Senin, 30 Maret 2015

Do'a Sederhana Penghafal Qur'an



Do’a Sederhana Penghafal Qur’an
“Ustdzah, sini dulu ustadzah....” aku terkejut baru saja aku keluar dari ruangan pustaka, Wiyah, Afifah dan Halimah menarik tanganku, mereka memaksaku duduk bersama mereka melingkar di ruang tengah, aih entah apa ulah genk ku hari ini.
“kenapa wiyah? Ustadzah mau ke kantin ni...” akhirnya aku mengeluarkan kata-kata.
Lihatlah, wajah-wajah lucu plus licik mereka, penuh misteri dan sesuatu yang tak pernah kita bayangkan, hingga akhirnya Wiyah si ketua genk angkat biacara, dengan gaya berbisik dan emua kepala kami menunduk, aku pun ikut wiyah berkata.
“gini ustdzah, tadi kan hi hi hi” inilah kelebihan murid satu ni, belum selesai apa yang ia ceritakan tawanya sudah keluar.
“tadi subuh setelah sholat, Wiyah sengaja doa’in ustadzah Mela supaya Allah jodohin dengan Ustadz Rio, buanyak-buanyak Wiyah doa kan ustadzah...” Wiyah semangat bercerita
Tu kan, sudah ku katakan entah apa yang mereka pikirkan, ada-ada saja berita aneh yang mengisi setiap pagi nya, dan khusus hari ini aku memang terkejut sembari tertawa, kok bisa anak-anak kecil para penghafal qur’an ini berfikir seperti itu, dan tawaku belum juga berhenti.
“Halimah juga ustadzah, kata abi didoakan saja manatau jodoh, jadi kami doakan tadi pagi ustadzah, ya kan kk?”  dan Halimah anggota yang baru kelas dua SD itu pun angkat bicara genk kesayanganku itu termasuk anak yang jarang bicara loh, tapi kali ini semangat sekali mereka bercerita seolah mereka butuh partner pemersatu doa-doa mereka.
“iya ustdzah Afifah juga do’a berdua adek tadi subuh, nantik duha kami doakan lagi lah” Afifah sang kakak dari Halimahpun ikut bercerita.
Ya Allah, sedikitpun aku tak pernah mengajarkan hal seperti ini kepada mereka, apa impian mereka terlarang untuk melihat ustadz dan ustadzahnya bersatu, atau mungkin aku harus menanamkan pemahaman yang baik kepada mereka atauuuu
“Asslamualaikum...!!” tetiba di pintu depan ustadzah Mela datang dan langsung nimbrung ke lingkaran kami, mukanya penuh selidik dan curiga.
“hayo... lagi ngomongin ustdzah ya....” ustadzah Mela sepertinya mencium aroma namanya dipercakapan kami.
Baru akau akan mengeluarkan kata-kata, Wiyah menarik tanganku dan sontak berdiri menutup mulutku dan ini membuat k Mela sangat curiga, hingga jiwa anak-anaknya keluar
“apa ni, eeee apa ni,,, kan Wiyah and the gank gitu,,, kan kan,,, merajuk ustadzah ni....” k Me kalau sudah bersama anak-anak sifatnya udah sama ajah.
“eeee, ya ya ustdzah Wiyah ceritain ya... tunggu ya,,,,” ya ampun, Wiyah lucunya kalau lagi terdesak gitu.
“jadi ustadzah Mela... Subuh tadi... Wiyah, halimah dan afifah... mendoakan ustdzah Mela menikah dengan...”. mereka membuat coor kompak
“USTADZ RIO....” Ya Allah, anak-anak ini....
“G MAU...... ish jangan lah.... gank... jangan ustadz Rio lah.... mohon ustdzah ha.... ya.... jangan ya....” k Me menaruh muka kecewa dan penolakan keras atas do’a anak-anak, lihatlah wajah merajuknya yang lucu, predikat ustadzahpun luntur seketika saat ia kembali ke sifat anak-anaknya.
“tapi kami suka, kami mau ustadzah Mela dan Ustadz Rio menikah tahun ini ya Allah...” dengarlah do’a Wiyah untaian kata yang lahir dari lubuk hatinya nan penuh keikhlasan.
Aku membisikkan sesuatu di telinga k Me
“kk, apa salahnya sama ustadz Rio? Pun anak-anak suka dan setuju, g baik menolak do’a para penghafal qur’an kk”
Sontak wajah k Me berubah, rautnya serius sangat serius pun anak-anak terdiam seketika melihat wajah k Me, dan ia pun berlalu di antara kami menuju ruangannya dan,
“BRAKK”
Pintu itu ditutup dengan kerasnya membuatku dan Wiyah, Afifah serta Halimah terkejut, termasuk Ustdz Rio yang baru datang
“eh kenapa Wiyah?” ustadz Rio bertanya kepada Wiyah yang sudah terdiam membisu
Perlahan Wiyah Afifah dan Halimahpun putar badan, mengambil tas dan menuju ruangan pustaka, lunglai langkah kaki mereka, dan aku hanya bisa menyaksikan mereka berlalu tanpa kata. Karena tak ada kata yang bisa kugunakan untuk menghibur mereka, sedang hatikupun merasakan hal yang sama dengan mereka.
Akupun hendak berlalu menuju kantin, tapi di jegat oleh ustdz Rio
“anak-anak kenapa ustadzah? Kok Wiyah and the gank lesu dan g ceria pun mereka g biasa diam gituh?” tanya ustadz Rio singkat.
Ok baiklah ini saatnya aku yang memberikan penjelasan
“gini ustadz Rio, tadi Wiyah n the gank cerita dengan saya, katanya mereka mendo’akan ustadzah Mela dan ustadz Rio menikah”
“APA??” Ustadz Rio menyela kata-kataku, sedangkan aku terdiam mendengar kata yang keluar dari mulutnya.
“nah, saya lanjutkan ya ustadz, dan do’a mereka itu rajin mereka minta sama Allah setiap selesai sholat termasuk sholat duha, daaan tiba-tiba ustadzah Mela datang dan mendengar langsung do’a itu, beliau terdiam dan menutup pintu dengan keras, dan seketika itulah Wiyah and the gank terdiam lalu balik arah ke pustaka.”
“astagfirullah...” ucap ustadz Rio lirih.
Ustadz Rio menuju pustaka melobi anak-anak bertiga itu walau agak lama tetapi ustadz Rio berhasil  membawa mereka ke ruangan ustadzah Mela, aku hanya diam meihatnya karena aku tidak diajak tetapi aku hanya menyaksikan kejadian ini, tiga kali mereka mengetuk pintu ruangan ustadzah Mela yang akhirnya dibuka juga.
Semua berdiri di depan pintu, termasuk ustadzah Mela yang masih dengan wajah kecewanya.
“ustadzah Mela, tidak baik menolak do’a anak-anak ini, kan mereka gank kita?” ustadz Rio membuka percakapan di depan ruangan itu. Sementara Wiyah Afifah dan halimah masih diam membisu.
“ustadzah kan tahu, anak-anak kita ini anak yang baik, penghafal alqur’an dan rajin beribadah, nah apa salahnya mereka mendo’akan usatadzah Mela menikah dengan saya? Kan tidak ada yang salah?” ya ampuuun ustadz Rio pede mengeluarkan kata-kata ini, aku yng melihat di sudut ruangan tersenyum sendiri.
“SALAH...” Jawab ustadzah Mela dengan nada Marah
“ok kalau ustadzah Mela merasa ini salah, baiklah maka dengan ini...” Lihat Ustadz Rio mulai mensejajrkan tingginya dengan anak-anak ia setengah berlutut di depan pintu ruangan ustadzah Mela, kami semua heran dengan kejadian ini termasuk aku yang terperangah sendiri di sudut ruangan.
“MAU KAH USTADZAH MELA MENJADI ISTRI SAYA?” Kalimat itu meluncur dari mulut ustadz Rio,
“YE.... MAU... MAU....MAU aja ustadzah Mela...”  wajah ceria Wiyah Afifah dan Halimah kembali ceria tapi tidak dengan ustadzah Mela, ia tersenyum lalu
“BRUK”
Ustadzah Mela kembali menutup pintunya dan kali ini membuat ustadz Rio terjatuh dan anak-anakpun ikut terjatuh, dan aku hanya bisa tertawa di sudut ruangan.

Senin, 23 Maret 2015

Merangkai Impian



Merangkai Impian
Senja itu, saat mentari hampir tenggelam di ufuk barat, ia terlihat gontai menghampiri ku di tepian masjid, saat itu aku sedang menunggu kumandang azan, sembari menikmati pemandangan yang indah , ia mensejajarkan duduknya denganku meluruskan kaki, lalu menundukkan wajahnya dalam-dalam lalu menyapaku lemah
“kakak..”  nadanya  lesu, bahkan sapaan itu seperti bisikan angin yang berhembus.
Aku menoleh, melihat wajahnya yang sendu, lihatlah adik kesayanganku ini, badannya semakin kurus saja. Aku mengusap punggungnya, aku tahu yang ia rasakan, aku tahu kalau sudah seperti ini ia akan mencariku di sini tempat favorit kami tempat aku selalu menunggunya selesai bermain bola lalu sholat magrib bersama.
“Adi gagal k...” ia melanjutkan ceritanya, sementara aku hanya diam
“SEMUA NASEHAT KK PERCUMA.....” ia histeris, kasar ia menepis tanganku sembari menangis.
“ALLAH tu g sayang sama Adi, Allah g adil dengan Adi, kenapa Adi g terpilih kk, KENAPA...???” semuanya meluap begitu saja, pun air mataku turut jatuh.
“impian itu tinggal selangkah lagi k, tinggal selangkah lagi Adi akan berangkat ke Jakarta menjadi bagian dari Timnas Junior, tapi semuanya kacau kk, SEMUANYA KACAU....” ia sesegukan sungguh aku tak kuasa mendengar kata-katanya.
Ya Allah tubuh kurus adik kesayanganku impian sederhananya yang terkikis sudah, aku merangkulnya, aku tahu derita yang menghampirinya, sungguh aku tak kuasa melihatnya seperti ini, adik kesayanganku....
Aku berdiri, mencoba mengajaknya berdiri, azan sudah berkumandang, saatnya untuk magrib bersama.
“Kita Sholat dulu dek...” jawabku lemah
Ia melepas pelukanku, mengambil tas dan sepatu yng dibawanya
“Adi g mau SHOLAT....” ia berlalu, aku tahu ia pulang, dan aku juga tahu ia tak akan meninggalkan sholat yg sudah menjadi janji setia kami dulu, saat ia akan di sunat.
“Adi janji sama kk, kalau Adi udh di sunat Adi g mau ninggalin sholat lagi, Adi bakalan sholat jamaah di masjid sama-sama dengan kk.”  Yah aku tahu itu, dia tak akan meninggalkan sholat pun karena masalah ini tak akan aku percaya itu.
Adi, adik laki-laki kesayanganku, kami hanya berdua, dia dan aku hanya saja jarak kami cukup jauh, 12 tahun namum bagiku dia adalah kado terindah, dari kecil kami sering main bola bersama, aku sengaja mengarahkannya untuk hoby bermain bola, sementara aku seringnya menjadi wasit saat ia bermain dengan kawan-kawannya, kalau sedang sibuk biasanya aku hanya menontonnya di pinggir lapangan.
Dia sangat semangat untuk bermain bola, ayah dan ibu tak melarangnya, orangtua kami demokratis terhadap hoby, asalkan tdk melalikan sholat, karena sholat tetap utama, Adi dulu susah disuruh sholat bahkan diupah pakai duit pun dia tetap tidak mau, bahkan dulu dia hanya menungguku sholat berjamaah dengan duduk di belakang ku, hingga akhirnya pemahaman itu kutanamkan perlahan-lahan, puncaknya adalah saat akan disunat.
“kk, kalo udh di sunat dosanya nanggung sendiri ya?” tanya nya lugu sebelum masuk bilik operasi.
Bagiku ini kesempatan
“iya dek, kan udah baligh udh nanggung dosa dan pahala sendiri, sudah wajib sholat dan puasa”  jelasku kala itu.
“kita janji yok kk, kalo Adi selesai sunat Adi mau rajin sholat!” aku mengagguk mempertautkan jari kelingking kami, janji ala anak-anak.
Sekarang lihatlah tubuh tinggi dan kurus itu sedang frustasi, tak ada semangat di sana, seolah telah kandas di lapangan seleksi itu. Aku sebagai kk sangat tahu apa yang harus kulakukan.
Selesai sholat berjamaah, kutelfon rekan kerjaku, aku memintanya menemaniku bertemu dengan panitia seleksi di alamat yang dikasih Adi tadi pagi.
Kami kesana, dan betapa terkejutnya aku, tak ku sangka...
“Amelia, itu kau?” ujar seseorang di sudut lapangan.
“Imran?” balasku tak kalah terkejut
“Barokallah Imran, kita bisa berjumpa di sini? Kamu panitia seleksinya? Kenapa g ngelulusin adek aku?” aku nyerocos ya ampun, Imran itu sahabat karibku saat SD, dia soulmate serta  rival Matematika ku dan tentunya sahaabat terbaik ku, saat Adi lahir Imran dan keluarganya pindah ke Jakarta, aku lupa melepasnya karena terlalu bahagia akan kehadiran Adi di tengah-tengah keluarga kami, dan sekarang setelah sekian lama kami dipertemukan kembali karena Adi.
“Alahmdulillah Mel, yup aku panitianya dan ideku berhasil” Imran mengajak kami duduk dan sejenak bercerita kenapa ia tidak meloloskan Adi.
“Aku sengaja Mel, aku melihat kekuatan, ambisi dan cita-cita di wajah adikmu, bahkan sekilas aku bisa melihat dirimu menyatu di sana, aku penasaran apa ia dia adikmu, aku berulangkali membaca biodatanya, dan pangling dengan gelar di namamu, ku kira kau akan kuliah pendidikan ternyata kau kuliah Agama, seingatku kau kan tomboy minimal masuk tekhnik gitu..” jelas Imran
“yah, semakin bertambah usia aku semakin semangat mencari ilmu Agama im..” jawabku singkat
“Sebenarnya Adi itu kandidat no 1 Mel, awal seleksi saja kami sudah meluluskannya, hanya saja aku penasaran denganmu ya,, dengan kk nya, lalu ia tidak kuloloskan dengan harapan kau akan ke sini, karen itu tabiatmu kan, kau akan mencari penjelasan atas sebuah keputusan, dan... yup aku berhasil, akhirnya kau datang Mel, dan tebakanku benar, kau belum merubah sifat lamamu dalam menerima keputusan itu.” Imran tersenyum begitupun aku.
“Baiklah, kau sudah puas im? Sekarang kau harus ke rumahku dan menjelaskan semuanya kepada adik kesayanganku, aku tak mau ia menyela Tuhan dan kakaknya.” Jelasku singkat.
“ops ok, baiklah mis arrogant...” balasnya
Kami sampai di rumah, Nita dan Imran kupersilahkan duduk di ruang tamu, aku masuk memanggil Adi, aku tersenyum melihatnya sedang mengaji di ruang tengah walau masih terlihat sedih.
“dek, di depan ada temen kk mau ketemu sama adek, liat gih, katanya mau nyampein sesuatu” ucapku lembut.
Adi berjalan lemah menuju ruang tamu, lunglai tubuhnya berubah tegap saat melihat tamu yang dimaksd
“loh, bg Imran? Kok bisa ke rumah Adi?” tanya nya dengan penuh ke kagetan.
“iya di, abang ngantar tiket, seragam timas junior dan sepatu bola untuk Adi. Dan selamat ya,, kamu terpilih untuk menjadi bagian dari timnas junior wilayah sumatra” ucap Imran mantap.
“ya Allah... Adi kepilih bang? Serius Adi kepilih?” nadanya sangat senang, lalu tanyanya berhenti seketika.
“eh, apa kak Amel mengiba kepada abang untuk meloloskan Adi?” tanyanya penuh selidik.
Aku keluar sambil membawa nampan yang berisi 4 gelas teh hangat
“nggak Adi sayang, itu di sengaja sama bang Imran, buat jumpa sama kk, wong bg Imran ini sahabat kk waktu SD jadi dia ni sengaja g lolosin adek, biar kk datang ke sana, jadinya yah gini nih,” aku menjelaskan sembari meletakkan gelas yang telah berisi teh di atas meja.
“Adi lolos kk, Adi LOLOS...,,,,” ia senang, sangat senang apalagi aku.
Ya Allah ada saja cara yang Kau beri untk kami, sejenak DUKA itu berganti BAHAGIA, terimakasih ya Allah.
“eh, ada satu lagi di..” Imran memotong kebahagiaan Adi tiba-tiba.
“apa bang?”  tanyanya cepat.
“kalau abang Nikah sama kk kamu, boleh g?” pertanyaan Imran sontak membuat rumah hening tak bergeming....

(uun)

Sabtu, 21 Maret 2015

AR.. Anggota Baru Kami



Anggota Baru
Dia hadir, dengan sederhana
Sangat sederhana
Senyuman indahnya di setiap pagi
Langkah tegapnya saat berjalan dan..
Ketawadu’annya dalam berbicara

Dia hadir di tengah-tengah kami
Dia kiriman dari nageri Para Nabi
Dia paket sempurna  dri negeri Seribu Menara
Dia, yang astaga, kahadirannya selalu di nanti

Kekakuannya dalam berinteraksi
Kebingungannya dalam menanggapi kami
Serta keluguannya dalam kode-kode aneh kami
Tapi ketajaman ucpannya bisa membuat hati membeku

Dia, yang dikira sederhana
Namun kaya akan ilmu agama
Dia yang dikira tak bisa berinteraksi
Ternyata banyak menjaga hal syubhat
Dia yang dikira kaku
Ternyata hanya ingin menjaga

Dia, anggota baru keluarga kami
Pernah ia terdiam karena hujaman kata-kata
Lama ia menghilang
Terlihat gundah di wajahnya
Ada bagian hati ini yg hilang saat ia tak ada
Hanya do’a yang kala itu bisa menggantikannya

Lalu ia kembali hadir
Bunga ini kembali mekar
Ia kembali ceria dengan caranya
Dan berusaha menyatu
Dengan kami yang beraneka tingkah

Dia, dengan ketawadu’annya
Semoga semkin bisa memahami kami
Dan kami bisa memahami kamu

Selamat milad anggota baru
(jika suatu hari akhirnya kamu pergi, maka.....)
Hari Puisi Internasional