Senin, 26 Oktober 2015

Cinta Bang Day Jilid 13 (Ancaman)



Cinta Bang Day Jilid 13
(Ancaman)
Lembar kehidupanku di awal pernikahan ini terasa sangat-sangat aneh, masalah yang ada hanya berputar di situ-situ saja, hanya seputaran perasaan, prasangka, penerimaan, pemahaan dan aku belum siap dengan sejuta masa lalunya, bagitupun bang Day kepadaku, apa ia memahami semua tentang diriku. Apakah kami memang belum menemukan titik perbedaan, hingga rasanya rumahtangga ini tanpa misi yang jelas, seolah yang kujalani selama ini tanpa tahu untuk apa, bahkan masalah yang kuhadapi hanya ini-ini saja, masalah hati saja.
Maka, pagi ini saat mentari tidak lagi malu-malu menampakkan cahayanya di beranda rumah kami, rumah peninggalan almarhum papa, aku dan bang Dayat duduk menikmati segelas teh hangat dan beberapa potong roti yang ia siapkan, aku tidak dibenarkannya untuk banyak beraktivitas pagi ini, sifat khawatirnya muncul di saat aku lemah, ataupun sakit seperti ini, sifat yang sebenarnya aku rindui dan aku sukai, tetapi aku selalu bisa memandirikan diriku dari hal yang terlalu manja, karena aku takut jika suatu hari nanti ia tak di sisiku aku masih bisa bertahan. Ah terkadang entah pa yang kufikirkan, bukankah pahala besar untuknya jika ia mau menolong pekerjaan rumahtangga, dan toh tidak ada masalah karena aku masih sakit.
“Pagi ini sepertinya mama sudah bisa dibawa pulang Me, tadi malam k Fitri sms abang, katanya mama dibawa ke rumah k Fitri saja, karena abang bilang kalau kamu juga lagi sakit, tapi abang tidak bilang kamu sakit karena apa, abang hanya bilang kamu kecape’an.” Kalimat pembuka dari mulutnya pagi ini, bagiku ini kicauan yang kurindukan walau masih dengan nada datar bahkan tidak ada nuansa sayang sedikitpun, seolah masih ada sesuatu yang belun dikeluarkannya.
Aku hanya diam, menggenggam gelas yang berisi teh hangat, menerawang ke taman depan rumah, aku tak ingin membebaninya, ini keputusanku tadi malam.
“Maaf tidak bisa menemani kamu pagi ini sayang, abang harus menyelesaikan pekerjaan yang dua hari lalu terbengkalai, beruntung k Fitri mau mengurusi mama hari ini, jadi abang terpaksa ke kantor tidak menemani kamu di rumah, jangan lupa minum obat ya dek, jangan melakukan aktifitas yang berat, pastikan tubuh kamu kembali pulih dulu.” Kali ini ia menatapku, namun aku tak membalasnya tatapanku tetap lurus ke depan taman rumah, aku hanya bisa melirik dari sudut mataku saat ia menatapku dari samping.
Aku tetap diam tak bergeming, karena aku tahu sumber kekacauan ini semua adalah dari diriku sendiri, untuk apa aku membela diri di hadapannya, toh mengalah dan mematuhi perintahnya adalah tugasku kan? Sudah cukup banyak masalah yang kutimbulkan dalam hidupnya, apalagi yang bisa dipertahankan?
Ia sudah berdiri di hadapanku, aku sedikit terkejut, kuletakkan gelas di meja lalu kusalamai tangan kanannya, mencium penuh takzim berharap segala ampunan dan permohonan maaf, namun balasan tangan itu tidak hangat, bang Day melepas tangannya lalu meletakkannya di atas kepalaku mengusapnya perlahan.
Kurasa itulah kekuatan yang ia titipkan untukku, aku membalasnya dengan senyuman tipis.
“Abang berangkat ya dek, jaga diri, Aslmkm...”
Aku menjawab salamnya, lalu melepasnya pergi.
Inilah saatnya untuk kembali ke diriku yang dulu, aktifitasku yang dulu, yang memang belum diketahuinya dan kuharap bang Miqdad juga tidak memberitahukannya kepada suamiku tersayang. Aku berdiri penuh semangat, walau masih ada rasa ngilu di rahim, efek mengeluarkan banyak darah, aku terpaksa harus lebih berhati-hati lagi, memang benar kata orang, keguguran itu sakitnya melebihi sakit orang yang melahirkan jika janinnya sudah terbentuk, beruntung janinku belum terbentuk, jadi sakitnya masih sama seperti ngilu ketika datang bulan.
Aku mengambil notebook kesayanganku yang selama ini tidak kugunakan, karena bang Day memfasilitasiku komputer di rumahnya, lengkap dengan wifi dan printer untuk pekerjaanku, namun aku memiliki file-file penting di notebook kesayanganku itu, lalu kuambil android dan buku catatan penting hasil analisaku selama ini.
Jari-jariku mulai bermain di android sederhana ini, mencari contac bang Miqdad, aku yakin dia pasti tahu apa yang terjadi dengan mama, dan ini tentunya ada sesuatu yang belum selesai semenjak kepergian papa dulu, aku mencium aroma luka lama yang entahlah, mama dan keluarga ini rapi sekali menyimpannya, dan aku juga yakin kalau bang Miqdad tidak akan membohongiku, patner terbaikku itu tidak akan berani menutupi apapun dariku, termasuk perasaanya sendiri.
Sembari menunggu balasan dari bang Miqdad, aku menghidupkan notebook dan melihat beberapa file foto pernikahan kami, aku mencoba melihat siapa saja kolega yang hadir, terutama teman dan sahabat bang Day, sebagai pekerja di perusaaan yang ternama serta meneruskan pekerjaan papanya, aku yakin ia pasti memiliki gesekan dengan teman atau kolega almarhum papa, aku percaya itu.
Balasan dari bang Miqdad datang, walau pembukaannya cukup membuatku muak membacanya.
“Salam dear, akhirnya kamu kembali, tidak sangka kan, masalah seperti ini malah menimpamu, padahal selama ini kita menyelesaikan masalah dosen-dosen dan pejabat penting serta para caleg, kini masalah ini menimpamu Me, oke baiklah sekeder pembuka dan ucapan selamat datang kembali di Tim penyelesaian kasus khusus, dimana hanya Abang yang terkenal dan kamu partner yang selalu tidak ingin dikenal, hanya ingin mendapatkan pengalaman serta sensasi dalam memecahkan kasus, baiklah abang rasa kamu telah kembali, walau entah apa yang membuatmu kembali, setelah keputusan kilat yang kamu sampaikan Me,..”
Aku menghembuskan nafas berat, dalam situasi seperti ini kenapa pula Bang Miqdad khutbah yang tidak jelas, tidak bisakah ia langsung to the poit
“Oke baiklah Me, selamat sebelumnya, suami kamu akan dipromosikan naik jabatan, jadi dia memiliki waktu satu tahun ini untuk memenangkan beberapa proyek di luar negeri, menjadi leader untuk membangun anak perusahaan di sebuah Negeri yang kamu impikan, yup Germany, nah jika ia berhasil menembus target dari pimpinan perusahaan asing itu, ia akan berkantor di German selama 3 tahun dan otomatis naik jabatan, Direktur Me, astaga suamimu calon Direktur sebuah perusahaan asing, abang tidak sangka kamu pintar mencari suami Me...”
Sungguh pernyataan bang Miqdad membuatku tercekat, astaga banyak yang ia sembunyikan dariku, bahkan negara impianku juga ia sembunyikan, padahal aku sengaja memajang foto sahabat penaku yang kuliah di Berlin tepat di dinding komputer pemberian bang Day, lalu kenapa ia merahasiakannya dariku, baiklah aku menelan ludah, ini semakin menegangkan, tapi apa hubungannya dengan menabrak mama.
“Ah, apa reaksi suamimu jika ia tahu bahwa istrinya adalah tim terbaik Advokad muda terkenal ini Me, tapi baiklah ini point menegangkannya, suami kamu yang baik dan lugu itu ternyata memiliki musuh dalam selimut, ia terlalu mempercayai seseorang yang ternyata tidak menginginkan ke suksesan dari suamimu, nah, ini yang sedang abang teliti, karena abang tidak tahu siapa saja teman suamimu, baik yang suka maupun yang tidak suka dengannya, yang jelas promo jabatan itu sangat penting Me, sedang diperebutkan oleh 3 orang terbaik di perusahaan itu, dan suamimu masuk daftar padahal suamimu tidak punya dekingan, 2 calon lain memiliki ayah yang menanam saham di sana, sedangkan ayah suamimu? Hanya tinggal nama di perusahaan itu Me.”
Aku terkejut kali ini aku membalasnya cepat
“Dari mana abang tahu semua ini?”
Aku sangat tercengang dengan ini semua, serumit ini namun berhasil disimpan rapat oleh Bnag Day? Hei, dia anggap aku apa selama ini? Hanya guru biasakah, atau wanita biasa yang wajib berada di rumah tidak perlu tahu kerja dan kolega suami, jantungku berpacu semakin cepat dan amarahku hampir bergejolak, kuredakan segera dengan beristigfar banyak-banyak.
“Ayolah Me, jangan seterkejut itu, di tim kita saat ada laporan akan banyak jaringan yang bekerja Me, kau tidak akan lupa ini, dan mencari info tentang suamimu di Perusahaan asing itu perkara mudah Me, kolega abang banyak yang bekerja di sana, dan rata-rata mereka orang lama Me, bahkan kenal dengan almarhum papa suamimu dan tentu saja cerita dari suamimu sendiri ke abang, awalnya abang tidak yakin ia ingin berbagi tetapi rasa sayangnya padamu dan pada ibunya membuat ia yakin untuk menyelesaikan masalah ini dan menutupnya darimu, maka dari itu ia tidak suka kita bertemu takut jika rahasianya terbongkar, eh sudah terbongkar pagi ini kepadamu Me.”
Aku hanya mengangguk, Bang Day tidak ingin aku terlibat, namun aku jenuh dengan ini semua, aku ingin membantunya, aku ingin semuanya terbuka, tidak ada yang tertutup lagi, aku membalas pesan dari bang Miqdad
“Baiklah bang, maka langkah selanjutnya adalah?”
Tak lama bang Miqdad membalas pesanku.
“Astaga Me, kau lupa apa yang harus kau lakukan Me, apa pernikahan membuatmu lupa dengan pengalaman menangani kasus selama ini?”
Aku mulai jengkel dengan tingkah bang Miqdad, tentu aku tidak lupa, hanya saja kini gerakku terbatas, aku ini istri orang tidak bebas lagi.
“Baiklah-baiklah abang paham, karena gerakanmu terbatas maka focus mencari info tentang teman akrab suamimu yang dari dulu bersamanya Me, yang selalu menemani kemanapun ia pergi termasuk ikut kuliah bersamanya, dan lagi pastikan kamu tahu masalah Ayah mertuamu yang telah meninggal Me, mungkin ada dokument yang tersimpan dan berusaha dilupakan oleh keluarga Dayat, itu saja Me”
Baiklah aku paham ini akan kemana.
“Thanks bang Bro” Sapaan khasku kepada bang Miqdad akhirnya keluar juga.
“Ha ha kau tak lupa panggilan itu Me, baiklah jaga dirimu Me, kasus ini tentang keluargamu bukan orang lain, bisa jadi orang dekat telah berkhianat, atau masa lalu yang masih menyimpan dendam Me, abang akan meeting bersama kru yang lainnya”
Baiklah aku paham bang, tentu saja aku paham, ini akan lebih berbahaya karena ini kasus keluargaku tepatnya keluarga suamiku.
Aku membereskan catatanku, menutup notebookku dan beranjak dari tempat tidur menuju gudang, tempat file-file almarhum papa tersimpan, saat aku mulai berdiri sekilaas ada yang terlihat dari jendela kamar, aku mencoba mengintipnya.
Seseorang yang tidak kukenal, ia berjalan pelan di depan pagar rumah kami, pelan-pelan ia menoleh ke arah rumah, memperhatikan setiap sudut, beruntung kaca jendela kamar kami tidak tembus bayang dari luar tetapi dari dalam, jadi aku bebas melihat gerak-geriknya, lelaki itu telah pergi dan akupun ingin melangkah, namun kulihat lagi ia berbalik arah, kembali memperhatikan rumah ini, aku semakin curiga dan dadaku berdetak lebih kencang dari biasanya, teringat kata-kata bang Miqdad.
“Hati-hati Me, biasa jadi orang dekat yang menyimpan dendam cukup lama”
Saat suasana ini semakin tegang, terdengar bunyi lemparan sesuatu, mengenai jendela di beranda depan, setengah berlari sembari merampas jilbab yang tergantung di dinding kamar, aku membuka pintu depan dengan cepat
“HEI....” Teriakku kuat.
Yang kuteriaki telah lari, meloncak ke sepeda motor di ujung jalan yang ternyata sudah menunggunya, setidaknya aku sempat melihat wajah lelaki itu.
Aku geram, dan kuambil sesuatu yang telah mereka lempar, kulihat ada secarik kertas yang bertuliskan sesuatu, astaga cara mereka jadul sekali menggunakan surat kaleng, dan melihat maksud tulisan itu aku terkejut dan marah, kuremas kertas itu sekuat tenaga.
“Nantikan jawabannya wahai penakut.” Gumamku sendiri sembari menahan kesal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar