Sesederhana Nasehat Ayah
(uun Lilis)
“Yah, motor kk kayaknya gigi tareknya habis deh
Yah, soalnya bunyi kletak-kletak yah, apa diganti aja ya yah?” aku membuka pembicaraan sore itu saat aku, ayah
dan ibu sedang duduk santai di teras rumah menikmati senja bersama. Ayah baru
pulang dari tempat kerjanya, ia baru duduk dan meminum seteguk kopi yang
dibuatkan ibu, sedangkan aku sedang menikmati teh hangat yang kubuat sendiri.
Kalau lagi tenang seperti ini paling enak curhat masalah motor ke ayah.
Ku kira respon ayah sama seperti biasanya tidak
peduli dan cenderung menyuruhku membawa motor kesayanganku ke bengkel, tapi
senja itu ayah mengetes motor ku ia membawanya keliling gang. Lalu duduk lagi
sembari berkata.
“itu bukan gigi tareknya kk, tapi karet bos gigi
tareknya yang habis jadi tromolnya goyang, yang bunyi itu bukan gigi tarek tapi
ya itu tadi yg longgar tadi, yaudah besok hondanya jangan dibawak jauh-jauh
dulu biar ayah perbaiki besok sore.”
Ayah dengan nada dinginnya entah ia menasehatiku entah ia memarahiku entahlah,
aku tak pernah berhasil menerka maksud ayah, tapi itu membuatku terdiam sejenak
dan senang karena akhirnya ayah peduli dengan motor yang kubawa.
Esoknya aku ada niatan ikut pawai di kantor
gubernur, bersama anak-anak di sekolahan, aksi pawainya setelah sholat Jum’at,
rencananya aku ingin membawa motor tapi aku teringat kata ayah, jangan dibawa
jauh-jauh dulu. Jadi aku memutuskan untuk pergi aksi naik busway, tinggal
tunggu di depan gang, trus busnya lewat deh, langsung diantar sampai kantor gubernur.
Sayangnya ketika pulang lama sekali kami menunggu
busway itu lewat, hingga jam 18.00 baru lewat buswaynya dan itu adalah busway
yang terakhir untuk sore itu, beruntung waktu azan magrib kali ini cukup lama
setidaknya aku tidak terlalu kebablasan melewatkan waktu magrib.
Hingga di gang dekat rumah terdengar rakaat
terakhir dari sholat berjamaah di masjid te,pat aku berhenti dan turun dari
busway, aku menelfon ibu berkali-kali minta dijeput hingga akhirnya handpone
ibu diangkat ol;eh ayah.
“ayah, jemput kk yah, dekat simpang yah...” tuturku lugas
Sembari menunggu ayah kuputuskan jalan
sedikit-sedikit agar ayah tidak terlalu jauh menjemput, kulihat dari kejauhan
ayah sudah datang dengan motor putihku, tanpa aba-aba aku naik di belakang,
ayah membawa motor ini ngebut sekali dalam hitungan menitpun kami sampai di
rumah. Aku langsung berbenah karena malam ini juga ada mabit di sekolah, aih
betapa letihnya tubuh ini, tapi harus ya aku harus tetap pergi.
Tapi aku belum izin kepada ibu, baiklah ketika
makan malam bersama aku memberanikan diri menyampaikannya kepada ibu,
“nanti kk tidur di sekolah ya bu, ada mabit
anak-anak jadi kami panitianya”
dan seperti biasa respon ibu
“kalau tidak ada kegiatan itu ya duduk di rumah
k, jangan pergi sana pergi sini, nanti kecapean baru tahu, terbaring aja di
rumah, seklai-kali biarkan lah honda istirahat dibawak sana-sini, honda tu
capek juga kalau dibawa terus.”
Jawaban ibu seperti biasanya
Aku menahan diri kali ini aku tak ingin berdebat
dengan ibu, ini kesempatan yang tidak baik, kulirik ayah berharap ada pembelaan
di sana
“diantarin aja sama adek k, motornya tu sepatu
rem nya yng lagi rusak, jangan dibawak dulu.” Aku terdiam karena jarang sekali ayah berkata seperti itu kepadaku, ok
baiklah setidaknya izin untuk mabit sudah dapat.
Rencananya di mabit(malam bina iman dan taqwa)
smp kali ini akan ada acra tafakkur kuburan, kebetulan di depan sekolah kami
itu adalah pemakaman muslim, nah rencananya anak-anak mau diajak ke sana,
awalnya aku paling suka dengan kegiatan seperti itu karena itukan agenda ku
dulu waktu zaman SMP, tapi sayangnya keletihan yang berlebihan dan belum ada
istirahat membuatku menolak dengan halus usulan dari guru-guru yang lain,
memasuki pemakaman itu butuh kesehatan badan dan butuh kesehatan ruhiyah, nah
hari ini aku sangat-sangat letih aku tak mau malah aku yang di ganggu makhluk
astral itu, karena kondisiku yang lelah, pun hari ini aku tilawah cuman satu
juz dan itu kurang untuk bekal masuk ke pemakaman di tengah malam.
K Anik paham kondisiku, sehingga ia hanya
menyuruhku istirahat malam itu, walau tak nyenyak juga, kami hanya tidur
sejenak. Memastikan anak-anak tertidur dan diskusi sejenak lalu pas jam 00.00
kamipun tertidur kecuali Daway yang g tidur-tidur katanya jagain motor sama
ngerjin skripsi.
Alhasil kami bangun kesiangan dalam arti awalnya direncanakan
bangun itu jam 02.00 untuk sholat tahajud dan teafakur di sekolah saja, tapiii
karena hal itu tadi (kecapean) semuanya kami serentak bangun jam 04.00 ah,
begitu lelahnya. Aktifitas dilanjutkan dengan subuh berjamaan dzikir almatsurat
dan sarapan, lanjut dengan aktifitas belajar mengajar.
Aku lupa bawa baju ganti untuk mengajar hari ini,
jadi kutunggu kakak ipar Arruhama datang untuk meminjam motornya dan pulang bersh-bersih
kali ini bareng k Anik, karena sepertinya k Anik itu paham dengan kondisiku yang
belum stabil.
Di rumah aku tak menjumpai motor kesayanganku,
rupanya dibawak mamak ke rumah buk RT, aku menyusul mamak dan izin membawa
motor ku untuk dibawa ke sekolah, mamak awalnya ragu ada raut cemas di wajahnya
“g bawa helm kk?” tanya mamak sederhana
“oh, g usah mak, gpp kan cuman dekat sekolah aja” aku menjawab dengan gaya biasanya, ceria
Dan kali ini anehnya mamak tidak memberikan
wejangan apa-apa, cuman naya helm, biasanya mamak akan bilang:
“STNK nya udah k? SIM nya? Parkir yang baik
motornya, liat kiri kanan ya... jangan ngebut, hati-hati” ituh adalah kalimat mamak setiap pagi, setiap
pagi hari, tapi tidak untuk pagi ini
Aku membawa motor menuju sekolah, tanpa helm, dan
dengan kondisi motor yang aku baru ingat rusak, dan tadi pagi ini aku baru
sadar kalau rem nya blong alias spatu rem nya habis, semua pertanyaan dan
pernyataan serta perencanaan motor bermain di kepalaku, berputar aneh, kumpulan
kerusakan motor yang akhirnya
“BRUK...”
Aku
menabrak motor orang lain yang terparkir di tepi jalan
Astaga.... ya Allah, aku terlempar ke tepi jalan
dan motorku rebah, aku langsung berdiri dari jatuhku dan memperbaiki posisi
jilbab yang agak terangkat, lalu ku tegakkan motor, dan ada seorang warga yang
mengambil sandal ku yang terlepas, aku menahan emosi berhitung dengan situasi.
Lalu ku tatap wajah pemilik motor yang merasa
bersalah, karena ia parkir di bibir jalan, bukannya masuk ke halaman toko yg ia
singgahi
“kk tidak apa apa?” katanya panik
“MAS, BISA G PARKIRNYA JANGAN DI BIBIR JALAN?” jawabku dengan nada tinggi karena korban di sini
hanya aku dan motor ku untungnya motor mereka baik-baik saja dan mereka tdak
ada di motor saat itu
“kk aja yang g liat-liat kan ada motor kenapa
malah ditabrak” jawabnya enteng
Emosiku hampir membuncah, hampir aku mengeluarkan
kata-kata pamungkas sebagai pengacara, lalu
“k iya gpp?” budenya Daway lewat dan bertanya. Aku menoleh
“k iya gpp bude!” jawabku singkat karena aku memang tdk apa-apa
“kalw gpp yaudah lanjut aja pergi kerja, jangan
lama-lama di situ” balas budenya Daway
dengan tegas
Baiklah aku tinggalkan kejadian ini dan minta
maaf ke pemilik motor yng kutabrak, kalau saja bude g lewat tau dah pasti
panjang kali lebar aku ceramah di sana, tapi yah ketegasan bude itu g perlu dua
kali untuk memahaminya.
Di sekolah k Anik melihatku turun dari motor dan
apa yang ia katakan
“Habis nabrak di mana?” ah, k Anik kamu tahu saja
yang kualami barusan.
Sesederhana
nasehat ayah
Yang
jarang bersuara seperti ibu
Namun
tahu kondisi putrinya dan keselamatan putrinya
Ayah,
sosok dingin yang dalam diam peduli
Maafkan
kk yah
Ayah
yang selalu tahu kondisi motor anaknya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar