan bang Miqdad membuatku tercekat, astaga banyak yang ia sembunyikan
dariku, bahkan negara impianku juga ia sembunyikan, padahal aku sengaja
memajang foto sahabat penaku yang kuliah di Berlin tepat di dinding komputer
pemberian bang Day, lalu kenapa ia merahasiakannya dariku, baiklah aku menelan
ludah, ini semakin menegangkan, tapi apa hubungannya dengan menabrak mama.
“Ah, apa reaksi suamimu jika ia
tahu bahwa istrinya adalah tim terbaik Advokad muda terkenal ini Me, tapi
baiklah ini point menegangkannya, suami kamu yang baik dan lugu itu ternyata
memiliki musuh dalam selimut, ia terlalu mempercayai seseorang yang ternyata
tidak menginginkan ke suksesan dari suamimu, nah, ini yang sedang abang teliti,
karena abang tidak tahu siapa saja teman suamimu, baik yang suka maupun yang
tidak suka dengannya, yang jelas promo jabatan itu sangat penting Me, sedang
diperebutkan oleh 3 orang terbaik di perusahaan itu, dan suamimu masuk daftar
padahal suamimu tidak punya dekingan, 2 calon lain memiliki ayah yang menanam
saham di sana, sedangkan ayah suamimu? Hanya tinggal nama di perusahaan itu
Me.”
Aku
terkejut kali ini aku membalasnya cepat
“Dari mana abang tahu semua ini?”
Aku
sangat tercengang dengan ini semua, serumit ini namun berhasil disimpan rapat
oleh Bnag Day? Hei, dia anggap aku apa selama ini? Hanya guru biasakah, atau
wanita biasa yang wajib berada di rumah tidak perlu tahu kerja dan kolega
suami, jantungku berpacu semakin cepat dan amarahku hampir bergejolak,
kuredakan segera dengan beristigfar banyak-banyak.
“Ayolah Me, jangan seterkejut itu,
di tim kita saat ada laporan akan banyak jaringan yang bekerja Me, kau tidak
akan lupa ini, dan mencari info tentang suamimu di Perusahaan asing itu perkara
mudah Me, kolega abang banyak yang bekerja di sana, dan rata-rata mereka orang
lama Me, bahkan kenal dengan almarhum papa suamimu dan tentu saja cerita dari
suamimu sendiri ke abang, awalnya abang tidak yakin ia ingin berbagi tetapi
rasa sayangnya padamu dan pada ibunya membuat ia yakin untuk menyelesaikan
masalah ini dan menutupnya darimu, maka dari itu ia tidak suka kita bertemu
takut jika rahasianya terbongkar, eh sudah terbongkar pagi ini kepadamu Me.”
Aku
hanya mengangguk, Bang Day tidak ingin aku terlibat, namun aku jenuh dengan ini
semua, aku ingin membantunya, aku ingin semuanya terbuka, tidak ada yang
tertutup lagi, aku membalas pesan dari bang Miqdad
“Baiklah bang, maka langkah
selanjutnya adalah?”
Tak
lama bang Miqdad membalas pesanku.
“Astaga Me, kau lupa apa yang harus
kau lakukan Me, apa pernikahan membuatmu lupa dengan pengalaman menangani kasus
selama ini?”
Aku
mulai jengkel dengan tingkah bang Miqdad, tentu aku tidak lupa, hanya saja kini
gerakku terbatas, aku ini istri orang tidak bebas lagi.
“Baiklah-baiklah abang paham,
karena gerakanmu terbatas maka focus mencari info tentang teman akrab suamimu
yang dari dulu bersamanya Me, yang selalu menemani kemanapun ia pergi termasuk
ikut kuliah bersamanya, dan lagi pastikan kamu tahu masalah Ayah mertuamu yang
telah meninggal Me, mungkin ada dokument yang tersimpan dan berusaha dilupakan
oleh keluarga Dayat, itu saja Me”
Baiklah
aku paham ini akan kemana.
“Thanks bang Bro”
Sapaan khasku kepada bang Miqdad akhirnya keluar juga.
“Ha ha kau tak lupa panggilan itu
Me, baiklah jaga dirimu Me, kasus ini tentang keluargamu bukan orang lain, bisa
jadi orang dekat telah berkhianat, atau masa lalu yang masih menyimpan dendam Me,
abang akan meeting bersama kru yang lainnya”
Baiklah
aku paham bang, tentu saja aku paham, ini akan lebih berbahaya karena ini kasus
keluargaku tepatnya keluarga suamiku.
Aku
membereskan catatanku, menutup notebookku dan beranjak dari tempat tidur menuju
gudang, tempat file-file almarhum papa tersimpan, saat aku mulai berdiri sekilaas
ada yang terlihat dari jendela kamar, aku mencoba mengintipnya.
Seseorang
yang tidak kukenal, ia berjalan pelan di depan pagar rumah kami, pelan-pelan ia
menoleh ke arah rumah, memperhatikan setiap sudut, beruntung kaca jendela kamar
kami tidak tembus bayang dari luar tetapi dari dalam, jadi aku bebas melihat
gerak-geriknya, lelaki itu telah pergi dan akupun ingin melangkah, namun
kulihat lagi ia berbalik arah, kembali memperhatikan rumah ini, aku semakin
curiga dan dadaku berdetak lebih kencang dari biasanya, teringat kata-kata bang
Miqdad.
“Hati-hati Me, biasa jadi orang
dekat yang menyimpan dendam cukup lama”
Saat
suasana ini semakin tegang, terdengar bunyi lemparan sesuatu, mengenai jendela
di beranda depan, setengah berlari sembari merampas jilbab yang tergantung di
dinding kamar, aku membuka pintu depan dengan cepat
“HEI....”
Teriakku kuat.
Yang
kuteriaki telah lari, meloncak ke sepeda motor di ujung jalan yang ternyata sudah
menunggunya, setidaknya aku sempat melihat wajah lelaki itu.
Aku
geram, dan kuambil sesuatu yang telah mereka lempar, kulihat ada secarik kertas
yang bertuliskan sesuatu, astaga cara mereka jadul sekali menggunakan surat
kaleng, dan melihat maksud tulisan itu aku terkejut dan marah, kuremas kertas
itu sekuat tenaga.
“Nantikan jawabannya wahai penakut.”
Gumamku sendiri sembari menahan kesal.