Kamis, 08 Oktober 2015

Ulasan Nikah



Ulasan Singkat Tentang Nikah
UniLilis
Menikah bukanlah perkara mudah, memang, bahagia selalu kita lihat dari pasangan yang sudah menikah, namun kita lupa ternyata di balik senyum bahagia itu ada sejuta derita yang mereka sembunyikan, ada ribuan air mata yang berhasil mereka tutupi. Terlihat senang memang di awal, bahkan aku sudah mempelajari masalah perikahan sejak dari aku kuliah, tetapi tetap saja, teori tak seperti realita dan praktek yang terjadi.
Dimulai dari memilih pasangan, lelaki yang baik tentunya akan dipertemukan dengan wanita yang baik juga, itu jelas bahkan hukumnya tertulis di Alquran, namun kini bagaimanakah cara menemukan lelaki baik itu? Bukankah yang terlihat oleh mata ini, semua lelaki itu baik, termasuk teman seharokah, seorganisasi, yang mungkin sering bercengkrama dengan kita, terlihat memang baik, tentunya berbeda dengan teman dekat yang sehari hari tahu kebiasaan kita, kalau teman baik, kita tentunya pernah melihatnya marah, diam merenung bahkan mungkin tak meyapa kita dalam sehari. Tapu kuncinya adalah, lihatlah dirimu, maka kau akan melihat seperti apa jodohmu.
Lelaki memang memiliki sejuta misteri, apakah mereka membutuhkan wanita yang cantik untuk melengkapi hidupnya? Cukupkah hanya sekedar cantik yang membuat mata para lelaki lain ikut memandang kecantikan istrinya? Atau akhirnya ia malah menyuruh istrinya untuk tetap di rumah saja ditakutkan karena kecemburuan, ya... ini bisa saja terjadi dalam biduk rumah tangga, wanita harus siap, karena dunia yang dihadapi tak lagi sama saat sendiri, semuanya sudah berdua, bukankah istri adalah pakaian dari suami dan suami adalah pakaian dara istri?
Wanita harus kuat dan memiliki azzam yang besar jika memang ingin bergelarkan istri, karena di sisi lain kita akan memiliki dia yang tentunya tidak bisa dipisahkan dari ibunya, kalian tentu tahu, kasih sayang seorang ibu itu sangatlah besar kepada anak lelali tak sama seperti sayang kepada anak perempuan, walaupun ibu selalu berusaha adil membaginya, namun tetap saja lelaki lebih utama, karena surga tak pernah hilang dari kaki ibu yang memiliki anak lelaki, lalu kita? Setelah ijab qabul itu terucap, ribuan malaikat menjadi saksi, saat itulah yah.. saat itu perpindahan surga terjadi, dari kaki ibu ke kaki suami, itulah kodrat wanita, baik atau buruk suaminya, surga tetap ada di kakinya.
Jangan hanya membayangkan kesenangan dalam rumahtangga, kemana-mana berdua, posting foto, kata-kata mesra, walaupun memang sudah halal, tapi terkesan memamerkan hubungan, yang membuat orang lain cemburu, ingatlah sewajarnya saja jika di khalayak banyak, takutnya terkadang ada orang yang suka dan ada juga yang tidak suka dengan kita, terlebih perasaan para singgle.
Lalu, wanita seperti apakah yang dibutuhkan seorang lelaki? Entahlah yang kutahu, kulihat ibuku sangat melangkapi ayahku, apakah ibuku cantik? Ah, kita tahu bahwa kecantikan wanita itu fariatif, tak bisa dinilai dengan satu sudut pandang saja, namun jika dari lahirnya memang cantik parasnya maka cantiklah, tetapi ada yang sejuk dipandang mata, ada yang senyumnya menentramkan hati, ada yang tutur katanya menenangkan, dan yang lainnya, karena tak semua wanita cantik memancarkan kesejukan bila dipandang, carilah wanita yang memang bisa menjadi pendamping, pelengkap dalam rumahtangga, wanita yang kuat menghadapi aneka cita rasa nano-nano dalam rumah tangga.
Ditambah lagi jika terjadi masalah, wanita harus siap dengan ini semua, karena rumahtangga itu adalah ibarat mengarungi lautan, yang kita tidak pernah tahu apakah gelombang akan baik baik saja, atau bahkan mengamuk meluluh lantakkan kapal besar kita, nan akhirnya membuat kita berlayar dengan sekoci kecil?
Jadilah wanita yang mampu bertahan dengan segala macam cobaan, cabaran yang ada di hadapan, menikah bukan tentang aku dan kamu atau bukan tentang kamu dan dia, tapi tentang dua keluarga besar bahkan 4 keluarga besar.
Tak jarang perbedaan adat seringkali menjadi pemicu percikan api kecil dalam rumahtangga, kebiasaan yang juga berbeda membuat kita harus responsif dalam bertindak dan solitif dalam mengambil keputusan, bisa saja sesuatu itu biasa di rumahnya, namun ternyata, itu sesuatu yang pantang bagi keluarga besar kita, lalu haruskan kita saling bertengkar karenanya? Tidak, tapi bagaimana saling bergandengan tangan tuk mengadapi semuanya, kompak dalam menyelesaikan masalah yang ada, bukan memilih lari bahkan pergi meninggalkan ia sendiri.
Sesulit apapun keadaan, bukankah kita diharuskan bertahan, karena ikatan itu adalah ikatan suci? Lalu sanggupkah kamu menjadi seorang isti? Yang bahkan kita tidak pernah tahu siapa dia? Yang nantinya menjadi suami kita? Apakah seperti yang kita impikan? Mendapatkan pangeran yang bisa membawa kita kemana saja, menjadikan kita ratu di istananya, sanggupkah kita hidup dalam aturan kejaraan? Atau memang sukakah kita menjadi istri dari seorang raja?
Lalu bagaimana jika sang suami kita adalah kalangan biasa saja, rakyat jelata yang untuk dapat makan sehari saja cukup baginya, sanggupkah kita bersamanya membangun tiang-tiang rumah syurga, tanpa sedikitpun meninggalkannya, sanggupkah kita menahan kecemburuan dengan kesuksesan sahabat kita yang mungkin sudah menikah dengan anak datuk atau bahkan anak dari orang kaya yang cukup tinggal di rumah saja sudah bahagia.
Atau sanggupkah kita menjadi istri dari seorang pengacara, hakim, polisi, orang terkenal yang mau tidak mau menuntut kita juga terlibat dalam dunia kerjanya menjadi patner dalam pekerjaannya? Sanggupkah kita duhai wanita?
Karena pernikahan bukan satu atau dua hari, bukan setahun seperti amanah organisasi atau 5 tahun dalam jabatan pemerintahan, tetapi selamanya, selama kita mampu bersamanya, menjalin hubungan baik dengan keluarganya, dengan keluarga kita, sepanjang kita mampu selalu berada di sampingnya, memampukan diri saat menerima kenyataan jika disepanjang perjalanan ia sakit, bahkan ia terpuruk, ketika ia berada di titik terbawah hidupnya, atau ketika ia berada di puncak kesuksesannya?
Sanggupkah kita melihatnya bersama wanita lain yang merupakan delegasi kerjanya. Sangguplah kita ditinggal pergi demi pekerjaan atau urusan da’wahnya? Sanggupkah kita menjadi singgle parent saat ia harus pergi jauh meninggalkan kita dan anak anak nantinya?
Ini tentang realita hidup, karena pernikahan bukan tentang aku dan kamu, kamu dan dia atau bukan tentang kau dan dia, ini tentang dunia dan keluarga besar.
Lalu siapakah jodoh kita? Semoga ia yang mampu menerima kita apa adanya, dan yakin jika kita adalah pendamping, patner yang akan membantunya, bersamanya dalam suka, maupun duka bahkan jika diuji dengan perpisahan, kita harus mampu untuk saling menjaga dan tetap saling percaya, saling menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Menjadi penyempurna dalam hidupnya. Dan dipersatukan kembali di jannnahNya.
Ini hanya tulisan sederhana dari saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar