UnDaMi
(Bagian Satu : Menyelamatkan Amel)
Hari
ini sudah masuk minggu senggang, ujian dan tugaspun telah selesai saatnya menuju
liburan. Itulah yang sudah direncanakan oleh 3 serangkai ini, 3 saudara sepupu
yang sekolah dan tinggal berdekatan. Kali ini mereka merencanakan liburannya
sendiri, tidak mengikuti liburan dari sekolah apalagi liburan keluarga besar
mereka yang berencana pulang kampung ke Bukit tinggi. Mereka memutuskan sendiri
liburan mereka, tepatnya petualangan mereka bertiga.
“Barang apa aja yang mau dibawa
uni?” Tanya si Ami yang paling bungsu di antara mereka.
Dengan serius uni menatap wajah Ami baik-baik dan memberikan catatan kecil
semua perlengkapan mereka selama petualangan.
Ami
dengan kacamata sederhananya membaca catatan itu, lalu mengangguk dan berlari
menuju rumahnya yang tidak jauh dari rumah Uni.
Diambilnya
ransel dan mencari barang-barang yang telah dicatatankan uni barusan, perlahan
ia memasukkan tali pramukanya, pisau cutter untuk meruncing crayonnya, gunting
jahit kepunyaan mama, kain panjang, kompas kepunyaan papa, PTK3 yang lengkap
nan selalu tersedia di dinding rumah Ami, air minum dan 3 kotak susu yang ada
di kulkas mama juga dimasukkannya ke dalam ransel.
“AMI.... AMI.....”
Terdengar teriakan anak laki-laki dari luar pagar rumah Ami, ia bergegas keluar
untuk melihat siapa yang di luar.
“iya uda? Ami sedang berberes, uda
masuk aja, Ami lagi sibuk...” Jawabnya cepat lalu
kembali ke dalam rumah untuk membereskan barang-barang keperluannya.
“Ami, jaket uda yang berwarna hitam
mana?” Anak laki-laki itu mengoceh sembari sampai ke dalam
rumah Ami.
“uda cari saja di kamar Ami,
seingat Ami, Ami gantung da, uda janganlah pelupa terus da....”
Ami menjawab asal-asalan, sedangkan uda sudah masuk ke dalam kamar Ami dan
sigap mengambil jaket yang dimaksudnya lalu berlari lagi ke luar.
“Ami,,,, 30 menit lagi kumpul di
pohon dekat lapangan komplek ya... jangan lupa tulis pesan untuk mama, kalau
kita jalan-jalan sebentar...”
“iya da.....”
Jawaban itupun mengambang di muka pintu bersama jejak uda yang sedari tadi
sudah berlari menuju rumahnya sendiri.
Uni,
Ami dan uda merupakan 3 saudara sepupu melalui garis ibu. Yang kerennya dari
mereka bertiga adalah ibu mereka yang kakak beradik dengan jarak yang
berdekatan, dimulai dari ibunya uni mereka memanggilnya ibu-ayah, lalu ibunya
uda mereka memanggilnya ummi-abi, barulah ibunya ami yang paling bungsu dengan
panggilan mama-papa. Lebih uniknya lagi Uni Uda dan Ami lahir di hari yang sama
yaitu Kamis, namun dengan jam yang berbeda.
Kamis
siang tanggal 21 Juli 2005 itu tepat setelah azan Zuhur, uni terlahir dengan
sehat dan normal dengan bantuan bidan yang dekat dengan rumah. Sementara umminya
uda sudah dari pagi menunggu di rumah sakit belum juga melahirkan, bahkan ia
hampir memutuskan untuk pulang, beruntung kesabaran abi uda membuat umminya
tetap bertahan di rumah sakit.
Barulah
setelah sholat Magrib uda terlahir juga kedunia ini dengan selamat. Dan
semuanya bersyukur karena yang terlahir adalah anak laki-laki. Sementara itu
mamanya Ami masih belum merasakan sakit apa-apa bahkan ia sempat melihat
kelahiran uni dan uda, dan tertidur di meja rawat rumah sakit.
Menjelang
tengah malam perut mama kontraksi dan semua orang panik, mama berusaha
melahirkan Ami secara normal, namun sayang posisi Ami saat itu sungsang, kalian
tahu sungsang? Yaitu posisi kepala yang masih di atas sementara kakinya di
bawah, dan dokter menyarankan untuk operasi saja, agar bayinya bisa
diselamatkan, papa ami terdiam sejenak, menatap mama yang semakin lelah penuh
peluh tanpa ada yang menguatkan karena kedua kk nya baru saja melahirkan. Saat
itulah papa ami mengatakan dengan tegas,
“operasi saja dokter...”
Dokter
menyiapkan perlengkapan operasi serta membawa mama ke dalam ruangan itu, namun
seketika itu juga mama mengejan sekuat tenaga hingga posisi Ami yang 180
derajad berubah, ia menongolkan kepalanya sendiri, beruntung saat itu ada
perawat yang bersama mama, sehingga bisa membantu prosesi kelahiran Ami dengan
normal, alhamdulillah.
Jam
09.00 tepat mereka bertiga telah berkumpul di bawah pohon beringin yang tumbuh
lebat di tengah-tengah lapangan komplek. Sebenarnya anak-anak yang lain masih
sekolah karena ini adalah minggu-minggu remedial, dan mereka bertiga tidak
memiliki satupun nilai yang remedial, makanya uni yang suka usil dan suka
suntuk dengan acara sekolah yang itu-itu aja membuat sebuah rencana besar.
Pagi
itu jam 07.00 mereka pamit pergi sekolah seperti biasanya tanpa ada masalah, di
antar oleh abi ke sekolah dengan mobil, bahkan rencana ini bisa terlaksana saat
abi berpesan :
“Sepertinya ke tiga
bidadari akan membantu nenek, karena nanti malam akan ada acara mendo’a di
sana, jadi ibu, ummi, dan mama ke rumah nenek yang di Panam. Nah, pesan untuk 3
jagon kecil ini adalah setelah jam pulang sekolah jangan kemana-mana ya..
karena jam 16.00 nanti akan dijemput oleh papa di sekolah. Nanti minta temankan
dengan usatdz Rio ya, ustadz Rio itukan temannya papa Ami, jadi kalian jangan nakal,
apalagi ngisengin ustadz Rio.” Pesan abi tidak
sepenuhnya mereka dengarkan tetapi mereka malah sedikit senang, dengan memilih
tidak peduli dan kompak meninggalkan abi sendiri.
“Uni, jadi rencana kita
mau ngapain ni uni?” Tanya uda penasaran. Yang ditanya
mengeluarkan secarik kertas yang sudah bertanda seperti peta.
“Uni, itu peta rumah
siapa? Dan kita ngapain ke sana?” Giliran Ami yang
bertanya.
Uni
menarik nafas dalam dan mulai bercerita,
“Uda dan Ami ingat
tidak dengan Amel kawan sekelas uni yang suka murung dan tertutup?”
“ingat...”
Jawab kakak adik ini bersamaan.
“Nah, selama ujian uni
melihat sepertinya ia sedang menahan sakit dan kesakitan, seperti ada sesuatu yang
sakit dan disembunyikannya, sudah 4 hari ini dia tidak ke sekolah padahal nilai
tahfidz nya remedial dengan ustadz Rio, un curiga...!”
jelas uni kepada adik-adiknya itu.
“oo.., iya uni, Ami
juga pernah lihat waktu dia dijemput, juga seperti dipaksa lengannya untuk
masuk ke mobil dan ketika dihantar ke sekolah juga gitu suka murung dan tidak
pakai salaman seperti kita... yang mengantar wajahnya juga serem lo uni,
uda...” Giliran Ami yang penyelidik yang memberikan argument,
sembari melihat kepada kakak dan abangnya.
“ iya bener-bener tu,
uda juga suka ngeliatin tapi uda tidak peduli sich, kata ibu kan jangan ikut
campur urusan orang lain un, eh waktu itu ustadz Rio juga pernah bilang kalau
Amel tinggal dengan ibu tirinya di komplek, sementara ibu kandungnya di Bukit
dekat rumah oma,,, trus ayahnya Amel suka ke luar negeri, waktu uda nguping di
kantor heee..” Uda nyengir.
“katanya tidak boleh
ikut canpur urusan orang lain? nah uda nguping? haddeh,,, uda,, tapi tidak
apa-apa setidaknya uda tidak lupa..” Balas Ami polos.
“ ok, waktu kita
terbuang 15 menit hanya untuk diskusi, kembali focus ke peta yang un buat.”
Uni mengingatkan mereka, gadis kecil yang perhitungan dengan waktu ini kembali
ke rencana.
“un, da, waktu yang
kita butuhkan ke rumah Amel adalah 1 jam untuk jalan kaki, kalau kita melalui
hutan-hutan yang ada di komplek rumah Amel bisa hemat waktu 15 menit, dan kita
sambil berlari-lari saja.” Ami yang suka memperhatikan sesuatu
itu memberi aba-aba.
“ok plant nya adalah
kita semuanya harus sampai di rumah Amel dan bertamu seperti biasa, sepanjang
perjalanan jikalau kita bertemu satpam komplek yang patroli kita senyum-senyum
saja dan pura-pura bermain, ok sepakat?” Kali ini uda
yang merupakan anak laki-laki satu-satunya angkat bicara dengan bijak.
“yup betul, okeh,
sebelum berangkat kita baca Alfatihah semoga kita baik-baik saja dan Amel juga
baik-baik saja dan kita akan tetap bersama apapun yang terjadi..kita beri nama
petualangan kita ini dengan nama petulangan undami... uni, uda dan ami”
Merekapun
berdoa dan bergegas berlari-lari kecil menuju komplek perumahan pegawai asing
yang terkenal ketat dengan penjagaan satpamnya.
Jalan
yang mereka pilih adalah hutan-hutan tidak lebat yang ada di komplek ini dan
tantangannya mereka harus melewati parit-parit besar yang membatas wilayah
komplek dengan 4 sekolah yang ada di sana, termasuk sekolah mereka, sekolah
islam terpadu yang sebenarnya menyatu dengan komplek.
45
menit tepat mereka sampai di depan rumah Amel, mereka meperhatikan sudut ke
sudut dari rumah itu, jendelanya berterali dan tidak bisa dibuka, karena ada
penghalang jaring-jaring yang melekat di sana. Hanya ada dua pintu, yaitu pintu
masuk di depan dan pintu keluar di dapur.
Uni
yang tidak sabaran dengan kondisi teman sekelasnya mencari jendela dan mulai
mengintip perlahan, badan uni yang lumayan tinggi untuk anak seusianya membuat
ia leluasa melihat situasi di dalam rumah, tiba-tiba ia melihat ibu tiri Amel
yang sedang berjalan cepat, uni kembali menunduk dari jendela.
Mereka
bertiga berembuk sambil berbisik-bisik,
“ok, rencananya adalah
kita akan bertamu ke rumah Amel, pura-pura membawa surat dari ustadz Rio, yang
masuk uni dan Ami, Ami harus bisa mengalihkan pembicaraan nantinya di dalam
rumah, sementara uni akan melihat situasi yang terjadi, nah, uda tetap di luar
memastikan keadaan baik-baik saja, dan jikalau kita butuh bantuan uda langsung
tanggap.” Uni yang selalu tampil sebagi leader ini memang
cemerlang, ia memang uni yang tangguh bagi adik-adiknya.
“o iya, nih...”
Uda mengeluarkan 3 arloji kecil.
“Masih ingat dengan ini
kan? Arloji lokasi, arloji yang bisa mengetahui dimana lokasi kita dan ini
hadiah dari uncle Aldo waktu ulangtahun kita tahun lalu, ini silahkan dipakai,
dan jika salah satu pemakainya sedang dalam bahaya ia akan memberikan sinyal
kepada pemakai yang lainnya, agar kita tetap saling berkoordinasi, oiya,, uda
lupa apa lagi ya kecanggihannya, abi dan umi tidak mau menjelaskannya kepada
uda...”
“ok, kita harus
bergegas karena zuhur nanti kita sudah harus di sekolah lagi, dan waktu kita
tinggal 2 jam” Uni mulai resah dan diburu waktu.
Uni
memberi aba-aba kepada uda untuk bersembunyi di sebuah pohon dekat samping
rumah Amel, sembari memperhatikan kedua saudarinya itu. Sedangkan uni dan Ami
sudah mengatur nafas dan memasang wajah cantik, sembari merapikan jilbab mereka
yang tidak beraturan.
Bel
pintu rumah Amel mereka pencet 3 kali, dan tidak ada yang keluar dari rumah
itu, uni hampir putus asa, kenapa Amel tidak mau membukakan pintu? atau ibu
tiri Amel tidak mau ada tamu di rumahnya? dan uni tertunduk lemah, dia gadis
kecil yang suka pesimis walau belum di ujung batas usaha. Saat itulah si bungsu
mengambil peran.
“ASSALAMUALAIKUUUUUUM”
Ami berteriak mengucapkan salam sekuat tenaga sembari menggedor-gedor pintu
rumah Amel, seketika terdengar langkah kaki orang dewasa yang bergegas menuju
pintu, dengan keras pintu itupun terbuka, dua gadis cilik ini seketika memasang
senyum manis. Namun berbeda dengan wajah wanita dewasa yang membuka kan pintu
barusan, terlihat garang dan sadis ditambah lagi dengan rambut pirangnya yang
diikat satu. Belum sempat wanita itu bertanya Ami langsung memperkenalkan
diri..
“Maaf tante, saya
Almira al-khansa dan ini kakak saya Melati al-Khansa, kami teman sekolahnya Amelia,
kami disuruh ustadz Rio untuk mengantarkan surat kepada Amel, karena Amel belum
tuntas ujian Tahfidznya...” Ami si kecil ini selalu vokal dan
bisa menetralisir suasana.
“Oh, ok silahkan
masuk..” jawab wanita dewasa ini dengan terbata-bata.
Mereka
duduk di ruang tengah rumah Amel, sembari menunggu Amel yang sedang dipanggil
oleh ibunya. Dua kakak beradik itupun saling berbisik.
“Ami, jangan mudah
tertipu dengan kebaikannya, sepertinya ibu tirinya Amel ini bukan orang
Indonesia, sepertinya dia susah berbahasa Indonesia dengan kita, sebaiknya Ami
meperhatikan setiap ucapannya...” Uni memperingatkan Ami
yang mudah terbuai dengan sebuah keberhasilan kecil.
“iya uni, Ami akan
hati-hati, lagipula kita kan pandai berbahasa Inggris, dan k Amel juga jago
bahasa Inggrisnya uni, kita tunggu saja...”
Terlihat
Amel menuju ruang tamu dengan jalan tertahih seperti orang yang baru jatuh dari
sepeda, memegang lututnya dan berusaha tersenyum kecut, demi melihat itu uni
langsung berdiri dan memeluk Amel, beruntung ibu tiri Amel sedang di dapur. Uni memeluk Amel sembari membisikkan sesuatu.
“kami akan melepaskan
kamu dari nenek sihir ini Mel, percayalah,,,” Uni belum
melepaskan pelukannya ia menunggu jawaban Amel.
Amel
yang tidak tega akhirnya membuka suara,
“terlambat uni, dua jam
lagi mereka akan membawaku pergi dan menjual ku di luar negri, kalian
terlambat, kalian tidak punya bukti untuk melepaskanku.. sebaiknya kalian
pulang sebelum kalianpun akan ikut dijual...” Jawab Amel
pelan.
Uni
terkejut dengan kata-kata Amel, mereka akhirnya duduk dan melihat ibu tiri Amel
yang mendekat sembari membawa 3 gelas susu cokelat dingin. Dengan aba-aba ibu
tiri Amel menyuruh mereka untuk minum, namun tidak ada satupun yang mau meminum
susu cokelat dingin itu, Ami yang paling suka dengan susu cokelatpun enggan
bergerak walau sedari tadi hatinya ingin meminum susu itu, 3 bungkus susu yang
ada di dalam tasnya sudah ia oper ke tas uda yang sedang di luar, sementara Ami
mudah sekali kehausan, Ami mulai hilang kendali ia perlahan mengambil gelas itu
dan melihat wajah mama tiri Amel, uni sudah menyikutnya dari tadi tapi ia tidak
merasakan apa-apa karena sudah terlanjur jatuh hati dengan susu cokelat dingin.
“Kriiiiing...Kriiiiiing”
Telefon
rumah Amel berbunyi, dengan sigap tante pirang yang merupakan ibu tiri Amel
mengangkat telefon dan berbicara dengan bahasa Inggris, Ami yang hampir meminum
susu cokelat itupun seketika terkejut dan kalap, ia menumpahkan susu cokelat
beserta gelasnya ke lantai...
Ibu
tiri Amelpun terkejut dan memasang wajah marah,,,
“uni,,, kita akan
dijual sama tante sihir ini uni, segera lari dari sini uni,,, cepaaat..”
Ami setengah berteriak memberi aba-aba kepada kakak sulungnya dan Amel, Ami
ternyata tahu isi percapakan ibu tiri amel di telefon itu bahwa ia akan
membawakan 3 oarang anak perempuan untuk dijual di luar negeri, demi mendengar
itu Ami kaget dan berteriak kepada kakak nya...
Posisi
uni yang juah dari Ami, membuat ia terlambat menyelamatkan Ami, dan ia hanya
bisa diam saat Tante pirang itupun menarik tangan Ami dan melemparnya ke sofa
kayu membuat kaki dan tangan Ami terbentur keras dan iapun meringis kesakitan,
tinggal uni yang dari tadi sudah bersiap siaga dengan keadaan, sembari mengawal
Amel yang berdiri di belangnya,,, uni memilih menyelamatkan Amel karena ia tahu
Ami akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, isi tas Ami cukup untuk
membebaskan dirinya sendiri.
“tante tidak akan bisa
menjual Amel dan kami, tante tidak akan lolos kali ini, berlagak seperti orang
asing yang tidak bisa berbahasa indoensia, tante pembohong,,, penipu,,,, tante
telah menipu ayah Amel dan sekolah...” Setengah terkecat
amarah itu keluar dari mulut uni.
“Kalian tidak akan bisa
lolos dariku anak-anak, anak-anak kecil seperti kalian ini, bisa dilumpuhkan
dengan sekali pukulan saja, beruntung kalian juga datang ke rumah ini, kalain
telah mengantarkan diri kalian sendiri untuk aku jual ha.. ha.. ha..”
Uni
mengeluarkan isi tasnya dan mencoba membela diri, namun terlambat tante pirang
sudah duluan menarik tangan uni dan tangan Amel, dengan mudah kedua anak gadis
ini sudah terikat di sudut ruangan dengan posisi tangan dan kaki sudah diikat
beserta mulut ditutup rapat, Ami yang masih meringis kesakitanpun tak luput
dari ikatan, kini ada tiga anak gadis yang terikat di dalam rumah itu, mereka
semakin lemah dan tak berdaya. Ami meringis
“Selamatkan kami ya
Allah,,,, uda... bebaskan kami uda...” Rintih Ami yang tidak
bisa didengar oleh siapapun selain dirinya sendiri.
Sementara
uni dan Amel sedari tadi memasang wajah marah, karena uni tidak bisa berbuat
apa-apa plant yang sudah direncanakannya nyatanya tidak bisa digunakan dalam
situasi seperti ini, sekuat apapun sejatinya mereka tetap anak-anak kecil yang
lemah yang tenaga dan kekuatannya terbatas, apalagi melawan wanita dewasa
seperti tante pirang ini.
Saat
itulah, saat semuanya serasa akan berakhir, saat semua usaha sudah dilakukan,
saat semuanya sudah tertumpu pada satu titik, laki-laki terbaik dari keluarga
mereka datang, pintu itu didobrak paksa, dan di sana sudah berdiri uda, usatzd
Rio, dan uncle Aldo beserta 5 orang anggota kepolisian sepertinya mereka teman
uncle Aldo...
“ANDA
ditahan nyonya, atas kejahatan yang telah anda lakukan...” Polisi bertubuh
gempal itu mendekati tante pirang dan berusaha menangkupkan borgol ke
tangannya, namun sepersekian detik tangan tante pirang merampas tangan Ami, dan
mencengkramnya kuat, sembari mengeluarkan pisau belati yang ternyata sedari
tadi tersimpan di pinggangnya,,
Lihatlah
Ami meringis, ia menatap uncle Aldo dengan tatapan haru sembari mencari
kekuatan dan solusi, di depan pintu uncle Aldo hanya memberi aba-aba yang entah
apa membuat Ami mengangguk dan sekuat tenaga Ami mencengkram tangan tante
pirang dan melumpuhkannya seketika, saat itulah polisi sigap mengamankan tante
pirang dan membawanya ke kantor polisi, Ami jatuh dipelukan uncle Aldo.
“KALIAN
TIDAK PUNYA BUKTI.....” Teriak tante pirang.
Ami
mengeluarkan arloji pemberian uncle Aldo..
“Semua terekam di sini
tante... di arloji kami yang bisa merekam semua percakapan, mulai dari
kehadiran kami sampai saat ini.” Ami tersenyum bangga
sambil meringis.
Uni,
uda, dan Ami pun berkumpul bertiga, tersenyum puas....
uniLilis090615
Tidak ada komentar:
Posting Komentar