Minggu, 28 Juni 2015

Teori iseng about Cinta



Teori Cinta ala Uun
Guys, kalian tentu tahu dengan kata yang satu ini “cinta” yup, kata ajaib ini udah terkenal di mana-mana terlebih lagi untuk anak-anak ingusan sepantaran SD bahkan TK dan PAUD. Akibat apa? Akibat tontonan yang tidak terfilter dengan baik. Bahkan tidak jarang sosial media sampai ke games on line pun sudah menggunakan kata ajaib ini.
Ok, gue mau menulis sedikit, kalau nantinya banyak maafin ya, ada sesuatu yang bermain di fikiran gue mengenai kata ini, cinta yah. Kenapa kita bisa mencintai seseorang?
Hayo kenapa? Atau gue sederhanain dech, kenapa kita bisa sayang ke seseorang?
Nah, kalian udah punya jawabannya kan? Yup kenapa kita bisa sayang? Karena kita Peduli.
Kita sayang sama Muslim di Palestina dan Rohingya kenapa? Karena KITA PEDULI sama mereka, karena mereka saudara kita sesama Muslim.
Nah, dan pertanyaan yang mengganggu gue siang ini, kenapa kalian bisa jatuh cinta hanya karena fisik? Seperti, dia cantik or dia tampan, dia ganteng, dia menawan, tubuhnya atletis, atau bodynya laksana gitar spanyol, atau dia tinggi, karena ini dan itu bla bla bla.
Hmmm
Kenapa kita bisa sayang sama seseorang yang bisa jadi tidak bertemu fisik dengan kita tetapi saling menyapa di media sosial?
Jawabannya karena kita merasa NYAMAN,,,, Merasa NYAMBUNG,,,, Merasa DIDENGAR,,,, Merasa DIPERHATIKAN,,,! Kalau bener kalian cukup ngangguk aja guys.
Atau kenapa kita bisa semangat setiap hari pergi bekerja, semangat berjumpa dengan seseorang yang selalu hadir dalam keseharian kita, semangat bahwa hari ini akan ada sesuatu baru yang akan ia lakukan, kenapa kita bisa se semangat itu? Jawabannya karena kita NYAMAN dengan kegilaannya BAHAGIA dengan kehadirannya yang jauh dari kesan sempurna.
Lalu kenapa kita harus menafikan diri kita sendiri bahwa pasangan hidup itu harus sempurna? Seharusnya saling menyempurnakan.
Kalian bisa bayangin g sich, misalnya ni ya, kalian udah nikah sama cewek cantik banget, tapi sayang dia g ngerti kalian lg cerita apa? Lgi ngomongin apa? Dia hanya sibuk dengan kecantikannya yang akan hilang atau berat badannya yang akan nambah, hidupnya penuh stress dengan hal itu, yang menurut gue tidak terlalu penting, selagi kamu sehat dan bahagia hidupmu aman guys...
Please jangan terlalu memikirkan fisik seseorang dech,
Kalian harus sadar sekarang, bahwa yang membuat kalian Jatuh Cinta itu adalah kenyamanan saat berkomunikasi, saat berinteraksi bahkan saat berdiskusi. Tak jarang ada sesuatu yang berbeda di antara kalian, tetapi kalian saling memaklumi itu sebagai prinsip masing-masing.
Kalian g percaya sama teori ini?
Gpp, coba aja pergi dari kehidupan dia bareng sejenak, seminggu dech tes kalau kuat, kalian tentunya g sabar nungguin khabar dari dia, atau kalian g sabar memberi kabar kepada dia.
Skali lagi guys, cinta itu tidak rumit tapi sederhana...
Kalau kalian sadar, saat kalian pergi, ada hati yang merasa sepi walau enggan memberi tahu, maka itu cinta kalian. Bisa jadi cinta ibu, ayah, sahabat, adek, kk, abang, sodara......

Ha ha ha, teori sederhana yang muncul waktu bangun tidur siang ini, denger japrian dari adek tersayang jadi pengen nulis ini, sorry dech kalau ada yang kesinggung or g sependapat.
UniLilis (140615)

Cinta Bang Day Jilid 11 (Partner & Cemburu)



Cinta Bang Day Jilid 11
Partner dan Cemburu
Mama sudah keluar dari ruangan operasi dan sudah masuk di ruang rawat, kami menunggu mama di dalam ruangan VIP yang sengaja dipilih oleh bang Dayat karena askes mama masih ada, jaminan kesehatan untuk mama masih ada, walaupun almarhum papa sudah mendahului kami, inilah salah satu keuntungannya, askes dan biaya semua sudah ditanggung oleh perusahaan tempat papa bekerja kala itu.
Uda dan uni memutuskan untuk pulang ke rumah, karena mereka memiliki agenda yang harus diselesaikan, sedangkan aku dan bang Day tetap berada bersama mama, standby manatau ada sesuatu yang terjadi, atau mama membutuhkan sesuatu, kami sudah berada di sampingnya. Sementara kakak iparku belum diberi khabar, mengingat ia masih bekerja dan pesan bang Dayat, kalau mama sudah sadar kak Fitri akan diberitahu.
Aku memperhatikan sekeliling ruangan, melihat dari sudut demi sudut ruangan rawat, yang berkelas VIP senyaman apapun, ini tetaplah rumah sakit yang tidak disukai oleh mama.
Tok.. tok...
“Assalamualaikum...” Terlihat laki-laki gagah nan tinggi masuk ke dalam ruangan ini, bang Miqdad ia menatap lembut ke arahku dan Bang Day.
“Walaikumsalam..” Jawabku dan Bang Dayat serentak.
“Duduk Bang...!” Ucapku kepada bang Miqdad yang masih kaku melihat wajah bang Day, sementara suamiku bangun dari tidurnya dan membalas senyuman bang Miqdad.
“Hmmm, Me, abang boleh bicara dengan bang Day kamu sejenak?” Nada bang Miqdad sangat serius, sepertinya ada sesuatu yang penting yang akan disampaikannya kepada bang Day.
“Silahkan saja Bang, Me tidak masalah kok lagipun tidak ada yang perlu dirahasiakan, bicara sama bang Day toh sama saja dengan bicara dengan Mela.” Gaya jutekku keluar,  yah biasanya tidak ada yang disembunyikan antara aku dan bang Miqdad, masa kami kuliah dahulu kami sering menganalisa masalah bersama-sama, tetapi kenapa kali ini ia hanya ingin bicara dengan suamiku saja? Adakah sesuatu yang disembunyikan oleh keduanya?
“Ok Miq, kita ke kantin saja ya bro.” Jawab Bang Day
Bang Day menatapku lembut, sembari memegang tanganku yang mulai dingin.
“Mela sayang, ini urusan laki-laki, kamu di sini saja ya tungguin mama, abang dan Miqdad ke kantin, nanti akan abang beritahu kepadamu apa yang kami bicarakan, ok sayang...” Bang Dayat dan bang Miqdad berlalu meninggalkanku di ruangan ini bersama mama yang belum juga sadar.
Aku mengangguk, untuk pertama kalinya kulihat mereka bedua akur, terlepas dari apa yang pernah terjadi di awal pernikahan kami, bang Dayat jauh lebih mudah menerima perubahan dalam hidupnya. Siang ini bahkan ia bisa langsung akrab dengan bang Miqdad, yang baru ia jumpai hari ini, entahlah semoga apa yang mereka bicarakan merupakan jawaban atas siapa yang telah berani menabrak mama.
Azan zuhur berkumandang, aku megambil wudu dan memilih sholat di samping mama, dalam keadaan risau dan gelisah seperti ini, air wudu sangat menyegarkan hati, apalagi ditambah dengan sholat yang merupakan do’a kepada Allah, meminta kekuatan atas sesuatu yang telah terjadi dalam kehidupan ini. Selesai sholat, bang Day belum juga kembali ke kamar, mungkin mereka sholat di Masjid dekat lantai bawah rumah sakit.
Aku mengambil mushaf dari dalam tasku, membaca ayat per ayat dari alqur’an sederhana ini, mencari ketenangan dari setiap lantunan yang kubaca, perlahan-lahan sedikit demi sedkit, aku bahan hampir satu juz membacanya tetapi suamiku belum juga kembali, aku membenahi mukena dan perlengkapan sholat, perutku juga mulai lapar, sementara di sini belum ada yang bisa kumakan. Aku mulai bosan dan suntuk,  kuperhatikan mama, aku mendekat dan duduk di sampingnya memegang tanganya yang mulai berkeriput.
“Mama, kau adalah wanita terhebat ma, bertahan hidup dengan status single parent, mama wanita terkuat yang pernah Me temui Ma, kehilangan orang yang dicintai, membesarkan tiga anak yatim dan belum lagi ditinggal pergi oleh anak-anakmu yang menuntut ilmu di luar kota. Ma, mama adalah wanita terhebat kesayangan bang Dayat dan anak-anak mama, mama kuat ma, mama pasti bisa bangun dan kembali sehat Ma, jangan tinggalin kami ma, please bangunlah ma, buatlah Bang Day tersenyum ma. Maafin Mela ya ma, kalau Mela membuat mama khawatir dan akhirnya mama berusaha menghibur Mela, tetapi malah seperti ini kejadiannya Ma,...”
Aku curhat sendiri di samping mama, air matakupun mulai jatuh ke tangan mama, terlihat tangan mama bergerak. Aku terkejut sembari tersenyum, perlahan mama membuka matanya dan melihatku..
“Alhamdulillah...Mama mau minum ma?” Ucapku lembut, mamapun mengangguk.
Aku mengambil gelas berisi air yang telah dibawa oleh perawat, perlahan memutar tempat tidur mama, agar kepala mama bisa sedikit berdiri, tempat tidur rumah sakit ini selalu canggih. Mama meminum air putih perlahan, sembari tersenyum kepadaku.
“Mana Dayat Me?” Tuh kan, akhirnya mama mencarimu bang.
“Asslamualaikum..” Akhirnya yang dicari mama datang juga.
 Bang Dayat memeluk mama, matanya penuh haru bahagia, tatapan kerinduan dan keriusan itu bersatu dalam wajahnya...
Aku menbiarkan anak dan ibu itu berdua, aku memilih izin untuk ke luar dan membisikkan sesuatu ke telinga bang Day.
“Abang..., Me ke kantin ya bang, Me lapar, abang jagain mama..” Bang Dayatpun mengangguk.
Aku menghela nafas berkali-kali, jarak kantin dengan ruangan mama tidak terlalu jauh, namun di setiap langkah, banyak sekali yang aku fikirkan.
Kenapalah hidupku seperti ini ya Allah, banyak sekali kejadian-kejadian yang menggoreskan hati serta perasan yang harus kurasakan. Seperti inikah kebanyak orang lain menikah? Atau hanya aku saja yang merasakannya? Ya tentu saja ujian setiap rumah tangga itu berbeda-beda, mungkin menurut Allah akulah orang yang sanggup untuk melalui ujian hidup seperti ini, kalaulah boleh meminta mungkin cobaan yang tidak membawa hati dan perasaan jauh lebih baik daripada cobaan yang menguras perasaan dan banjir air mata. Belum juga setahun menikah ada-ada saja yang kurasakan, atau mungkin setelah menikah amalanku berkurang kah? Ibadahku? Ya Allah maaf jika aku lalai...
Pesananku sampai, soto panas dengan teh hangat yang sangat kurindui, makanan favorit saat di kantin kampus kala itu bersama teman-teman organisasi, aku hanya mengaduk-aduk soto panas ini berharap panasnya berkurang dan aku bisa memakannya..
“Me...?” Sapaan lembut ini membuyarkan lamunanku.
“Boleh abang temankan Me?” Bang Miqdad muncul di hadapanku, ia langsung duduk persis di depanku, sama saat kami diskusi di kampus, jika membahas sesuatu yang penting.
“Bang Miqdad.., Me mohon maaf, tetapi Me sekarang sudah punya suami, dan suami Me tidak suka Me duduk seperti ini dengan laki-laki yang bukan muhrimnya bang, Please bang pahami posisi Me, Me juga mangucapkan terimakasih kepada abang, karena abang sudah membantu mama dan Me tadi pagi, abang datang diwaktu yang sangat tepat, saat kami memang membutuhkan bantuan, abang datang, dan bang Dayatpun meminta tolong kepada abang untuk mencarikan siapa pelaku yang telah menabrak mama beserta motifnya. Me banyak-banyak terima kasih kepada abang, tapi Me mohon bang, jangan seperti ini, jangan duduk seperti ini, di sini kita hanya berdua walau banyak  yang lain juga makan di sini tapi....” Aku menceloteh sendiri
“Hei, Me... stop Me, abang hanya ingin memberitahukanmu sesuatu just it, nothing else, tolong dengar, abang memutuskan membantu suami kamu karena abang ini jadi lowyer di kantornya sekarang, abang tidak tahu kalau ternyata suami kamu kerja di sana, dan satu lagi abang harus cari tahu siapa yang menabrak mamanya Dayat, karena ini kasus penting dan sepertinya dia orang dalam, hanya saja motifnya belum diketahui...” Jelas bang Miqdad kepadaku.
Sementara aku sudah segan, takut jika nanti bang Dayat melihat kami berdua sepertti ini, tentunya dia akan cemburu kepadaku, walau bang Dayat tahu kalau bang Miqdad hanya ingin diskusi kepadaku tapi....
“MELA....” Dug aku kenal suara itu.
“Setelah Makan segera ke kamar mama...” Yah kalimat singkat yang cukup menusuk hati.
Aku tidak jadi makan, aku meilih pamit dan meninggalkan bang Miqdad sendiri di sini.
“Ya Allah apalagi ini...” Gumamku sendiri.
Aku ingin segera masuk ke dalam ruangan, tetapi bang Day sudah menungguku di depan pintu kamar rawat mama, aku pun tercekat, kaget dan bersiap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, dan akhirnya bang Day menarik tanganku, membawaku ke sudut ruangan yang ditumbuhi pohon pinus, ia membisikkan sesuatu yang membuat hatiku pilu.
“Berapa kali harus abang katakan, jangan berkomunikasi dengan Miqdad, kenapa Mela tidak paham dek..?” Ia menatapku cemburu.
“Bang..., Me tidak berbicara dengannya, maksudnya Me tadi sendiri di kantin dan bang Miqdad datang, Me sudah berusaha menolak tetapi...!” Aku berusaha membela diri.
“Me  please, abang tidak suka kalau istri abang duduk semeja dengan laki-laki yang bukan mahromnya..! Me tolong pahamlah dek, kondisi Mama belum membaik, tetapi kenapa kamu malah membuat masalah baru...” Iapun membelakangiku.
Aku memutar badan, memilih berdiri di hadapannya, setan apa yang menghampirinya siang ini, cepat sekali sikapnya berubah kepadaku.
“Me tidak membahas apa-apa dengan bang Miqdad ba....ng, dan lagipula tadi, Me lihat abang akrab saja berdua, tapi kenapa abang  jadi marah ketika bang Miqdad diskusi dengan Me? Abang egois...!” Aku memilih meninggalkannya dan masuk ke ruangan mama, meladeni bang Day yang sedang terbakar api cemburu itu percuma, karena kita tidak akan ada benarnya di hadapan orang yang sedang cemburu buta. Lagipula kesembuhan mama jauh lebih penting dari yang lain termasuk masalah cemburu ini.
Ya Allah baru saja aku berusaha memahami makna hidupku, kenapa masalah baru  datang lagi menghampiriku. Aku mengusap peluh dingin di dahiku, aku merasa badanku mendingin dan menggigil yang tidak karuan, aku menatap mama dari kursi ini...
“Mela baik-baik saja Nak?”
          Sapaan lembut mama hanya menggantung di langit-langit rumah sakit ini.


Rabu, 10 Juni 2015

Cinta Bang Dayat Jilid 10 (Mama)



Cinta Bang Dayat Jilid 10
Mama
Tiga hari sudah aku di rumah uda, aku sedikit menemukan ketenangan di sini, setidaknya aku merasa kembali ke aku yang dulu, aku yang selalu kuat dan tegar atas apapun, sekarang aku merasa jauh semakin membaik. Aku juga selalu menyemangati bang Dayat untuk pekerjaannnya, ia selalu menelefonku menjelang malam, karena siang hari ia sibuk, tak jarang ia meminta maaf karena tidak bisa menemaniku dan calon buah hati kami.
Aku memaklumi itu semua, aku lebih memilih menerima dan mendukung keinginannya, aku ingin menjadi wanita yang selalu memotivasi suami, aku belajar tidak cengeng dan sembari mengajarkan calon anak kami untuk kuat menghadapi hal-hal seperti ini.
Pagi ini saat aku dan uni tengah diskusi di dalam rumah, tiba-tiba ada mama Bang Day datang berkunjung, ia dihantar kakaknya bang Dayat, aku tersenyum hangat menyambut kedatangan mama, kata mama, ia ingin menemaniku hari ini, aku tahu pastinya akan ada sesuatu yang ingin disampaikan mama.
“Mama minta maaf Me, karena baru sempat mengunjungi kamu nak, ah.. Mama terlalu sibuk bermain dengan cucu Mama di sana, sehingga lupa dengan menantu yang ditinggal kerja. Me sehat nak?” Mama menoleh ke arahku melihatku dengan tatapan rindu.
Aku tersenyum hangat kepadanya, wanita yang dulunya selalu ku temui setiap kali melewati rumah berpagar biru itu, wanita yang selalu sendiri, kini wanita itu telah menjelma menjadi mertua terbaik dalam hidupku, aku menggenggam tangan mama, menatapnya dengan penuh keharuan, aku tidak menyangka jika hati mama selembut itu.
Aku menepis semua anggapan orang-orang bahwa mertua itu kejam, atau jahat, atau hanya mencintai anaknya saja, menjadikan menantu saingan dari kasih sayang anak laki-lakinya, itu semua tidak ada di diri mama, ini yang selalu kusyukuri mama selalu menganggapku sebagai anaknya sendiri bukan menantunya.
“Me sehat Ma, Me mengisi liburan dengan membantu uda di sini, mama jangan khawatir ya Ma, lagian Bang Dayat sedang sibuk, Me juga takut mengganggu dia Ma...” Perlahan ku lepas genggaman tanganku, aku memilih menatap datar ke depan, mengingat kesibukan Bang Dayat hanya menambah sepi di hati ini.
“iya Nak, Mama paham kerisauan kamu, dulu ketika mama di rumah itu sendiri, mama juga sering merasa sepi, ditinggal Dayat ke luar kota, tak jarang ia pulang sudah larut malam dan berangkat lagi sewaktu subuh, saat itu ia mengatakan kalau ia ingin menikah , makanya ia bekerja tak kenal henti siang dan malam, dan mama memaklumi hal itu, makanya mama terbiasa sendiri di rumah itu, tetapi untuk kali ini mama juga tidak tahu kenapa Dayat masih sibuk, bahkan mama rasa ini kesibukan yang luar biasa, adakah sesuatu yang ingin dicapai olehnya Me?” Mama menoleh ke arah ku dan menunggu jawaban.
Demi melihat tatapan mama akupun menjawab pendek.
“Entah lah Ma,,, mungkin jabatan yang lebih tinggi..!” Aku pun memilih menunduk berusaha menjauhi tatapan mama.
Kami saling diam karena tidak banyak yang bisa diceritakan, pun mengenai janin ini kami belum bersepakat memberitahukannya kepada mama, memilih menyimpannya terlebih dahulu, menunggu waktu yang tepat sembari menunggu janin ini kuat.
“Kita jalan-jalan pagi yuk Nak, kita nikmati pagi ini berdua, udara secerah ini sayang jika hanya kita tatap dari beranda, sebaiknya kita menikmatinya dengan berjalan kaki...” Mama tersenyum lalu menarik tanganku perlahan dan kami bersiap untuk jalan-jalan pagi. Terlihat uni dari dalam rumah juga mengikuti kami.
Kami berjalan menyusuri komplek rumah uda yang banyak dihuni oleh orang-orang lama yang sebagin telah mengenaliku dan mereka melihat uni juga di belakang kami sembari tersenyum hangat kepada mereka. Sesekali aku menoleh melihat uni di belakang.
Dahulu aku seringkali melihat mama berjalan kaki sendiri, melihatnya berjalan sendiri tak jarang membuatku berniat untuk menemaninya, tetapi apa daya aku ini bukan siap-siapanya. Aku hanya orang lain yang tidak dikenalinya. Aku hanya bisa tersenyum saat berpapasan dengannya, bahkan bertanya kabar anaknya saja kala itu aku tidak berani.
Mama menggenggam erat tanganku, aku merasakan kekuatan dari genggaman itu seolah mama tahu apa yang kubutuhkan, menjadi wanita kuat dan tangguh walau sedang sendirian. Bang Dayat pasti sangat menyayangi mama, walau tak jarang ia meninggalkan mama di rumah itu, dan mama juga, rasa cinta dan sayangnya untuk bang Dayat pastilah sangat besar, anak laki-laki terbaik di keluarga ini kebanggan dan tumpuan serta tulang punggung keluarganya.
Sepanjang perjalanan kami terlihat kompak, menantu dan mertua yang akur, mungkin itu yang tergambar oleh orang-orang ketika melihat kami berjalan.
Tiba-tiba ada mobil sedan hitam dari arah depan yang melaju kencang ke arah kami, aku yang sadar akan kehadiran mobil itu berusaha menarik tangan mama sekuat tenaga, sayang aku terlambat, mobil itu menabrak mama, dan aku terpental ke tiang listrik yang tidak jauh dari bibir jalan.
Sambil menahan sakit, aku berusaha membangunkan mama, uni yang di belakang kami berlari kencang menuju arahku dan berusaha mengangkat mama, masyarakat sekitar juga berusaha memberikan pertolongan, namun tidak ada yang memiliki mobil di sana, saat itulah, ya saat kami tidak tahu harus berbuat apa, sebuah mobil avanza merah mendekati kami dan,,, lihatlah sosok yang ke luar dari mobil itu.
“Bang Miqdad? Bang tolong mama bang...” Ucapku tegas dan memohon.
Bang Miqdad langsung sigap bercampur panik berusaha menganggakat mama ke dalam mobilnya.
“Bawa ke dalam uni, kita harus secepatnya membawa mama ke rumah sakit terdekat...” Gayanya tidak berubah selalu penuh aba-aba, teman diskusi ku yang hadir di saat yang tepat.
2 jam kami menunggu mama di ruangan operasi, kata dokter ada benturan keras di lutut kaki mama sehingga membuat lutut itu sedikit retak dan dokter berusaha menanamkan sesuatu di sana tentunya operasi ini dengan persetujuanku.
Uni mengelus pundakku ia melihat kecemasan yang luar biasa di wajahku sementara Bang Miqdad sedang sibuk dengan administrasi dan melacak siapa yang telah menabrak kami, kolega bang Miqdad banyak polisi dan pengacara handal, ia menyuruh sahabatnya untuk melacak pemilik mobil yg menabrak kami.
Sementara itu dari ujung lorong terlihat uda dan Bang Dayat berlari-lari, uni yang melefon uda dan Bang Dayat, aku tidak berani menelefonnya langsung, dan uni juga tahu kondisiku tadi, shock dan pucat beruntung aku tidak pingsan.
Lihatlah mereka berdua sudah sampai, uda mengusap kepalaku lalu duduk di samping uni, sementara Bang Dayat berdiri tegap di hadapanku, perlahan aku berdiri sambil tertunduk, aku sudah siap dengan segala amarah yang akan dikeluarkannya, aku tidak terbayang dengan apa yang akan diucapkannya, ibu yang telah melahirkannya kini terbaring di dalam ruangan operasi hanya karena menantu yang teledor dan manja sepertiku, sungguh aku sudah siap dengan amukannya kali ini.
Ia mengangkat wajahku, menatapku dalam, dan menarikku kuat, kedalam pelukannya, ia menenangkanku, Ya Allah tidak kusangka ia paham apa yang kurasa, dan akupun menangis di pelukannya.
“maafin Me bang, Me tidak  tahu kalau seperti ini akhirnya.....” Ucapku sambil sesegukan.
Bang Dayat hanya diam, iapun hanya mengangguk sembari membisikkanku sesuatu.
“Tenang Me, semua akan biak-baik saja sayang, kita berdoa untuk mama ya..”