Senin, 11 Mei 2015

cinta bang Day Jilid 6



Penjelasan Bang Dayat
(Cintanya Day Jilid 6)
Perlahan aku membuka mata, memperhatikan sekitar, dan aromanya yang tercium adalah aroma yang kurang kusukai, aroma obat-obatan, yah aroma khas rumah sakit, siapa yang telah membawaku ke rumah sakit paling terkenal di Padang ini? Rumah sakit M. Jamil, kepalaku masih pusing efek sedikit terbentur dan terlalu banyak berfikir, tak lama aku mendengar suara langkah kaki, sepertinya langkah kaki wanita dan aku mengenali langkah kaki itu, langkah kaki yang selalu cepat dan terburu-buru ciri khas seseorang, tiba-tiba ada sosok wanita yang masuk ke dalam ruangan ini lalu tersenyum hangat padaku, aku membalas senyumnya
“Rahmi..?”
Sapaku dengan senyuman kebahagiaan.
“Iya Me, ini aku Rahmi, Me udah mendingan?”
Rahmi, sahabat baikku selama kuliah yang berhasil menemukan dan membawaku ke rumah sakit ini, sepertinya ia dan suaminya menemukanku pingsan di pinggir trotoar kota Padang.
“Tadi Mi lihat Me di pinggir trotoar dekat taman kota, rasa-rasanya Mi kenal, setelah Mi periksa ternyata beneran Mela, makanya minta tolong abang, untuk langsung membawa Me ke sinin saja, kebetulan abang tugas di sini Me,,,” jelas Rahmi
Aku menitikkan air mata
“Suamimu sudah keberitahu Me, ia akan segera ke sini, tadi ia keliling Padang, dan tidak menemukanmu, lalu aku menelfon nomormu dan ia mengangkatnya, ada nada khawatir di sana..” Rahmi diam sejenak
“Apa kalian baik-baik saja Me? Apa yang terjadi teman? Ceritalah, berbagi denganku, manatau aku bisa membantumu walau sekedar memberi nasehat..”
Rahmi menggenggam tanganku, ku lihat suaminya sedang sibuk memeriksa sekeliling ku.
Lama aku terdiam, dalam keadaan seperti ini, Allah mentakdirkan sahabat terbaikku, yang  justru berhasil menemukanku, di mana kamu bang? Masih sibukkah dengan wanita itu, cinta lamamu yang kembali hadir, atau kamu sedang bernostalgia dengannya, hingga lupa kalau aku di sini, setega itukah bang,,,,
Aku menitikkan air mata, setelah menikah aku seringkali menangis, aku tidak semilitan masa kuliah ku, cobaan yang kuhadapi kali ini cobaan bathin, memahami, menerima dan melepaskan...
Rahmi mendekat ke arah kepala ku, ia menggenggam tanganku, menatapku penuh iba.
“Me..., ayolah kawan, jangan selemah ini, seumur-umur aku mengenalmu kawan, tidak pernah aku melihatmu selemah ini, bicarahlah baik-baik dengan suamimu, jangan seperti ini, ini cemburu buta, bisa mengikis hati dan perasaan Me, berdamailah dengan masa lalunya, biarkan ia perlahan memahimu kawan, cinta tidak secepat itu bisa masuk ke hatinya, ia butuh proses panjang walau mungkin cinta itu ada di hatimu sejak kalian masih kecil, tapi itu dulu Me, jauh sebelum pemahan-pemahaman baik dan buruk itu masuk ke hati kalian masing-masing. Ajaklah ia bicara, beri ia waktu memaparkan siapa ia sebenarnya, maka pahamilah, bukankah kawan ku ini seseorang yang selalu sabar dalam segala hal, sabar lah menerimanya Me,”
Ya Allah, sahabat kuliah yang dahulunya hanya saling tertawa, kini ia memberiku nasehat yang dalam dan menghujam ke hatiku, kematangannya setelah menikah membuatku kagum, kini ia yang menasehatiku, biasanya aku yang menasehatinya, itulah persahabatan.
Rahmi benar, kenapa aku terlalu sensitif dan mengambil keputusan tanpa berfikir panjang, apa jadinya bang Day, pastinya susah mencariku di sini, tentunya bang Day risau dengan keadaanku, ya Allah teganya aku paadamu bang Day.
“Assalamualaikum”
Terdengar ucapan salam yang tergesa-gesa dari pintu, terlihat wajah cemas dan lelah dari wajahnya, wajah suami yang sudah menikahiku 6 bulan ini, ketenangan, keteduhan serta kepanikan yang ada di wajahnya bercampur menjadi satu, ia melihatku, menatapku, ada genangan air mata di sana, ia menghampiriku memeluk kepalaku berusaha menyampaikan rasa khawatirnya padaku, aku merasakan degub jantungnya yang berpacu dengan kecemasan dan rasa takut kehilangan, aku tak kuasa, dari tadi aku sudah menangis dalam pelukannya.
Rahmi dan suaminya meninggalkan kami di dalam ruang rawat ini, hanya aku dan bang Dayat. Lama bang Dayat memelukku sepertinya aku telah lama meninggalkannya, padahal aku hanya pergi beberapa jam. Bang Day membenarkan posisi duduknya, ia neggenggam tanganku erat, wajahnya penuh peluh dan cemas.
“Mana wanita tadi bang? Sudah selesai reuniannya?” Aku bertanya dengan nada sinis pada bang Day.
“Apa yang masih abang sembunyikan dari Me bang? Kenapa abang menutup masa lalu abang tanpa memberitahukannya kepada Me bang?” Aku kembali bertanya
“SIAPA DIA BANG DAYAT?” Nada suaraku meninggi.
Bang Dayat tidak menjawab, ia hanya tertunduk, sembari menggenggam tanganku, kesabaranku mulai hilang dan melepaskan genggamannya, meminta penjelasan atas apa yang ia lakukan. Bang Dayat menarik nafas dalam, berusaha mencari kekuatan untuk menjelaskan keping-keping masa lalunya.
“Maafin bang Day Me, abang belum cerita mengenai Rani, dia wanita yang pernah mengisi ruang hati abang dulu Me, dulu,, ketika masa-masa awal kuliah, saat abang masih bingung dengan kota ini, dia yang menolong abang, membantu administrasi abang dan menyarikan tempat kos untuk abang, dia kakak tingkat abang, tetapi karena tingginya di bawah abang, ia minta dipanggil adik, dan demi keakraban serta rasa terimakasih, abang menuruti satu-satunya permintaannya, dengan membiarkannya memanggil Abang dan Adek.”
Bang Dayat terdiam sejenak, sedangkan aku dari tadi sejujurnya tidak ingin mendengarkan penjelasan apapun tapi kali ini aku mengalah, tidak mungkin benang kusut ini kubiarkan.
“Ternyata panggilan itu berpengaruh besar Me, semakin hari Rani selalu memberikan perhatian kepada abang, menanyakan kabar abang, menanyakan tugas kuliah dan perkara makan abangpun ia khawatir, dan seringkali kita ikut acara yang sama, hingga saat itu Rani menyatakan perasaannya kepada abang, awalnya abang bingung Me, antara balas budi dan rasa cinta, abang tidak pandai meisahkan dua rasa itu, antara kasihan atau peduli, abang bingung Me, ditambah kabar dari Mama kalau Mela jarang terlihat lagi di masjid. Abang bingung saat itu, hingga akhirnya abang terima Rani menjadi pacar abang, mungkin sama seperti bang Miqdad Me dan abang tahu itu kesalahan abang Me, tapi please itu masa lalu abang Me.” Jelas Bang Dayat.
“Bang Miqdad tidak masuk dalam masalah ini bang, dia yang cinta sama Me, tetapi Me tidak ada rasa apapun terhadap bang Miqdad, Me masih setia dengan abang. Jangan samakan.” Aku memotong penjelasan Bang Dayat.
“Dan kenapa ketika bertemu dengan Rani, abang seolah tidak peduli dengan Me? Abang lupa kalau Me, istri sah abang, yang ada di samping abang? Apa namanya kalau bukan karena rasa cinta itu datang lagi kan bang?” Aku mulai kesal.
“Justru kenapa Me pergi? Padahal abang butuh kekuatan di sana Me, abang ingin menunjukkan istri sah abang kepadanya, tetapi Me telah pergi, andai Me tahu, ia meminta abang untuk menikahinya Me, menjadikannya istri kedua abang...” Bang Dayat Menatapku
Sedangkan hatiku sudah dari tadi merasa sakit atas semua penjelasan ini, aku tidak bisa berbagi apa yang kumiliki untuk orang lain.
“Abang berniat meninggalkan Me bang?” Dan aku menangis sesegukan.
“Abang tega....” isak ku.
“Abang tidak mungkin menduakanmu Me? Itu bukan prinsip abang Me! Tidak mungkin abang menikahinya, itu mustahil, abang hanya menyuruhnya untuk kuat dan berusaha menerima orang lain dalam hidupnya dan segera melupakan abang, abang sudah minta maaf dan berterimakasih atas kebaikannya selama ini, dan terakhir abang mengucapkan kata perpisahan untuknya..”
Aku sudah dari tadi menahan kesedihan yang mendalam ini, menerima kenyataan hidup yang tidak pernah kibayangkan sebelumnya.
“Apa pesan abang?” Dan aku masih penasaran dengan kata perpisahan Bang Dayat terhadap wanita itu
“Abang bilang, Aku mencintai istriku, jodoh dunia akhiratku, yang dari kecil sudah menjadi partner dalam kehidupanku, walau Allah memisahkan kami sementara, untuk bersatu kembali.”
Bang Dayat menetapku, sembari mengambil tissu dan menghapus air mataku
“Maafin Me bang.....”
Aku berdiri dan mengambil tangan Bang Dayat lalu mencium tangannya penuh hormat.
Bang Dayat melepas tangannya lalu memelukku erat, sangat erat.
“Kita jalani biduk rumah tangga ini berdua ya Me, saling menguatkan dan saling percaya, Abang selalu berdo’a untukmu Me dan berdo’a untuk keberkahan pernikahan kita, agar kekal hingga ke SyurgaNya.”
Dan aku pun menunduk setuju.
“Kita Pulang Bang?” Aku berkata pelan padanya
Bang Dayat menggeleng.
“Kita akan ke suatu tempat yang indah Me, tenpat yang sangat bersejarah di kota ini, kita akan ke sana menikmati malam ini.” Ucapnya
“Kemanapun abang membawa Me, Me akan ikut Abang! Karena Abang Imam hidup Me, maaf pernah menjadi makmum yang salah...” jawabku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar