Minggu, 28 Juni 2015

Cinta Bang Day Jilid 11 (Partner & Cemburu)



Cinta Bang Day Jilid 11
Partner dan Cemburu
Mama sudah keluar dari ruangan operasi dan sudah masuk di ruang rawat, kami menunggu mama di dalam ruangan VIP yang sengaja dipilih oleh bang Dayat karena askes mama masih ada, jaminan kesehatan untuk mama masih ada, walaupun almarhum papa sudah mendahului kami, inilah salah satu keuntungannya, askes dan biaya semua sudah ditanggung oleh perusahaan tempat papa bekerja kala itu.
Uda dan uni memutuskan untuk pulang ke rumah, karena mereka memiliki agenda yang harus diselesaikan, sedangkan aku dan bang Day tetap berada bersama mama, standby manatau ada sesuatu yang terjadi, atau mama membutuhkan sesuatu, kami sudah berada di sampingnya. Sementara kakak iparku belum diberi khabar, mengingat ia masih bekerja dan pesan bang Dayat, kalau mama sudah sadar kak Fitri akan diberitahu.
Aku memperhatikan sekeliling ruangan, melihat dari sudut demi sudut ruangan rawat, yang berkelas VIP senyaman apapun, ini tetaplah rumah sakit yang tidak disukai oleh mama.
Tok.. tok...
“Assalamualaikum...” Terlihat laki-laki gagah nan tinggi masuk ke dalam ruangan ini, bang Miqdad ia menatap lembut ke arahku dan Bang Day.
“Walaikumsalam..” Jawabku dan Bang Dayat serentak.
“Duduk Bang...!” Ucapku kepada bang Miqdad yang masih kaku melihat wajah bang Day, sementara suamiku bangun dari tidurnya dan membalas senyuman bang Miqdad.
“Hmmm, Me, abang boleh bicara dengan bang Day kamu sejenak?” Nada bang Miqdad sangat serius, sepertinya ada sesuatu yang penting yang akan disampaikannya kepada bang Day.
“Silahkan saja Bang, Me tidak masalah kok lagipun tidak ada yang perlu dirahasiakan, bicara sama bang Day toh sama saja dengan bicara dengan Mela.” Gaya jutekku keluar,  yah biasanya tidak ada yang disembunyikan antara aku dan bang Miqdad, masa kami kuliah dahulu kami sering menganalisa masalah bersama-sama, tetapi kenapa kali ini ia hanya ingin bicara dengan suamiku saja? Adakah sesuatu yang disembunyikan oleh keduanya?
“Ok Miq, kita ke kantin saja ya bro.” Jawab Bang Day
Bang Day menatapku lembut, sembari memegang tanganku yang mulai dingin.
“Mela sayang, ini urusan laki-laki, kamu di sini saja ya tungguin mama, abang dan Miqdad ke kantin, nanti akan abang beritahu kepadamu apa yang kami bicarakan, ok sayang...” Bang Dayat dan bang Miqdad berlalu meninggalkanku di ruangan ini bersama mama yang belum juga sadar.
Aku mengangguk, untuk pertama kalinya kulihat mereka bedua akur, terlepas dari apa yang pernah terjadi di awal pernikahan kami, bang Dayat jauh lebih mudah menerima perubahan dalam hidupnya. Siang ini bahkan ia bisa langsung akrab dengan bang Miqdad, yang baru ia jumpai hari ini, entahlah semoga apa yang mereka bicarakan merupakan jawaban atas siapa yang telah berani menabrak mama.
Azan zuhur berkumandang, aku megambil wudu dan memilih sholat di samping mama, dalam keadaan risau dan gelisah seperti ini, air wudu sangat menyegarkan hati, apalagi ditambah dengan sholat yang merupakan do’a kepada Allah, meminta kekuatan atas sesuatu yang telah terjadi dalam kehidupan ini. Selesai sholat, bang Day belum juga kembali ke kamar, mungkin mereka sholat di Masjid dekat lantai bawah rumah sakit.
Aku mengambil mushaf dari dalam tasku, membaca ayat per ayat dari alqur’an sederhana ini, mencari ketenangan dari setiap lantunan yang kubaca, perlahan-lahan sedikit demi sedkit, aku bahan hampir satu juz membacanya tetapi suamiku belum juga kembali, aku membenahi mukena dan perlengkapan sholat, perutku juga mulai lapar, sementara di sini belum ada yang bisa kumakan. Aku mulai bosan dan suntuk,  kuperhatikan mama, aku mendekat dan duduk di sampingnya memegang tanganya yang mulai berkeriput.
“Mama, kau adalah wanita terhebat ma, bertahan hidup dengan status single parent, mama wanita terkuat yang pernah Me temui Ma, kehilangan orang yang dicintai, membesarkan tiga anak yatim dan belum lagi ditinggal pergi oleh anak-anakmu yang menuntut ilmu di luar kota. Ma, mama adalah wanita terhebat kesayangan bang Dayat dan anak-anak mama, mama kuat ma, mama pasti bisa bangun dan kembali sehat Ma, jangan tinggalin kami ma, please bangunlah ma, buatlah Bang Day tersenyum ma. Maafin Mela ya ma, kalau Mela membuat mama khawatir dan akhirnya mama berusaha menghibur Mela, tetapi malah seperti ini kejadiannya Ma,...”
Aku curhat sendiri di samping mama, air matakupun mulai jatuh ke tangan mama, terlihat tangan mama bergerak. Aku terkejut sembari tersenyum, perlahan mama membuka matanya dan melihatku..
“Alhamdulillah...Mama mau minum ma?” Ucapku lembut, mamapun mengangguk.
Aku mengambil gelas berisi air yang telah dibawa oleh perawat, perlahan memutar tempat tidur mama, agar kepala mama bisa sedikit berdiri, tempat tidur rumah sakit ini selalu canggih. Mama meminum air putih perlahan, sembari tersenyum kepadaku.
“Mana Dayat Me?” Tuh kan, akhirnya mama mencarimu bang.
“Asslamualaikum..” Akhirnya yang dicari mama datang juga.
 Bang Dayat memeluk mama, matanya penuh haru bahagia, tatapan kerinduan dan keriusan itu bersatu dalam wajahnya...
Aku menbiarkan anak dan ibu itu berdua, aku memilih izin untuk ke luar dan membisikkan sesuatu ke telinga bang Day.
“Abang..., Me ke kantin ya bang, Me lapar, abang jagain mama..” Bang Dayatpun mengangguk.
Aku menghela nafas berkali-kali, jarak kantin dengan ruangan mama tidak terlalu jauh, namun di setiap langkah, banyak sekali yang aku fikirkan.
Kenapalah hidupku seperti ini ya Allah, banyak sekali kejadian-kejadian yang menggoreskan hati serta perasan yang harus kurasakan. Seperti inikah kebanyak orang lain menikah? Atau hanya aku saja yang merasakannya? Ya tentu saja ujian setiap rumah tangga itu berbeda-beda, mungkin menurut Allah akulah orang yang sanggup untuk melalui ujian hidup seperti ini, kalaulah boleh meminta mungkin cobaan yang tidak membawa hati dan perasaan jauh lebih baik daripada cobaan yang menguras perasaan dan banjir air mata. Belum juga setahun menikah ada-ada saja yang kurasakan, atau mungkin setelah menikah amalanku berkurang kah? Ibadahku? Ya Allah maaf jika aku lalai...
Pesananku sampai, soto panas dengan teh hangat yang sangat kurindui, makanan favorit saat di kantin kampus kala itu bersama teman-teman organisasi, aku hanya mengaduk-aduk soto panas ini berharap panasnya berkurang dan aku bisa memakannya..
“Me...?” Sapaan lembut ini membuyarkan lamunanku.
“Boleh abang temankan Me?” Bang Miqdad muncul di hadapanku, ia langsung duduk persis di depanku, sama saat kami diskusi di kampus, jika membahas sesuatu yang penting.
“Bang Miqdad.., Me mohon maaf, tetapi Me sekarang sudah punya suami, dan suami Me tidak suka Me duduk seperti ini dengan laki-laki yang bukan muhrimnya bang, Please bang pahami posisi Me, Me juga mangucapkan terimakasih kepada abang, karena abang sudah membantu mama dan Me tadi pagi, abang datang diwaktu yang sangat tepat, saat kami memang membutuhkan bantuan, abang datang, dan bang Dayatpun meminta tolong kepada abang untuk mencarikan siapa pelaku yang telah menabrak mama beserta motifnya. Me banyak-banyak terima kasih kepada abang, tapi Me mohon bang, jangan seperti ini, jangan duduk seperti ini, di sini kita hanya berdua walau banyak  yang lain juga makan di sini tapi....” Aku menceloteh sendiri
“Hei, Me... stop Me, abang hanya ingin memberitahukanmu sesuatu just it, nothing else, tolong dengar, abang memutuskan membantu suami kamu karena abang ini jadi lowyer di kantornya sekarang, abang tidak tahu kalau ternyata suami kamu kerja di sana, dan satu lagi abang harus cari tahu siapa yang menabrak mamanya Dayat, karena ini kasus penting dan sepertinya dia orang dalam, hanya saja motifnya belum diketahui...” Jelas bang Miqdad kepadaku.
Sementara aku sudah segan, takut jika nanti bang Dayat melihat kami berdua sepertti ini, tentunya dia akan cemburu kepadaku, walau bang Dayat tahu kalau bang Miqdad hanya ingin diskusi kepadaku tapi....
“MELA....” Dug aku kenal suara itu.
“Setelah Makan segera ke kamar mama...” Yah kalimat singkat yang cukup menusuk hati.
Aku tidak jadi makan, aku meilih pamit dan meninggalkan bang Miqdad sendiri di sini.
“Ya Allah apalagi ini...” Gumamku sendiri.
Aku ingin segera masuk ke dalam ruangan, tetapi bang Day sudah menungguku di depan pintu kamar rawat mama, aku pun tercekat, kaget dan bersiap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, dan akhirnya bang Day menarik tanganku, membawaku ke sudut ruangan yang ditumbuhi pohon pinus, ia membisikkan sesuatu yang membuat hatiku pilu.
“Berapa kali harus abang katakan, jangan berkomunikasi dengan Miqdad, kenapa Mela tidak paham dek..?” Ia menatapku cemburu.
“Bang..., Me tidak berbicara dengannya, maksudnya Me tadi sendiri di kantin dan bang Miqdad datang, Me sudah berusaha menolak tetapi...!” Aku berusaha membela diri.
“Me  please, abang tidak suka kalau istri abang duduk semeja dengan laki-laki yang bukan mahromnya..! Me tolong pahamlah dek, kondisi Mama belum membaik, tetapi kenapa kamu malah membuat masalah baru...” Iapun membelakangiku.
Aku memutar badan, memilih berdiri di hadapannya, setan apa yang menghampirinya siang ini, cepat sekali sikapnya berubah kepadaku.
“Me tidak membahas apa-apa dengan bang Miqdad ba....ng, dan lagipula tadi, Me lihat abang akrab saja berdua, tapi kenapa abang  jadi marah ketika bang Miqdad diskusi dengan Me? Abang egois...!” Aku memilih meninggalkannya dan masuk ke ruangan mama, meladeni bang Day yang sedang terbakar api cemburu itu percuma, karena kita tidak akan ada benarnya di hadapan orang yang sedang cemburu buta. Lagipula kesembuhan mama jauh lebih penting dari yang lain termasuk masalah cemburu ini.
Ya Allah baru saja aku berusaha memahami makna hidupku, kenapa masalah baru  datang lagi menghampiriku. Aku mengusap peluh dingin di dahiku, aku merasa badanku mendingin dan menggigil yang tidak karuan, aku menatap mama dari kursi ini...
“Mela baik-baik saja Nak?”
          Sapaan lembut mama hanya menggantung di langit-langit rumah sakit ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar