Jumat, 25 September 2015

Sepatu Biru Debot (Undami Explorer 2)



Sepatu Biru Debot
(Cerpen Undami Eksplorer C.2)
          Senin yang masih diselimuti kabut asap nan semakin pekat, bahkan jarak pandang hanya 100 meter saja, belum lagi unsur asap bercampur dengan racun yang hanya akan membahayakan pernafasan serta paru-paru. Sekolahnya undami sebenarnya hari senin tidak ada KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).
          Namun dikarenakan ada beberapa hal yang harus diselesaikan di sekolah, akhirnya undami memutuskan untuk rapat bertiga ditemani Edi yang kebetulan harus menyelesaikan kuisioner dan membantu kurikulum menyelesaikan jadwal lalu memprintnya agar selasa bisa dibagikan, dan ketika asap ini sempurna hilang, semuanya bisa diaplikasikan segera.
          Mereka berempat berjibaku di ruangan guru, kertas yang berserakan serta printer yang masih berjalan dengan lancar walaupun hasil print tidak sebagus yang diharapkan, namun masih bisa dibaca juga tulisannya.
“Pak Edi butuh print berapa untuk yaumiyah anak-anak SD?” Tanya uun di sela kesibukan mereka.
“60 buk,,” Jawab Edi yang masih sibuk dengan laptopnya sendiri, sembari bersenandung lagu-lagu nasyid yang ia hidupkan.
“Kamu bisa diam g Pak? Suara kamu mengganggu konsentrasi saya.!” Mamik yang posisinya tidak jauh dari Edipun berkomentar.
          Yang ditegur malah semakin menjadi-jadi melengkingkan suara ke udara membuat uda dan uun tertawa berbarengan.
“Ndeh... keg ginilah ya, kalo Edi lagi kerja, heboh.., berisik..!!!!!.” Komentar mamik ceplas ceplos.
          Edipun tak mau kalah,
“Santai lah Buk, ibuk tu kerjakan saja kerjaan ibuk, jangan komentar...”
          Edi dan mamik ini tidak pernah akur jika bertemu, apalagi jika ada debot wah.., makin parah ajalah keterpurukannya mamik, apalagi kali ini, uda yang usil ikut bantuin Edi.
“Iya.., santai ajalah mik, kalau nggak, ribut-ribut jugalah, nyanyi-nyanyi jugalah....” Balas uda santai
          Mereka berempat ini sedang menyelesaikan tugas masing-masing, sebelumnya mereka mengerjakan tugasnya sendiri-sendiri, dan kali ini karena terdesak harus dikerjaan bersama, dan butuh team work, kita juga jadi tahu bagaimana mereka bekerja, ada yang bisa menyelsaikan sesuatu dengan diam-diam saja, ada yang butuh musik, atau murotal, ada juga yang sambil kerja dibarengi nonton, ada juga yang jika mengerjakan sesuatu malah nyusun-nyusun benda yang ada di meja baru bekerja, nah beda tipe ini bertemu dalam satu rungan sederhana, alhasil ya gitu, sekalinya ribut, ribut banget tetapi selaginya diam, diam banget ampe suara cicak aja bisa kedengeran.
          Setelah asyik bekerja, tiba-tiba mereka semua terdiam, bahkan musik di laptop Edipun sudah mati, hingga akhirnya terdengar sesuatu, ada rona curiga di wajahnya Edi, uun yang duduk selurus dengan Edipun heran.
“Kenapa Ed?” Tanya uun penasaran.
          Edi hanya diam, dan memperhatikan lurus ke jendela yang berada di atas kepala uun, kebetulan di ruangan ini mereka duduk lesehan, tanpa kursi, mejanyapun meja sederhana, tidak tinggi seperti pada umumnya.
          Tiba-tiba Edi berdiri.
“Oi........” Pekiknya keras.
“Diambilnya sepatu Debot.....” Tambahnya lagi dengan nada setengah teriak.
          Undami berdiri dan saling terkejut, Edi yang baru menyadari keadaanpun memilih langkah seribu mengejar anak laki-laki bersegaram sekolah itu, uda yang reflek terkejut, mengambil kunci hondanya dan ikut mengejar ke luar.
“G terkejar sepertinya mik, anak itu langsung loncat ke honda temennya, Edi udah terlanjur lari..” Jelas uun
“iya ya un? mamik fikir dia jalan un, tapi ya Allah,. Sepatunya debot..” Balas mamik dengan nada sedih.
          Uun dan mamik ditinggal berdua di kantor, dengan perasaan yang cemas, sementara debot masih berjibaku di ruangan pribadinya, tak lama kemudian Edi kembali, dan uda juga sudah kembali.
“G terkejar doh.., mereka ngebut....” Kata uda
“Saya  rasa bukan anak kita, soalnya wajahnya saya g kenal, tetapi pake seragam sekolah, kok berani ya dia...??” Kata Edi sembari berjalan memasuki kantor.
“Kok bisa kamu tahu Ed, kami aja hanya dengar suara kaki, kirain si debot lagi ke dapur atau masih di ruangan sebelah.” Kata Mamik
          Debot yang sedang dibicarakanpun keluar dari ruangannya dan menuju ruang guru.
“Kenapa un?” Tanya nya penasaran
“Sepatu biru kamu diambil orang bot, udah dikejar tapi g dapet...” Jawab uun.
          Debot langsung mengambil kunci hondanya dan seketika pula mengejar anak-anak tersebut, sepertinya ia tahu dimana anak-anak itu sembunyi.
“Emang debot tahu?” Tanya mamik
“Entahlah..” Jawab uun, uda dan Edi bersamaan.

          Merekapun saling diam di kantor, tidak ada penjelasan apapun, karena sudah terlanjur terlambat, dan tidak ada yang tahu siapa yang telah mengambil sepatunya debot, debot yang mendapati sepatunya hilangpun sudah kembali dari pencarian yang terlambat, dan ia hanya bisa berkomentar pendek
“Sudah diincar sepertinya, sepatu itukan selalu terpajang di luar, dan jarang gue pakai, bisajadi anak itu terlanjur suka sama sepatu biru gue, yaudah gpp, belum rezeki..” Katanya singkat.
“Kedepannya kita harus waspada, sekolah kita ini udah terlanjur terkenal, dan pasti ada yang suka, tentunya banyak juga yang g suka, kita harus siap siaga dengan segala kemungkinan, debot juga harus lebih waspada dan berhat-hati dengan orang yang tidak dikenal, kalau ada apa-apa infokan segera..” Ujar uda panjang lebar. Sifat Protektifnya keluar dech...
          Undami dan Edipun tak bisa berkata apa-apalagi, kini merekapun kembali tenggelam dalam pekerjaannya masing-masing.

          Oiya selang beberapa jam, ada kejadian lagi di sekolah mereka, nantikan di Undami Eksplorer 3 ya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar