Ulasan
Singkat Tentang Nikah
UniLilis
Menikah
bukanlah perkara mudah, memang, bahagia selalu kita lihat dari pasangan yang
sudah menikah, namun kita lupa ternyata di balik senyum bahagia itu ada sejuta
derita yang mereka sembunyikan, ada ribuan air mata yang berhasil mereka
tutupi. Terlihat senang memang di awal, bahkan aku sudah mempelajari masalah
perikahan sejak dari aku kuliah, tetapi tetap saja, teori tak seperti realita
dan praktek yang terjadi.
Dimulai
dari memilih pasangan, lelaki yang baik tentunya akan dipertemukan dengan wanita
yang baik juga, itu jelas bahkan hukumnya tertulis di Alquran, namun kini bagaimanakah
cara menemukan lelaki baik itu? Bukankah yang terlihat oleh mata ini, semua
lelaki itu baik, termasuk teman seharokah, seorganisasi, yang mungkin sering
bercengkrama dengan kita, terlihat memang baik, tentunya berbeda dengan teman
dekat yang sehari hari tahu kebiasaan kita, kalau teman baik, kita tentunya
pernah melihatnya marah, diam merenung bahkan mungkin tak meyapa kita dalam
sehari. Tapu kuncinya adalah, lihatlah dirimu, maka kau akan melihat seperti
apa jodohmu.
Lelaki
memang memiliki sejuta misteri, apakah mereka membutuhkan wanita yang cantik
untuk melengkapi hidupnya? Cukupkah hanya sekedar cantik yang membuat mata para
lelaki lain ikut memandang kecantikan istrinya? Atau akhirnya ia malah menyuruh
istrinya untuk tetap di rumah saja ditakutkan karena kecemburuan, ya... ini
bisa saja terjadi dalam biduk rumah tangga, wanita harus siap, karena dunia yang
dihadapi tak lagi sama saat sendiri, semuanya sudah berdua, bukankah istri
adalah pakaian dari suami dan suami adalah pakaian dara istri?
Wanita
harus kuat dan memiliki azzam yang besar jika memang ingin bergelarkan istri,
karena di sisi lain kita akan memiliki dia yang tentunya tidak bisa dipisahkan
dari ibunya, kalian tentu tahu, kasih sayang seorang ibu itu sangatlah besar kepada
anak lelali tak sama seperti sayang kepada anak perempuan, walaupun ibu selalu
berusaha adil membaginya, namun tetap saja lelaki lebih utama, karena surga tak
pernah hilang dari kaki ibu yang memiliki anak lelaki, lalu kita? Setelah ijab
qabul itu terucap, ribuan malaikat menjadi saksi, saat itulah yah.. saat itu
perpindahan surga terjadi, dari kaki ibu ke kaki suami, itulah kodrat wanita,
baik atau buruk suaminya, surga tetap ada di kakinya.
Jangan
hanya membayangkan kesenangan dalam rumahtangga, kemana-mana berdua, posting
foto, kata-kata mesra, walaupun memang sudah halal, tapi terkesan memamerkan
hubungan, yang membuat orang lain cemburu, ingatlah sewajarnya saja jika di
khalayak banyak, takutnya terkadang ada orang yang suka dan ada juga yang tidak
suka dengan kita, terlebih perasaan para singgle.
Lalu,
wanita seperti apakah yang dibutuhkan seorang lelaki? Entahlah yang kutahu,
kulihat ibuku sangat melangkapi ayahku, apakah ibuku cantik? Ah, kita tahu
bahwa kecantikan wanita itu fariatif, tak bisa dinilai dengan satu sudut
pandang saja, namun jika dari lahirnya memang cantik parasnya maka cantiklah,
tetapi ada yang sejuk dipandang mata, ada yang senyumnya menentramkan hati, ada
yang tutur katanya menenangkan, dan yang lainnya, karena tak semua wanita
cantik memancarkan kesejukan bila dipandang, carilah wanita yang memang bisa
menjadi pendamping, pelengkap dalam rumahtangga, wanita yang kuat menghadapi
aneka cita rasa nano-nano dalam rumah tangga.
Ditambah
lagi jika terjadi masalah, wanita harus siap dengan ini semua, karena rumahtangga
itu adalah ibarat mengarungi lautan, yang kita tidak pernah tahu apakah
gelombang akan baik baik saja, atau bahkan mengamuk meluluh lantakkan kapal
besar kita, nan akhirnya membuat kita berlayar dengan sekoci kecil?
Jadilah
wanita yang mampu bertahan dengan segala macam cobaan, cabaran yang ada di
hadapan, menikah bukan tentang aku dan kamu atau bukan tentang kamu dan dia,
tapi tentang dua keluarga besar bahkan 4 keluarga besar.
Tak
jarang perbedaan adat seringkali menjadi pemicu percikan api kecil dalam rumahtangga,
kebiasaan yang juga berbeda membuat kita harus responsif dalam bertindak dan
solitif dalam mengambil keputusan, bisa saja sesuatu itu biasa di rumahnya,
namun ternyata, itu sesuatu yang pantang bagi keluarga besar kita, lalu
haruskan kita saling bertengkar karenanya? Tidak, tapi bagaimana saling bergandengan
tangan tuk mengadapi semuanya, kompak dalam menyelesaikan masalah yang ada,
bukan memilih lari bahkan pergi meninggalkan ia sendiri.
Sesulit
apapun keadaan, bukankah kita diharuskan bertahan, karena ikatan itu adalah
ikatan suci? Lalu sanggupkah kamu menjadi seorang isti? Yang bahkan kita tidak
pernah tahu siapa dia? Yang nantinya menjadi suami kita? Apakah seperti yang
kita impikan? Mendapatkan pangeran yang bisa membawa kita kemana saja, menjadikan
kita ratu di istananya, sanggupkah kita hidup dalam aturan kejaraan? Atau
memang sukakah kita menjadi istri dari seorang raja?
Lalu
bagaimana jika sang suami kita adalah kalangan biasa saja, rakyat jelata yang
untuk dapat makan sehari saja cukup baginya, sanggupkah kita bersamanya
membangun tiang-tiang rumah syurga, tanpa sedikitpun meninggalkannya, sanggupkah
kita menahan kecemburuan dengan kesuksesan sahabat kita yang mungkin sudah
menikah dengan anak datuk atau bahkan anak dari orang kaya yang cukup tinggal
di rumah saja sudah bahagia.
Atau
sanggupkah kita menjadi istri dari seorang pengacara, hakim, polisi, orang
terkenal yang mau tidak mau menuntut kita juga terlibat dalam dunia kerjanya menjadi
patner dalam pekerjaannya? Sanggupkah kita duhai wanita?
Karena
pernikahan bukan satu atau dua hari, bukan setahun seperti amanah organisasi
atau 5 tahun dalam jabatan pemerintahan, tetapi selamanya, selama kita mampu
bersamanya, menjalin hubungan baik dengan keluarganya, dengan keluarga kita,
sepanjang kita mampu selalu berada di sampingnya, memampukan diri saat menerima
kenyataan jika disepanjang perjalanan ia sakit, bahkan ia terpuruk, ketika ia
berada di titik terbawah hidupnya, atau ketika ia berada di puncak
kesuksesannya?
Sanggupkah
kita melihatnya bersama wanita lain yang merupakan delegasi kerjanya.
Sangguplah kita ditinggal pergi demi pekerjaan atau urusan da’wahnya? Sanggupkah
kita menjadi singgle parent saat ia
harus pergi jauh meninggalkan kita dan anak anak nantinya?
Ini
tentang realita hidup, karena pernikahan bukan tentang aku dan kamu, kamu dan
dia atau bukan tentang kau dan dia, ini tentang dunia dan keluarga besar.
Lalu
siapakah jodoh kita? Semoga ia yang mampu menerima kita apa adanya, dan yakin
jika kita adalah pendamping, patner yang akan membantunya, bersamanya dalam
suka, maupun duka bahkan jika diuji dengan perpisahan, kita harus mampu untuk
saling menjaga dan tetap saling percaya, saling menerima segala kekurangan dan
kelebihannya. Menjadi penyempurna dalam hidupnya. Dan dipersatukan kembali di
jannnahNya.
Ini
hanya tulisan sederhana dari saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar