Rabu, 10 Juni 2015

Cinta Bang Dayat Jilid 10 (Mama)



Cinta Bang Dayat Jilid 10
Mama
Tiga hari sudah aku di rumah uda, aku sedikit menemukan ketenangan di sini, setidaknya aku merasa kembali ke aku yang dulu, aku yang selalu kuat dan tegar atas apapun, sekarang aku merasa jauh semakin membaik. Aku juga selalu menyemangati bang Dayat untuk pekerjaannnya, ia selalu menelefonku menjelang malam, karena siang hari ia sibuk, tak jarang ia meminta maaf karena tidak bisa menemaniku dan calon buah hati kami.
Aku memaklumi itu semua, aku lebih memilih menerima dan mendukung keinginannya, aku ingin menjadi wanita yang selalu memotivasi suami, aku belajar tidak cengeng dan sembari mengajarkan calon anak kami untuk kuat menghadapi hal-hal seperti ini.
Pagi ini saat aku dan uni tengah diskusi di dalam rumah, tiba-tiba ada mama Bang Day datang berkunjung, ia dihantar kakaknya bang Dayat, aku tersenyum hangat menyambut kedatangan mama, kata mama, ia ingin menemaniku hari ini, aku tahu pastinya akan ada sesuatu yang ingin disampaikan mama.
“Mama minta maaf Me, karena baru sempat mengunjungi kamu nak, ah.. Mama terlalu sibuk bermain dengan cucu Mama di sana, sehingga lupa dengan menantu yang ditinggal kerja. Me sehat nak?” Mama menoleh ke arahku melihatku dengan tatapan rindu.
Aku tersenyum hangat kepadanya, wanita yang dulunya selalu ku temui setiap kali melewati rumah berpagar biru itu, wanita yang selalu sendiri, kini wanita itu telah menjelma menjadi mertua terbaik dalam hidupku, aku menggenggam tangan mama, menatapnya dengan penuh keharuan, aku tidak menyangka jika hati mama selembut itu.
Aku menepis semua anggapan orang-orang bahwa mertua itu kejam, atau jahat, atau hanya mencintai anaknya saja, menjadikan menantu saingan dari kasih sayang anak laki-lakinya, itu semua tidak ada di diri mama, ini yang selalu kusyukuri mama selalu menganggapku sebagai anaknya sendiri bukan menantunya.
“Me sehat Ma, Me mengisi liburan dengan membantu uda di sini, mama jangan khawatir ya Ma, lagian Bang Dayat sedang sibuk, Me juga takut mengganggu dia Ma...” Perlahan ku lepas genggaman tanganku, aku memilih menatap datar ke depan, mengingat kesibukan Bang Dayat hanya menambah sepi di hati ini.
“iya Nak, Mama paham kerisauan kamu, dulu ketika mama di rumah itu sendiri, mama juga sering merasa sepi, ditinggal Dayat ke luar kota, tak jarang ia pulang sudah larut malam dan berangkat lagi sewaktu subuh, saat itu ia mengatakan kalau ia ingin menikah , makanya ia bekerja tak kenal henti siang dan malam, dan mama memaklumi hal itu, makanya mama terbiasa sendiri di rumah itu, tetapi untuk kali ini mama juga tidak tahu kenapa Dayat masih sibuk, bahkan mama rasa ini kesibukan yang luar biasa, adakah sesuatu yang ingin dicapai olehnya Me?” Mama menoleh ke arah ku dan menunggu jawaban.
Demi melihat tatapan mama akupun menjawab pendek.
“Entah lah Ma,,, mungkin jabatan yang lebih tinggi..!” Aku pun memilih menunduk berusaha menjauhi tatapan mama.
Kami saling diam karena tidak banyak yang bisa diceritakan, pun mengenai janin ini kami belum bersepakat memberitahukannya kepada mama, memilih menyimpannya terlebih dahulu, menunggu waktu yang tepat sembari menunggu janin ini kuat.
“Kita jalan-jalan pagi yuk Nak, kita nikmati pagi ini berdua, udara secerah ini sayang jika hanya kita tatap dari beranda, sebaiknya kita menikmatinya dengan berjalan kaki...” Mama tersenyum lalu menarik tanganku perlahan dan kami bersiap untuk jalan-jalan pagi. Terlihat uni dari dalam rumah juga mengikuti kami.
Kami berjalan menyusuri komplek rumah uda yang banyak dihuni oleh orang-orang lama yang sebagin telah mengenaliku dan mereka melihat uni juga di belakang kami sembari tersenyum hangat kepada mereka. Sesekali aku menoleh melihat uni di belakang.
Dahulu aku seringkali melihat mama berjalan kaki sendiri, melihatnya berjalan sendiri tak jarang membuatku berniat untuk menemaninya, tetapi apa daya aku ini bukan siap-siapanya. Aku hanya orang lain yang tidak dikenalinya. Aku hanya bisa tersenyum saat berpapasan dengannya, bahkan bertanya kabar anaknya saja kala itu aku tidak berani.
Mama menggenggam erat tanganku, aku merasakan kekuatan dari genggaman itu seolah mama tahu apa yang kubutuhkan, menjadi wanita kuat dan tangguh walau sedang sendirian. Bang Dayat pasti sangat menyayangi mama, walau tak jarang ia meninggalkan mama di rumah itu, dan mama juga, rasa cinta dan sayangnya untuk bang Dayat pastilah sangat besar, anak laki-laki terbaik di keluarga ini kebanggan dan tumpuan serta tulang punggung keluarganya.
Sepanjang perjalanan kami terlihat kompak, menantu dan mertua yang akur, mungkin itu yang tergambar oleh orang-orang ketika melihat kami berjalan.
Tiba-tiba ada mobil sedan hitam dari arah depan yang melaju kencang ke arah kami, aku yang sadar akan kehadiran mobil itu berusaha menarik tangan mama sekuat tenaga, sayang aku terlambat, mobil itu menabrak mama, dan aku terpental ke tiang listrik yang tidak jauh dari bibir jalan.
Sambil menahan sakit, aku berusaha membangunkan mama, uni yang di belakang kami berlari kencang menuju arahku dan berusaha mengangkat mama, masyarakat sekitar juga berusaha memberikan pertolongan, namun tidak ada yang memiliki mobil di sana, saat itulah, ya saat kami tidak tahu harus berbuat apa, sebuah mobil avanza merah mendekati kami dan,,, lihatlah sosok yang ke luar dari mobil itu.
“Bang Miqdad? Bang tolong mama bang...” Ucapku tegas dan memohon.
Bang Miqdad langsung sigap bercampur panik berusaha menganggakat mama ke dalam mobilnya.
“Bawa ke dalam uni, kita harus secepatnya membawa mama ke rumah sakit terdekat...” Gayanya tidak berubah selalu penuh aba-aba, teman diskusi ku yang hadir di saat yang tepat.
2 jam kami menunggu mama di ruangan operasi, kata dokter ada benturan keras di lutut kaki mama sehingga membuat lutut itu sedikit retak dan dokter berusaha menanamkan sesuatu di sana tentunya operasi ini dengan persetujuanku.
Uni mengelus pundakku ia melihat kecemasan yang luar biasa di wajahku sementara Bang Miqdad sedang sibuk dengan administrasi dan melacak siapa yang telah menabrak kami, kolega bang Miqdad banyak polisi dan pengacara handal, ia menyuruh sahabatnya untuk melacak pemilik mobil yg menabrak kami.
Sementara itu dari ujung lorong terlihat uda dan Bang Dayat berlari-lari, uni yang melefon uda dan Bang Dayat, aku tidak berani menelefonnya langsung, dan uni juga tahu kondisiku tadi, shock dan pucat beruntung aku tidak pingsan.
Lihatlah mereka berdua sudah sampai, uda mengusap kepalaku lalu duduk di samping uni, sementara Bang Dayat berdiri tegap di hadapanku, perlahan aku berdiri sambil tertunduk, aku sudah siap dengan segala amarah yang akan dikeluarkannya, aku tidak terbayang dengan apa yang akan diucapkannya, ibu yang telah melahirkannya kini terbaring di dalam ruangan operasi hanya karena menantu yang teledor dan manja sepertiku, sungguh aku sudah siap dengan amukannya kali ini.
Ia mengangkat wajahku, menatapku dalam, dan menarikku kuat, kedalam pelukannya, ia menenangkanku, Ya Allah tidak kusangka ia paham apa yang kurasa, dan akupun menangis di pelukannya.
“maafin Me bang, Me tidak  tahu kalau seperti ini akhirnya.....” Ucapku sambil sesegukan.
Bang Dayat hanya diam, iapun hanya mengangguk sembari membisikkanku sesuatu.
“Tenang Me, semua akan biak-baik saja sayang, kita berdoa untuk mama ya..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar