Senin, 09 Maret 2015

Sesederhana Nasehat Ayah



Sesederhana Nasehat Ayah
(uun Lilis)
“Yah, motor kk kayaknya gigi tareknya habis deh Yah, soalnya bunyi kletak-kletak yah, apa diganti aja ya yah?” aku membuka pembicaraan sore itu saat aku, ayah dan ibu sedang duduk santai di teras rumah menikmati senja bersama. Ayah baru pulang dari tempat kerjanya, ia baru duduk dan meminum seteguk kopi yang dibuatkan ibu, sedangkan aku sedang menikmati teh hangat yang kubuat sendiri. Kalau lagi tenang seperti ini paling enak curhat masalah motor ke ayah.
Ku kira respon ayah sama seperti biasanya tidak peduli dan cenderung menyuruhku membawa motor kesayanganku ke bengkel, tapi senja itu ayah mengetes motor ku ia membawanya keliling gang. Lalu duduk lagi sembari berkata.
“itu bukan gigi tareknya kk, tapi karet bos gigi tareknya yang habis jadi tromolnya goyang, yang bunyi itu bukan gigi tarek tapi ya itu tadi yg longgar tadi, yaudah besok hondanya jangan dibawak jauh-jauh dulu biar ayah perbaiki besok sore.” Ayah dengan nada dinginnya entah ia menasehatiku entah ia memarahiku entahlah, aku tak pernah berhasil menerka maksud ayah, tapi itu membuatku terdiam sejenak dan senang karena akhirnya ayah peduli dengan motor yang kubawa.

Esoknya aku ada niatan ikut pawai di kantor gubernur, bersama anak-anak di sekolahan, aksi pawainya setelah sholat Jum’at, rencananya aku ingin membawa motor tapi aku teringat kata ayah, jangan dibawa jauh-jauh dulu. Jadi aku memutuskan untuk pergi aksi naik busway, tinggal tunggu di depan gang, trus busnya lewat deh, langsung diantar sampai kantor gubernur.
Sayangnya ketika pulang lama sekali kami menunggu busway itu lewat, hingga jam 18.00 baru lewat buswaynya dan itu adalah busway yang terakhir untuk sore itu, beruntung waktu azan magrib kali ini cukup lama setidaknya aku tidak terlalu kebablasan melewatkan waktu magrib.
Hingga di gang dekat rumah terdengar rakaat terakhir dari sholat berjamaah di masjid te,pat aku berhenti dan turun dari busway, aku menelfon ibu berkali-kali minta dijeput hingga akhirnya handpone ibu diangkat ol;eh ayah.
“ayah, jemput kk yah, dekat simpang yah...” tuturku lugas
Sembari menunggu ayah kuputuskan jalan sedikit-sedikit agar ayah tidak terlalu jauh menjemput, kulihat dari kejauhan ayah sudah datang dengan motor putihku, tanpa aba-aba aku naik di belakang, ayah membawa motor ini ngebut sekali dalam hitungan menitpun kami sampai di rumah. Aku langsung berbenah karena malam ini juga ada mabit di sekolah, aih betapa letihnya tubuh ini, tapi harus ya aku harus tetap pergi.
Tapi aku belum izin kepada ibu, baiklah ketika makan malam bersama aku memberanikan diri menyampaikannya kepada ibu,
“nanti kk tidur di sekolah ya bu, ada mabit anak-anak jadi kami panitianya” dan seperti biasa respon ibu
“kalau tidak ada kegiatan itu ya duduk di rumah k, jangan pergi sana pergi sini, nanti kecapean baru tahu, terbaring aja di rumah, seklai-kali biarkan lah honda istirahat dibawak sana-sini, honda tu capek juga kalau dibawa terus.” Jawaban ibu seperti biasanya
Aku menahan diri kali ini aku tak ingin berdebat dengan ibu, ini kesempatan yang tidak baik, kulirik ayah berharap ada pembelaan di sana
“diantarin aja sama adek k, motornya tu sepatu rem nya yng lagi rusak, jangan dibawak dulu.” Aku terdiam karena jarang sekali ayah berkata seperti itu kepadaku, ok baiklah setidaknya izin untuk mabit sudah dapat.
Rencananya di mabit(malam bina iman dan taqwa) smp kali ini akan ada acra tafakkur kuburan, kebetulan di depan sekolah kami itu adalah pemakaman muslim, nah rencananya anak-anak mau diajak ke sana, awalnya aku paling suka dengan kegiatan seperti itu karena itukan agenda ku dulu waktu zaman SMP, tapi sayangnya keletihan yang berlebihan dan belum ada istirahat membuatku menolak dengan halus usulan dari guru-guru yang lain, memasuki pemakaman itu butuh kesehatan badan dan butuh kesehatan ruhiyah, nah hari ini aku sangat-sangat letih aku tak mau malah aku yang di ganggu makhluk astral itu, karena kondisiku yang lelah, pun hari ini aku tilawah cuman satu juz dan itu kurang untuk bekal masuk ke pemakaman di tengah malam.
K Anik paham kondisiku, sehingga ia hanya menyuruhku istirahat malam itu, walau tak nyenyak juga, kami hanya tidur sejenak. Memastikan anak-anak tertidur dan diskusi sejenak lalu pas jam 00.00 kamipun tertidur kecuali Daway yang g tidur-tidur katanya jagain motor sama ngerjin skripsi.
Alhasil kami bangun kesiangan dalam arti awalnya direncanakan bangun itu jam 02.00 untuk sholat tahajud dan teafakur di sekolah saja, tapiii karena hal itu tadi (kecapean) semuanya kami serentak bangun jam 04.00 ah, begitu lelahnya. Aktifitas dilanjutkan dengan subuh berjamaan dzikir almatsurat dan sarapan, lanjut dengan aktifitas belajar mengajar.
Aku lupa bawa baju ganti untuk mengajar hari ini, jadi kutunggu kakak ipar Arruhama datang untuk meminjam motornya dan pulang bersh-bersih kali ini bareng k Anik, karena sepertinya k Anik itu paham dengan kondisiku yang belum stabil.
Di rumah aku tak menjumpai motor kesayanganku, rupanya dibawak mamak ke rumah buk RT, aku menyusul mamak dan izin membawa motor ku untuk dibawa ke sekolah, mamak awalnya ragu ada raut cemas di wajahnya
“g bawa helm kk?” tanya mamak sederhana
“oh, g usah mak, gpp kan cuman dekat sekolah aja” aku menjawab dengan gaya biasanya, ceria
Dan kali ini anehnya mamak tidak memberikan wejangan apa-apa, cuman naya helm, biasanya mamak akan bilang:
“STNK nya udah k? SIM nya? Parkir yang baik motornya, liat kiri kanan ya... jangan ngebut, hati-hati” ituh adalah kalimat mamak setiap pagi, setiap pagi hari, tapi tidak untuk pagi ini
Aku membawa motor menuju sekolah, tanpa helm, dan dengan kondisi motor yang aku baru ingat rusak, dan tadi pagi ini aku baru sadar kalau rem nya blong alias spatu rem nya habis, semua pertanyaan dan pernyataan serta perencanaan motor bermain di kepalaku, berputar aneh, kumpulan kerusakan motor yang akhirnya
“BRUK...”
Aku menabrak motor orang lain yang terparkir di tepi jalan
Astaga.... ya Allah, aku terlempar ke tepi jalan dan motorku rebah, aku langsung berdiri dari jatuhku dan memperbaiki posisi jilbab yang agak terangkat, lalu ku tegakkan motor, dan ada seorang warga yang mengambil sandal ku yang terlepas, aku menahan emosi berhitung dengan situasi.
Lalu ku tatap wajah pemilik motor yang merasa bersalah, karena ia parkir di bibir jalan, bukannya masuk ke halaman toko yg ia singgahi
“kk tidak apa apa?” katanya panik
“MAS, BISA G PARKIRNYA JANGAN DI BIBIR JALAN?” jawabku dengan nada tinggi karena korban di sini hanya aku dan motor ku untungnya motor mereka baik-baik saja dan mereka tdak ada di motor saat itu
“kk aja yang g liat-liat kan ada motor kenapa malah ditabrak” jawabnya enteng
Emosiku hampir membuncah, hampir aku mengeluarkan kata-kata pamungkas sebagai pengacara, lalu
“k iya gpp?” budenya Daway lewat dan bertanya. Aku menoleh
“k iya gpp bude!” jawabku singkat karena aku memang tdk apa-apa
“kalw gpp yaudah lanjut aja pergi kerja, jangan lama-lama di situ” balas budenya Daway dengan tegas
Baiklah aku tinggalkan kejadian ini dan minta maaf ke pemilik motor yng kutabrak, kalau saja bude g lewat tau dah pasti panjang kali lebar aku ceramah di sana, tapi yah ketegasan bude itu g perlu dua kali untuk memahaminya.
Di sekolah k Anik melihatku turun dari motor dan apa yang ia katakan
“Habis nabrak di mana?” ah, k Anik kamu tahu saja yang kualami barusan.

Sesederhana nasehat ayah
Yang jarang bersuara seperti ibu
Namun tahu kondisi putrinya dan keselamatan putrinya
Ayah, sosok dingin yang dalam diam peduli
Maafkan kk yah
Ayah yang selalu tahu kondisi motor anaknya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar