Selasa, 09 Juni 2015

Petualangan Undami



UnDaMi
(Bagian Satu : Menyelamatkan Amel)
Hari ini sudah masuk minggu senggang, ujian dan tugaspun telah selesai saatnya menuju liburan. Itulah yang sudah direncanakan oleh 3 serangkai ini, 3 saudara sepupu yang sekolah dan tinggal berdekatan. Kali ini mereka merencanakan liburannya sendiri, tidak mengikuti liburan dari sekolah apalagi liburan keluarga besar mereka yang berencana pulang kampung ke Bukit tinggi. Mereka memutuskan sendiri liburan mereka, tepatnya petualangan mereka bertiga.
“Barang apa aja yang mau dibawa uni?” Tanya si Ami yang paling bungsu di antara mereka. Dengan serius uni menatap wajah Ami baik-baik dan memberikan catatan kecil semua perlengkapan mereka selama petualangan.
Ami dengan kacamata sederhananya membaca catatan itu, lalu mengangguk dan berlari menuju rumahnya yang tidak jauh dari rumah Uni.
Diambilnya ransel dan mencari barang-barang yang telah dicatatankan uni barusan, perlahan ia memasukkan tali pramukanya, pisau cutter untuk meruncing crayonnya, gunting jahit kepunyaan mama, kain panjang, kompas kepunyaan papa, PTK3 yang lengkap nan selalu tersedia di dinding rumah Ami, air minum dan 3 kotak susu yang ada di kulkas mama juga dimasukkannya ke dalam ransel.
“AMI.... AMI.....” Terdengar teriakan anak laki-laki dari luar pagar rumah Ami, ia bergegas keluar untuk melihat siapa yang di luar.
“iya uda? Ami sedang berberes, uda masuk aja, Ami lagi sibuk...” Jawabnya cepat lalu kembali ke dalam rumah untuk membereskan barang-barang keperluannya.
“Ami, jaket uda yang berwarna hitam mana?” Anak laki-laki itu mengoceh sembari sampai ke dalam rumah Ami.
“uda cari saja di kamar Ami, seingat Ami, Ami gantung da, uda janganlah pelupa terus da....” Ami menjawab asal-asalan, sedangkan uda sudah masuk ke dalam kamar Ami dan sigap mengambil jaket yang dimaksudnya lalu berlari lagi ke luar.
“Ami,,,, 30 menit lagi kumpul di pohon dekat lapangan komplek ya... jangan lupa tulis pesan untuk mama, kalau kita jalan-jalan sebentar...”
“iya da.....” Jawaban itupun mengambang di muka pintu bersama jejak uda yang sedari tadi sudah berlari menuju rumahnya sendiri.
Uni, Ami dan uda merupakan 3 saudara sepupu melalui garis ibu. Yang kerennya dari mereka bertiga adalah ibu mereka yang kakak beradik dengan jarak yang berdekatan, dimulai dari ibunya uni mereka memanggilnya ibu-ayah, lalu ibunya uda mereka memanggilnya ummi-abi, barulah ibunya ami yang paling bungsu dengan panggilan mama-papa. Lebih uniknya lagi Uni Uda dan Ami lahir di hari yang sama yaitu Kamis, namun dengan jam yang berbeda.
Kamis siang tanggal 21 Juli 2005 itu tepat setelah azan Zuhur, uni terlahir dengan sehat dan normal dengan bantuan bidan yang dekat dengan rumah. Sementara umminya uda sudah dari pagi menunggu di rumah sakit belum juga melahirkan, bahkan ia hampir memutuskan untuk pulang, beruntung kesabaran abi uda membuat umminya tetap bertahan di rumah sakit.
Barulah setelah sholat Magrib uda terlahir juga kedunia ini dengan selamat. Dan semuanya bersyukur karena yang terlahir adalah anak laki-laki. Sementara itu mamanya Ami masih belum merasakan sakit apa-apa bahkan ia sempat melihat kelahiran uni dan uda, dan tertidur di meja rawat rumah sakit.
Menjelang tengah malam perut mama kontraksi dan semua orang panik, mama berusaha melahirkan Ami secara normal, namun sayang posisi Ami saat itu sungsang, kalian tahu sungsang? Yaitu posisi kepala yang masih di atas sementara kakinya di bawah, dan dokter menyarankan untuk operasi saja, agar bayinya bisa diselamatkan, papa ami terdiam sejenak, menatap mama yang semakin lelah penuh peluh tanpa ada yang menguatkan karena kedua kk nya baru saja melahirkan. Saat itulah papa ami mengatakan dengan tegas,
“operasi saja dokter...”
Dokter menyiapkan perlengkapan operasi serta membawa mama ke dalam ruangan itu, namun seketika itu juga mama mengejan sekuat tenaga hingga posisi Ami yang 180 derajad berubah, ia menongolkan kepalanya sendiri, beruntung saat itu ada perawat yang bersama mama, sehingga bisa membantu prosesi kelahiran Ami dengan normal, alhamdulillah.

Jam 09.00 tepat mereka bertiga telah berkumpul di bawah pohon beringin yang tumbuh lebat di tengah-tengah lapangan komplek. Sebenarnya anak-anak yang lain masih sekolah karena ini adalah minggu-minggu remedial, dan mereka bertiga tidak memiliki satupun nilai yang remedial, makanya uni yang suka usil dan suka suntuk dengan acara sekolah yang itu-itu aja membuat sebuah rencana besar.
Pagi itu jam 07.00 mereka pamit pergi sekolah seperti biasanya tanpa ada masalah, di antar oleh abi ke sekolah dengan mobil, bahkan rencana ini bisa terlaksana saat abi berpesan :
“Sepertinya ke tiga bidadari akan membantu nenek, karena nanti malam akan ada acara mendo’a di sana, jadi ibu, ummi, dan mama ke rumah nenek yang di Panam. Nah, pesan untuk 3 jagon kecil ini adalah setelah jam pulang sekolah jangan kemana-mana ya.. karena jam 16.00 nanti akan dijemput oleh papa di sekolah. Nanti minta temankan dengan usatdz Rio ya, ustadz Rio itukan temannya papa Ami, jadi kalian jangan nakal, apalagi ngisengin ustadz Rio.” Pesan abi tidak sepenuhnya mereka dengarkan tetapi mereka malah sedikit senang, dengan memilih tidak peduli dan kompak meninggalkan abi sendiri.
“Uni, jadi rencana kita mau ngapain ni uni?” Tanya uda penasaran. Yang ditanya mengeluarkan secarik kertas yang sudah bertanda seperti peta.
“Uni, itu peta rumah siapa? Dan kita ngapain ke sana?” Giliran Ami yang bertanya.
Uni menarik nafas dalam dan mulai bercerita,
“Uda dan Ami ingat tidak dengan Amel kawan sekelas uni yang suka murung dan tertutup?”
“ingat...” Jawab kakak adik ini bersamaan.
“Nah, selama ujian uni melihat sepertinya ia sedang menahan sakit dan kesakitan, seperti ada sesuatu yang sakit dan disembunyikannya, sudah 4 hari ini dia tidak ke sekolah padahal nilai tahfidz nya remedial dengan ustadz Rio, un curiga...!” jelas uni kepada adik-adiknya itu.
“oo.., iya uni, Ami juga pernah lihat waktu dia dijemput, juga seperti dipaksa lengannya untuk masuk ke mobil dan ketika dihantar ke sekolah juga gitu suka murung dan tidak pakai salaman seperti kita... yang mengantar wajahnya juga serem lo uni, uda...” Giliran Ami yang penyelidik yang memberikan argument, sembari melihat kepada kakak dan abangnya.
“ iya bener-bener tu, uda juga suka ngeliatin tapi uda tidak peduli sich, kata ibu kan jangan ikut campur urusan orang lain un, eh waktu itu ustadz Rio juga pernah bilang kalau Amel tinggal dengan ibu tirinya di komplek, sementara ibu kandungnya di Bukit dekat rumah oma,,, trus ayahnya Amel suka ke luar negeri, waktu uda nguping di kantor heee..” Uda nyengir.
“katanya tidak boleh ikut canpur urusan orang lain? nah uda nguping? haddeh,,, uda,, tapi tidak apa-apa setidaknya uda tidak lupa..” Balas Ami polos.
“ ok, waktu kita terbuang 15 menit hanya untuk diskusi, kembali focus ke peta yang un buat.” Uni mengingatkan mereka, gadis kecil yang perhitungan dengan waktu ini kembali ke rencana.
“un, da, waktu yang kita butuhkan ke rumah Amel adalah 1 jam untuk jalan kaki, kalau kita melalui hutan-hutan yang ada di komplek rumah Amel bisa hemat waktu 15 menit, dan kita sambil berlari-lari saja.” Ami yang suka memperhatikan sesuatu itu memberi aba-aba.
“ok plant nya adalah kita semuanya harus sampai di rumah Amel dan bertamu seperti biasa, sepanjang perjalanan jikalau kita bertemu satpam komplek yang patroli kita senyum-senyum saja dan pura-pura bermain, ok sepakat?” Kali ini uda yang merupakan anak laki-laki satu-satunya angkat bicara dengan bijak.
“yup betul, okeh, sebelum berangkat kita baca Alfatihah semoga kita baik-baik saja dan Amel juga baik-baik saja dan kita akan tetap bersama apapun yang terjadi..kita beri nama petualangan kita ini dengan nama petulangan undami... uni, uda dan ami”
Merekapun berdoa dan bergegas berlari-lari kecil menuju komplek perumahan pegawai asing yang terkenal ketat dengan penjagaan satpamnya.
Jalan yang mereka pilih adalah hutan-hutan tidak lebat yang ada di komplek ini dan tantangannya mereka harus melewati parit-parit besar yang membatas wilayah komplek dengan 4 sekolah yang ada di sana, termasuk sekolah mereka, sekolah islam terpadu yang sebenarnya menyatu dengan komplek.
45 menit tepat mereka sampai di depan rumah Amel, mereka meperhatikan sudut ke sudut dari rumah itu, jendelanya berterali dan tidak bisa dibuka, karena ada penghalang jaring-jaring yang melekat di sana. Hanya ada dua pintu, yaitu pintu masuk di depan dan pintu keluar di dapur.
Uni yang tidak sabaran dengan kondisi teman sekelasnya mencari jendela dan mulai mengintip perlahan, badan uni yang lumayan tinggi untuk anak seusianya membuat ia leluasa melihat situasi di dalam rumah, tiba-tiba ia melihat ibu tiri Amel yang sedang berjalan cepat, uni kembali menunduk dari jendela.
Mereka bertiga berembuk sambil berbisik-bisik,
“ok, rencananya adalah kita akan bertamu ke rumah Amel, pura-pura membawa surat dari ustadz Rio, yang masuk uni dan Ami, Ami harus bisa mengalihkan pembicaraan nantinya di dalam rumah, sementara uni akan melihat situasi yang terjadi, nah, uda tetap di luar memastikan keadaan baik-baik saja, dan jikalau kita butuh bantuan uda langsung tanggap.” Uni yang selalu tampil sebagi leader ini memang cemerlang, ia memang uni yang tangguh bagi adik-adiknya.
“o iya, nih...” Uda mengeluarkan 3 arloji kecil.
“Masih ingat dengan ini kan? Arloji lokasi, arloji yang bisa mengetahui dimana lokasi kita dan ini hadiah dari uncle Aldo waktu ulangtahun kita tahun lalu, ini silahkan dipakai, dan jika salah satu pemakainya sedang dalam bahaya ia akan memberikan sinyal kepada pemakai yang lainnya, agar kita tetap saling berkoordinasi, oiya,, uda lupa apa lagi ya kecanggihannya, abi dan umi tidak mau menjelaskannya kepada uda...”
“ok, kita harus bergegas karena zuhur nanti kita sudah harus di sekolah lagi, dan waktu kita tinggal 2 jam” Uni mulai resah dan diburu waktu.
Uni memberi aba-aba kepada uda untuk bersembunyi di sebuah pohon dekat samping rumah Amel, sembari memperhatikan kedua saudarinya itu. Sedangkan uni dan Ami sudah mengatur nafas dan memasang wajah cantik, sembari merapikan jilbab mereka yang tidak beraturan.
Bel pintu rumah Amel mereka pencet 3 kali, dan tidak ada yang keluar dari rumah itu, uni hampir putus asa, kenapa Amel tidak mau membukakan pintu? atau ibu tiri Amel tidak mau ada tamu di rumahnya? dan uni tertunduk lemah, dia gadis kecil yang suka pesimis walau belum di ujung batas usaha. Saat itulah si bungsu mengambil peran.
“ASSALAMUALAIKUUUUUUM” Ami berteriak mengucapkan salam sekuat tenaga sembari menggedor-gedor pintu rumah Amel, seketika terdengar langkah kaki orang dewasa yang bergegas menuju pintu, dengan keras pintu itupun terbuka, dua gadis cilik ini seketika memasang senyum manis. Namun berbeda dengan wajah wanita dewasa yang membuka kan pintu barusan, terlihat garang dan sadis ditambah lagi dengan rambut pirangnya yang diikat satu. Belum sempat wanita itu bertanya Ami langsung memperkenalkan diri..
“Maaf tante, saya Almira al-khansa dan ini kakak saya Melati al-Khansa, kami teman sekolahnya Amelia, kami disuruh ustadz Rio untuk mengantarkan surat kepada Amel, karena Amel belum tuntas ujian Tahfidznya...” Ami si kecil ini selalu vokal dan bisa menetralisir suasana.
“Oh, ok silahkan masuk..” jawab wanita dewasa ini dengan terbata-bata.
Mereka duduk di ruang tengah rumah Amel, sembari menunggu Amel yang sedang dipanggil oleh ibunya. Dua kakak beradik itupun saling berbisik.
“Ami, jangan mudah tertipu dengan kebaikannya, sepertinya ibu tirinya Amel ini bukan orang Indonesia, sepertinya dia susah berbahasa Indonesia dengan kita, sebaiknya Ami meperhatikan setiap ucapannya...” Uni memperingatkan Ami yang mudah terbuai dengan sebuah keberhasilan kecil.
“iya uni, Ami akan hati-hati, lagipula kita kan pandai berbahasa Inggris, dan k Amel juga jago bahasa Inggrisnya uni, kita tunggu saja...”
Terlihat Amel menuju ruang tamu dengan jalan tertahih seperti orang yang baru jatuh dari sepeda, memegang lututnya dan berusaha tersenyum kecut, demi melihat itu uni langsung berdiri dan memeluk Amel, beruntung ibu tiri Amel sedang di dapur. Uni  memeluk Amel sembari membisikkan sesuatu.
“kami akan melepaskan kamu dari nenek sihir ini Mel, percayalah,,,” Uni belum melepaskan pelukannya ia menunggu jawaban Amel.
Amel yang tidak tega akhirnya membuka suara,
“terlambat uni, dua jam lagi mereka akan membawaku pergi dan menjual ku di luar negri, kalian terlambat, kalian tidak punya bukti untuk melepaskanku.. sebaiknya kalian pulang sebelum kalianpun akan ikut dijual...” Jawab Amel pelan.
Uni terkejut dengan kata-kata Amel, mereka akhirnya duduk dan melihat ibu tiri Amel yang mendekat sembari membawa 3 gelas susu cokelat dingin. Dengan aba-aba ibu tiri Amel menyuruh mereka untuk minum, namun tidak ada satupun yang mau meminum susu cokelat dingin itu, Ami yang paling suka dengan susu cokelatpun enggan bergerak walau sedari tadi hatinya ingin meminum susu itu, 3 bungkus susu yang ada di dalam tasnya sudah ia oper ke tas uda yang sedang di luar, sementara Ami mudah sekali kehausan, Ami mulai hilang kendali ia perlahan mengambil gelas itu dan melihat wajah mama tiri Amel, uni sudah menyikutnya dari tadi tapi ia tidak merasakan apa-apa karena sudah terlanjur jatuh hati dengan susu cokelat dingin.
“Kriiiiing...Kriiiiiing”
Telefon rumah Amel berbunyi, dengan sigap tante pirang yang merupakan ibu tiri Amel mengangkat telefon dan berbicara dengan bahasa Inggris, Ami yang hampir meminum susu cokelat itupun seketika terkejut dan kalap, ia menumpahkan susu cokelat beserta gelasnya ke lantai...
Ibu tiri Amelpun terkejut dan memasang wajah marah,,,
“uni,,, kita akan dijual sama tante sihir ini uni, segera lari dari sini uni,,, cepaaat..” Ami setengah berteriak memberi aba-aba kepada kakak sulungnya dan Amel, Ami ternyata tahu isi percapakan ibu tiri amel di telefon itu bahwa ia akan membawakan 3 oarang anak perempuan untuk dijual di luar negeri, demi mendengar itu Ami kaget dan berteriak kepada kakak nya...
Posisi uni yang juah dari Ami, membuat ia terlambat menyelamatkan Ami, dan ia hanya bisa diam saat Tante pirang itupun menarik tangan Ami dan melemparnya ke sofa kayu membuat kaki dan tangan Ami terbentur keras dan iapun meringis kesakitan, tinggal uni yang dari tadi sudah bersiap siaga dengan keadaan, sembari mengawal Amel yang berdiri di belangnya,,, uni memilih menyelamatkan Amel karena ia tahu Ami akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, isi tas Ami cukup untuk membebaskan dirinya sendiri.
“tante tidak akan bisa menjual Amel dan kami, tante tidak akan lolos kali ini, berlagak seperti orang asing yang tidak bisa berbahasa indoensia, tante pembohong,,, penipu,,,, tante telah menipu ayah Amel dan sekolah...” Setengah terkecat amarah itu keluar dari mulut uni.
“Kalian tidak akan bisa lolos dariku anak-anak, anak-anak kecil seperti kalian ini, bisa dilumpuhkan dengan sekali pukulan saja, beruntung kalian juga datang ke rumah ini, kalain telah mengantarkan diri kalian sendiri untuk aku jual ha.. ha.. ha..”
Uni mengeluarkan isi tasnya dan mencoba membela diri, namun terlambat tante pirang sudah duluan menarik tangan uni dan tangan Amel, dengan mudah kedua anak gadis ini sudah terikat di sudut ruangan dengan posisi tangan dan kaki sudah diikat beserta mulut ditutup rapat, Ami yang masih meringis kesakitanpun tak luput dari ikatan, kini ada tiga anak gadis yang terikat di dalam rumah itu, mereka semakin lemah dan tak berdaya. Ami meringis
“Selamatkan kami ya Allah,,,, uda... bebaskan kami uda...” Rintih Ami yang tidak bisa didengar oleh siapapun selain dirinya sendiri.
Sementara uni dan Amel sedari tadi memasang wajah marah, karena uni tidak bisa berbuat apa-apa plant yang sudah direncanakannya nyatanya tidak bisa digunakan dalam situasi seperti ini, sekuat apapun sejatinya mereka tetap anak-anak kecil yang lemah yang tenaga dan kekuatannya terbatas, apalagi melawan wanita dewasa seperti tante pirang ini.
Saat itulah, saat semuanya serasa akan berakhir, saat semua usaha sudah dilakukan, saat semuanya sudah tertumpu pada satu titik, laki-laki terbaik dari keluarga mereka datang, pintu itu didobrak paksa, dan di sana sudah berdiri uda, usatzd Rio, dan uncle Aldo beserta 5 orang anggota kepolisian sepertinya mereka teman uncle Aldo...
“ANDA ditahan nyonya, atas kejahatan yang telah anda lakukan...” Polisi bertubuh gempal itu mendekati tante pirang dan berusaha menangkupkan borgol ke tangannya, namun sepersekian detik tangan tante pirang merampas tangan Ami, dan mencengkramnya kuat, sembari mengeluarkan pisau belati yang ternyata sedari tadi tersimpan di pinggangnya,,
Lihatlah Ami meringis, ia menatap uncle Aldo dengan tatapan haru sembari mencari kekuatan dan solusi, di depan pintu uncle Aldo hanya memberi aba-aba yang entah apa membuat Ami mengangguk dan sekuat tenaga Ami mencengkram tangan tante pirang dan melumpuhkannya seketika, saat itulah polisi sigap mengamankan tante pirang dan membawanya ke kantor polisi, Ami jatuh dipelukan uncle Aldo.
“KALIAN TIDAK PUNYA BUKTI.....” Teriak tante pirang.
Ami mengeluarkan arloji pemberian uncle Aldo..
“Semua terekam di sini tante... di arloji kami yang bisa merekam semua percakapan, mulai dari kehadiran kami sampai saat ini.” Ami tersenyum bangga sambil meringis.
Uni, uda, dan Ami pun berkumpul bertiga, tersenyum puas....

uniLilis090615

Tidak ada komentar:

Posting Komentar