Asap
di Negeri Penuh Lelucon
(uni Lilis, sebuah goresan hati)
Dimana-mana
pembahasannya adalah asap, hei tentu saja asap ini sama dengan cinta yang
tak pernah habis untuk di bahas, dan asap maupun cinta sama-sama merindukan
hujan. Bagaimana mungkin hujan juga dirindukan cinta? Kalau hujan dirindukan
asap, apa iya asap merindukan hujan? Oke baik mereka yang seringkali menghirup
asap dan sudah muak bahkan tidak tahan, ingin sekali hujan datang walau hanya
sekedar meredakan amukan asap ini, atau walau hanya memberi kabar bahwa ia akan
datang dengan angin yang banyak serta gemuruh yang bertabu-tabu menghantarkan
sedikit udara segar.
Asap
dan cinta, cinta yang penuh asap, asap yang dicintai pemerintah, asap yang tak
dirindukan. Ah, kasian sekali untukku dan provinsiku, provinsi tempatku
dilahirkan, provinsi tetangga, bahkan provinsi di pulau seberang sana, kasihan
sekali kita ya..
Jantung
pertahanan paru-paru kita sudah dibakar habis-habisan, itupun tanpa kita tahu
siapa yang telah tega membakarnya, siapa yang bahkan dengan senang hati, tanpa
merasa bersalah telah menganiaya kita dengan merusak jantung pernafasan kita
ini, mereka kejam sekali, membunuh kita secara perlahan, bahkan sekarang para
cukong pemilik lahan, atau bisa jadi cukong yang sengaja membayar oknum-oknum
para pencari duit itu sedang tertawa puas melihat kita terkapar, bahkan meninggal
dunia, bahkan tidak sehat lagi, atau mereka sengaja membuat kita mati muda,
menyimpan ribuan juta racun di dalam paru-paru kita, bahkan korban yang
meninggal semalam, bocah yang duduk di kelas 3 SD menyimpan awan indah di
paru-parunya. Ah, awan indah kumpulan racun yang akhirnya membawanya bertemu
malaikat maut.
Mereka
kejam, sangat-sangat kejam, bahkan aku kini lupa siapa pemimpin negeri penuh
lelucon ini? Membiarkan kami mati satu persatu, tertawa renyah menerima tamu
dari Denmark, namun tak memandang kami sedikitpun yang hampir tenggelam dari
peradaban, bahkan mungkin Indonesia ini tanpa SUMATERA, tanpa KALIMANTAN,
dan tanpa PAPUA? Apakah Indonesia
itu hanya Pulau JAWA, BALI yang ketika musim hujan juga terendam, itu yang
mereka perhatikan? Lebih baik kami merdeka sendiri saja...
Ataukah
karena suara pemimpin negeri ini tidak menang di pulau kami yang indah ini?
Apakah karena dendam parpol yang tak berkesudahan sanggup membuat kami terkapar
mega-megap tanpa oksigen bersih, melumpuhkan semua pendidikan, sengaja membuat
rakyat ini bodoh, hingga mampu dikuasai asing, para cukong yang mulai
berdatangan dengan bangganya di negeri ini.
Apakah
kami 3 pulau terbesar ini hanya anak tiri dari negeri ini? Ah, kami ibarat anak
sulung yang hanya disuruh bekerja, bekerja, dikuras tenaga dikeruk hasil
buminya tanpa dibalas apapaun, bahkan ketika sedang sakit seperti ini kami tak dipandang,
astaga, pemimpin seperti apa sebenarnya yang sedang memimpin negeri ini.
Kini
siapa yang peduli dengan kami? Siapa yang mau menyelamatkan kami? Sedang
pemimpin negeri ini sedang sibuk dengan permainan bola bergelinding yang
diperebutkan 22 orang, yang pialanya hanya berbahan kayu, dan hadiahnyapun
boleh ngutang, bahkan pertandingan yang hanya membutuhkan lapangan tidak lebih
dari 1 hektar luasnya, bisa membuat pemimpin negeri ini mengerahkan 30.000
personil untuk berjaga-jaga.
Kita
ni lihat, kita, kami, kita aduhai sedihnya, lahan yang terbakar itu 40.000
hektar kawan, yah 40.000 ribu hektar, kalian tahu berapa personil yang dikirim
pemimpin kita yang penuh lelucon itu, hanya 20.000 personil kawan-kawan, hanya
20.000 personil.
Merak
ingin berapa nyawa lagi yang berkurang hingga akhirnya mereka benar-benar
peduli? Atau mereka baru akan tiba dan tergerak hatinya ketika semua warga di
sini meninggal dunia, atau memutuskan keluar dari NKRI yang tercinta ini,
aduhai apa kata dunia tentang negeri yang katanya greenland yang hilang, surga dunia yang kini telah berubah menjadi
neraka dunia. Memang bencana di negeri kami ini berbeda dari derah yang
lainnya, namun kemana kami harus mengungsi, kemana kami harus pergi, kemana
kami harus bernafas?
Wahai,
pemimpin yang kami hormati, tidak adakah lagi nuranimu untuk kami, sebenci
itukah kamu dengan kami, pulau yang indah ini, kenapa kehadiranmu bahkan tak
mempengaruhi apapun, sebenarnya anda pemimpin di negara mana? Setega itukah
hati seorang pemimpin, atau hasil Tallent
maping anda memang tidak ada point empatynya.
Kami
mulai lelah dengan kepemimpinan ini, 4 tahun akan kami tunggu dengan indah
wahai para pengeruk kebahagiaan kami, 4 tahun itu akan segera berlalu wahai
penguasa rezim lelucon di negeri ini, 4 tahun itu akan kami rebut darimu, 4
tahun itu dendam anak-anak negeri ini akan menggulingkanmu, 4 tahun lagi kau
akan melihat pilar-pilar kebangkitan, kau akan melihat anak-anak yang hidup
dari asap yang penuh racun ini, akan mendatanganimu, akan merenggut kekuasan
itu dari tanganmu, mengkudeta kepemimpinan yang hanya menyengsarakan, pemimpin
terbaik itu akan lahir dari pulau keras ini, dari pulau SUMATERA yang hanya kau
ambil hasil alamnya tanpa kau perbaiki lagi, pemimpin tangguh itu akan hadir
dari pulau KALIMANTAN yang terhormat yang kau grogoti alamnya, ia kan lahir
dari SULAWESI yang berdarah juang tinggi.
Bersiaplah
wahai rezim lelucon, hari ini kami memang menghirup asap, baiklah kami
berterimakasih atas ketIdakpedulian ini, tapi tenang BADAI PASTI BERLALU, dan
semoga suatu hari nanti kau sadar dari mimpi-mimpi duniamu, mengiba maaf dari
anak-anak yang terserang ISPA....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar