Sabtu, 31 Januari 2015

Hujan dan Saudaranya

di antara ribuan rintik yang jatuh
di antara deruan indahnya di atas genting-genting
di antara aku dan kamu yang jauh lalu jatuh
terselip kata dalam pertemuan yang penting
            hujan di sela hembusan nafas ini
            bersatu dalam rinai-rinainya yang sejuk
            ingin rasanya resah dan gelisah ini
            kubagi dalam bingkai yang retak
            bingkai yang kini tak utuh seperti dulu
hujan, lebatnya yang menderu
memaksa emosiku melaju dan berkecamuk
andai kau tahu, ingin ku menangis
di antara ribuan rintik ini
agar tak ada yang tahu aku menangis
        rasanya ingin ku memaki hati ini
        memaksanya kembali seperti dulu
        tanpa ada satu nama yang singgah dan
        semua kamarnya tetap bercahaya
namun sayang, 
hujan memang bisa menghapus kotoran dan debu
hujan bisa menumbuhkan tumbuhan yang akan mati

tapi sayang berjuta sayang
hujan tak pernah berhasil
menghapus namamu
di kamar hati ini

(pykmbh, 24-12-14)

Kembali karena tidak ada kata terlambat



KEMBALI
Uni Lilis
Senja yang dijanjikan sang Khaliq tiba, dengan pantulan cahaya jingganya meretas menembus sela-sela kehidupan. Aku termenung di salah satu sudut Masjid, kali ini aku lebih awal sampai di masjid sebelum azan Magrib berkumandang. Aku masih ingat nasehat k Anik siang tadi saat aku menceritakan semua yang mengganggu hari ini
“Kita hidup ini hanya sekali dek, susah senangnya kita yang rasa kita yang tanggung, tetapi tidak menyiksa diri dengan memaki serta mengutuk pencipta kita dek, bayangkan berapa banyak yang sudah Dia kasih, berapa banyak kemudahan yang Ia berikan , berapa banyak yang sudah kita gunakan, yang sudah kita habiskan. Astaga kalau kita hitung dan kita tulis dengan seratus pena yang bertintakan lautan tak kan bisa dek, sungguh tidak akan pernah bisa. Maka tidak ada kata terlambat dalam bertobat, tidak ada kata selesai dalam beribadah dan sungguh tidak pantas kita yang hina ini mendikte Dia yang sudah memberikan segala-galanya. Itu hakNya untuk mengambil  hambaNya kembali, kita yang di sini seharusnya tetap memperbaiki diri” Kak Anik dengan lantangnya berhasil mengobrak-abrik ketumpulan hatiku siang ini
Aku menangis terisak mendengar nasehat k Anik, bagaimana tidak dari sekian banyak kk sepupu yang kumiliki cuman kata-kata k anik yang mampu menembus hati yang terlanjur keras ini. Perawakannya memang kecil tetapi muatan Ruhiyahnya besar, kecintaannya pada Agamanya begitu kuat, bagiku hanya dialah yang bisa memahamiku walau sekeras apapun aku menolaknya
“Ayu tahu Ayu salah kk, tapi Ayu malu sama Allah, Ayu merasa terlanjur bersalah, selama ini Ayu marah sama Allah karena sudah mengambil Ayah dan Ibu dari hidup Ayu dan k Anik g tau kan perasaan  Ayu sekarang, Ayu tahu Ayu salah, tapi Ayu Malu k Anik Ayu malu....” tangisku pecah di kamar k Anik, sama seperti tangisku saat Ayah dan Ibu dinyatakan hilang di Laut.
“Tidak Dinda, Allah tidak pernah marah dengan hambanya yang alpa, Allah hanya menunggu kapan hambaNya itu kembali, menunggu waktu hambanya menangis, mengiba untuk meminta maaf dan kembali dengan ketegaran, Allah menunggu Ayu selalu, Allah rindu dengan Ayu yang dulu Ayu yang selalu sholat berjamaah di Masjid, Ayu yang kalau mengaji suaranya jelas dan lantang, ayok dinda, jangan terpuruk dengan keadaan, ini adalah titik untuk Ayu kembali kepada Allah, jangan sia-siakan kesempatan ini Ayu pasti bisa.”
K Anik mengangkat tubuhku yang terduduk lemas, ia menatapku tajam, mengusap air mataku, dan memelukku erat sekali sungguh sangat erat k anik berusaha mentransfer kekuatan kepadaku, kekuatan hati untuk kembali kepadaNya, Sang Pencipta.

Jumat, 30 Januari 2015

Sederhana

Aku Kamu Sederhana

Bahagia itu sederhana
sesederhana aku menyayangimu
Bahagia itu sederhana
sesederhana aku memilihmu
Bahagia itu sangat sederhana
sesederhana cintaku padamu
sedangkan duka...
Duka adalah sesuatu yang juga sederhana
sesederhana kau meninggalkanku
Duka adalah sesuatu yang sangat sederhana
sesederhana aku memilih berpaling darimu
dan 
Bahagia bertemu duka itu
adalah kumpulan kesederhanaan
yang...
sesederhana
saat aku bertemu denganmu
dan kamu meninggalkanku
ya... sangat
sangat sederhana
sesederhana
Aku dan Kamu Jika Bertemu

Kamis, 29 Januari 2015

Risalah Hati (cerita ini diikutkan giveaway contest. www.dodyrakhmat.com)



                                             Risalah Hati
Karya Uni Lilis
Perhatikanlah seorang di sudut sana, di bawah jembatan Siak, di pinggir sungai yang terkenal dengan kedalamannya se Indonesia, di antara deruan angin pagi itu ditambah kepulan-kepulan asap yang semakin pekat karena pembakaran hutan yang sembarangan di kota bertuah ini. Yani terdiam di sana menatap kapal roro yang akan berangkat menyebarangi sungai ini dan nantinya akan menembus Selat Panjang. Lama Yani termenung, sesekali ia menghela nafas.
Yanipun berdiri dari duduknya berjalan lambat di pelataran sungai yang berpagar besi, semakin lama ia berjalan semakin terlihat jelas air mata di pipinya. Yani tak kuasa dengan perasaannya ia mulai sesegukan dan memegang kepala pagar, setidaknya Yani tidak berfikir untuk loncat ke sungai itu. Lihatlah kesenduan di wajahnya entah apa yang menyiksa bathinnya.
Aku pun mulai mendekati Yani, aku tak kuasa melihatnya begini, aku hampir berlari dari ujung sambil terbatuk-batuk karena kondisiku yang memang masih flu...
“Yaaan, Yani...:” aku memanggilnya dengan kuat dan di selingi batukku yang kering
Yani menoleh, mengusap air matanya, menyeka hidung dan sela-sela ujung matanya, berusaha tersenyum dan mendekat. Lihatlah, ia tersenyum sumringah seolah ia bisa menyembunyikan kesedihan itu, aku tak bisa ditipu, bahunya yang bergetar dari jauh itu sudah cukup kuat membuatku tahu kalau ia sedang menangis.
“katanya on time, kok udah satu jam baru datang Nik?” Yani menyapaku, seharusnya aku yang menyapa nya ya Allah setegar itukah Yani
“Maaf Yan... Anik tadi ngerjain laporan untuk rapat di sekolah nanti sore, maaf ya!” aku memang terlambat pagi ini, aku terlanjur janji datang pagi kepada Yani tapi laporan itu harus ku kirim ke Ustadz Iman pagi itu juga, dan terpaksa janji dengan kulewati sedikit.
Kulihat Yani menitikkan air mata, ia duduk sembari meluruskan kakinya, aku mengikutinya duduk di samping, ia menjatuhkan kepalanya di pundak kiriku, lalu menatap lurus kedepan.

Seratus detik kemudian
“Ceritakanlah Yan, dan Lepaskanlah jika itu membuat hatimu lega Sahabat...” Aku berkata lirih
“Seharusnya aku tak sebodoh itu percaya dengan kata-kata manisnya Nik, seharusnya aku mengikuti nasehatmu Nik, tidak terlalu menanggapi janji-janji palsunya, tetapi bukankah dia seorang yang taat dalam Ibadah, dan aku rasa ia memang serius untuk mengajakku menikah Nik, tapi kenapa dia malah meminang Rizka sahabat kita Nik, kenapa dia setega itu Nik, dia kan tahu kalau kita bertiga sahabatan Nik, tetapi kenapa Rizka dan Dia kompak sekali menyakiti dan mencabik-cabik hati ini Nik, apa aku buruk dan jahat Nik, apa aku tak boleh bahagia Nik?”
“Laki-laki yang baik hanya untuk wanita yang baik Yan” Ucapku Tegas.

Kamu

kau, yang setiap terlihat seolah ada kesejukan
kamu, yang jika berpapasan ada rona bahagia di hati
you,
yang ketika berbicara tak pernah tinggi nada
kamu, yang ketika marah hanya dengan raut wajah
you,
kau, yang ketika tersenyum menyejukkan jiwa
kamu, yang ketika berbicara menyita mata
you,
kau, yang astaga...
wajahmu membawa bahagia
tawamu menambah wibawa
kamu, yang ketika bersua tak berani ku lihat
ya... kamu
yang menyimpan pesona itu

Selasa, 27 Januari 2015

Puisi Tengah Hari

Payung Hati..
ka[an kau tiba
membawanya kepadaku
hujan yang kini
membasahi tubuhmu
dari jauh kulihat punggungmu...
tapi adakah
kau juga melihat punggungku...
Payung Hati
Payung Cinta
bernama Ukhuwah