Jumat, 23 Oktober 2015

Asap di Negeri Penuh Lelucon



Asap di Negeri Penuh Lelucon
(uni Lilis, sebuah goresan hati)
Dimana-mana pembahasannya adalah asap, hei  tentu saja asap ini sama dengan cinta yang tak pernah habis untuk di bahas, dan asap maupun cinta sama-sama merindukan hujan. Bagaimana mungkin hujan juga dirindukan cinta? Kalau hujan dirindukan asap, apa iya asap merindukan hujan? Oke baik mereka yang seringkali menghirup asap dan sudah muak bahkan tidak tahan, ingin sekali hujan datang walau hanya sekedar meredakan amukan asap ini, atau walau hanya memberi kabar bahwa ia akan datang dengan angin yang banyak serta gemuruh yang bertabu-tabu menghantarkan sedikit udara segar.
Asap dan cinta, cinta yang penuh asap, asap yang dicintai pemerintah, asap yang tak dirindukan. Ah, kasian sekali untukku dan provinsiku, provinsi tempatku dilahirkan, provinsi tetangga, bahkan provinsi di pulau seberang sana, kasihan sekali kita ya..
Jantung pertahanan paru-paru kita sudah dibakar habis-habisan, itupun tanpa kita tahu siapa yang telah tega membakarnya, siapa yang bahkan dengan senang hati, tanpa merasa bersalah telah menganiaya kita dengan merusak jantung pernafasan kita ini, mereka kejam sekali, membunuh kita secara perlahan, bahkan sekarang para cukong pemilik lahan, atau bisa jadi cukong yang sengaja membayar oknum-oknum para pencari duit itu sedang tertawa puas melihat kita terkapar, bahkan meninggal dunia, bahkan tidak sehat lagi, atau mereka sengaja membuat kita mati muda, menyimpan ribuan juta racun di dalam paru-paru kita, bahkan korban yang meninggal semalam, bocah yang duduk di kelas 3 SD menyimpan awan indah di paru-parunya. Ah, awan indah kumpulan racun yang akhirnya membawanya bertemu malaikat maut.
Mereka kejam, sangat-sangat kejam, bahkan aku kini lupa siapa pemimpin negeri penuh lelucon ini? Membiarkan kami mati satu persatu, tertawa renyah menerima tamu dari Denmark, namun tak memandang kami sedikitpun yang hampir tenggelam dari peradaban, bahkan mungkin Indonesia ini tanpa SUMATERA, tanpa KALIMANTAN, dan tanpa PAPUA? Apakah Indonesia itu hanya Pulau JAWA, BALI yang ketika musim hujan juga terendam, itu yang mereka perhatikan? Lebih baik kami merdeka sendiri saja...
Ataukah karena suara pemimpin negeri ini tidak menang di pulau kami yang indah ini? Apakah karena dendam parpol yang tak berkesudahan sanggup membuat kami terkapar mega-megap tanpa oksigen bersih, melumpuhkan semua pendidikan, sengaja membuat rakyat ini bodoh, hingga mampu dikuasai asing, para cukong yang mulai berdatangan dengan bangganya di negeri ini.
Apakah kami 3 pulau terbesar ini hanya anak tiri dari negeri ini? Ah, kami ibarat anak sulung yang hanya disuruh bekerja, bekerja, dikuras tenaga dikeruk hasil buminya tanpa dibalas apapaun, bahkan ketika sedang sakit seperti ini kami tak dipandang, astaga, pemimpin seperti apa sebenarnya yang sedang memimpin negeri ini.
Kini siapa yang peduli dengan kami? Siapa yang mau menyelamatkan kami? Sedang pemimpin negeri ini sedang sibuk dengan permainan bola bergelinding yang diperebutkan 22 orang, yang pialanya hanya berbahan kayu, dan hadiahnyapun boleh ngutang, bahkan pertandingan yang hanya membutuhkan lapangan tidak lebih dari 1 hektar luasnya, bisa membuat pemimpin negeri ini mengerahkan 30.000 personil untuk berjaga-jaga.
Kita ni lihat, kita, kami, kita aduhai sedihnya, lahan yang terbakar itu 40.000 hektar kawan, yah 40.000 ribu hektar, kalian tahu berapa personil yang dikirim pemimpin kita yang penuh lelucon itu, hanya 20.000 personil kawan-kawan, hanya 20.000 personil.
Merak ingin berapa nyawa lagi yang berkurang hingga akhirnya mereka benar-benar peduli? Atau mereka baru akan tiba dan tergerak hatinya ketika semua warga di sini meninggal dunia, atau memutuskan keluar dari NKRI yang tercinta ini, aduhai apa kata dunia tentang negeri yang katanya greenland yang hilang, surga dunia yang kini telah berubah menjadi neraka dunia. Memang bencana di negeri kami ini berbeda dari derah yang lainnya, namun kemana kami harus mengungsi, kemana kami harus pergi, kemana kami harus bernafas?
Wahai, pemimpin yang kami hormati, tidak adakah lagi nuranimu untuk kami, sebenci itukah kamu dengan kami, pulau yang indah ini, kenapa kehadiranmu bahkan tak mempengaruhi apapun, sebenarnya anda pemimpin di negara mana? Setega itukah hati seorang pemimpin, atau hasil Tallent maping anda memang tidak ada point empatynya.
Kami mulai lelah dengan kepemimpinan ini, 4 tahun akan kami tunggu dengan indah wahai para pengeruk kebahagiaan kami, 4 tahun itu akan segera berlalu wahai penguasa rezim lelucon di negeri ini, 4 tahun itu akan kami rebut darimu, 4 tahun itu dendam anak-anak negeri ini akan menggulingkanmu, 4 tahun lagi kau akan melihat pilar-pilar kebangkitan, kau akan melihat anak-anak yang hidup dari asap yang penuh racun ini, akan mendatanganimu, akan merenggut kekuasan itu dari tanganmu, mengkudeta kepemimpinan yang hanya menyengsarakan, pemimpin terbaik itu akan lahir dari pulau keras ini, dari pulau SUMATERA yang hanya kau ambil hasil alamnya tanpa kau perbaiki lagi, pemimpin tangguh itu akan hadir dari pulau KALIMANTAN yang terhormat yang kau grogoti alamnya, ia kan lahir dari SULAWESI yang berdarah juang tinggi.
Bersiaplah wahai rezim lelucon, hari ini kami memang menghirup asap, baiklah kami berterimakasih atas ketIdakpedulian ini, tapi tenang BADAI PASTI BERLALU, dan semoga suatu hari nanti kau sadar dari mimpi-mimpi duniamu, mengiba maaf dari anak-anak yang terserang ISPA....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar