Sabtu, 14 Maret 2015

Menakhlukkan Ketakutan



Menakhlukkan Ketakutan
(Sepenggal Kisah di Sumbar)
Kalau ada yng ngajak ke Sumbar, aku biasanya orang pertama yang akan minta ikut, mau bayar g bayar, mau sumbangan, mau pake travel, rental mobil naik bus, naek motor, aku, yah aku pasti minta ikut. Karena tanah kelahiranku, Sumbar adalah negeri yang paling indah, paling lengap dan paling adem untuk dinikmati.
Seperti kali ini sekolah akan mengadakan study banding ke salah satu sekolah paket yang ada di Bukittinggi, tentu saja aku yang pertama absen untuk ikut, Bukittinggi kota yang indah dengan aneka wisatanya, perbukitan yang indah, wisata yang menawan, perjalanan yang tak menjemukan, sungguh damai rasanya. Namun, setelah Daway menyebutkan sederet agenda yang akan dilakukan, seperti mengunjungi pulau dan pantai, dan seketika itu juga  aku terdiam.
“Nah, nanti hari pertama kita ke pantai Cerocok dulu, kita nyebrang trus main-main di pulau kecil itu, besoknya baru kunjungan dan main di Bukittinggi, hari trakhir menjelang pulang kita main di Harau Payakumbuh .” Jelas daway dengan antusias.
Lama aku terdiam di sudut ruangan diskusi itu. Mbk Sri memperhatikanku dengan tatapan khas nya, entah lah entah itu tatapan iba atau tatapan khawatir. Daway pun tersadar dan berhenti dari antusiasme nya, lalu sejenak melihatku murung.
“Kenapa un? Kok malah murung? Pecinta Sumbar tetiba murung diajak ke Sumbar? Jangan bilang un takut Laut?” kalau Daway udah ngeluarin sederet pertanyaan itu pertanda ia sedang marah atau sedang menahan amarahnya.
Aku tersentak demi mendengar deretan pertanyaan Daway, si adek angkat ku itu, sambil menunduk takzim aku menyampaikan alasanku.
“uun TIDAK SUKA LAUT, un takut nyebrangin laut, un g mau ke pantai un g suka.!” Aku dengan nada agak tertekan akhirnya berani menyampaikan kekhawatiran itu
“apa yng un takut kan? Un kan lahir dari pesisir pariam juga Laut juga... lagian un kalau kita nyebrang kan ada pengamannya, kita pun ramai, kalau un jatuhkan ada Wayu yang nolongin?” kali ini ia tersenyum, aku tahu itu hanya caranya membuat kekhawatiranku tentang laut hilang.
“nolongin? orang g mahrom juga!” Mbk Sri memotong ucapan Daway.
Aku hanya terdiam dan izin pamit dari ruangan, sungguh kali ini tantangannya besar, demi semua sahabat di sekolah aku harus berani ikut ke sana, atau aku akan melihat wajah kecewa mereka karena ketidak ikutesertaannuku. Tapi... atau lebih baik aku tidak usah ikut ke Sumbar saja, ah bukan solusi Bukep tak akan membiarkan aku tak ikut, mana mungkin aku secara sepihak mengganti rute perjalanan, secara yang lain sudah sepakat ingin ke pantai...
Huaaaaaaa, ya Allah hanya bisa berdo’a semoga aku bisa menakhlukkan ketaktan ku ini, aku sempat menawarkan kepada Daway untuk jalan ke Maninjau aja, atau ke istana Pagaruyung di Batusangkar, eh jawabannya
“lebih seru ke pantai un... un tu lah g pernah mau mencoba sesuatu yang baru, sekali-kali tataplah lautan yg indah itu un, anugrah Allah yang Maha Indah.” Si daway dengan kealay aiannya atau sengaja menyindir entahlah, tapi kata-katanya itu ada benarnya.

Aku kuatkan hatiku untuk ikut ke Sumbar, walau sepanjang perjanlanan menuju pantai Cerocok ada degub aneh di jantungku, antara takut, cemas atau... ah tapi rasa itu semua terbayar dengan pemandangan yang indah sepanjang perjalanan menuju Painan itu, Teluk Bayur yang penuh pesona dengan deretan kapal-kapal besar yang Subhanaallah...
Sampan-sampan para nelayan yang tertambat di bibir pantai, anak-anak kecil yang berlarian, sungguh terlihat indah tapi tidak untuk kuikuti.
Aku sedikit lega ternyata Daway membawa kami ke Bukit Langkisau, yang dari ketinggian ini kami bisa melihat laut lepas dan para penerjun payung pamer kebolehan, dari atas Bukit Langkisau ini kita bisa memandang lautan yang sangaaaat luas, pemandangan yang sangat indah, perbukitan sederhana yang terlihat menjadi pasak menahan air laut, ditambah para penerjun yang seolah-olah pamer bahwa mereka bisa menikmati alam Minangkabau ini dengan leluasa di atas awan.
Aku? Yah aku terperangah dengan ini semua, laut yang terlihat tenang, rumah penduduk di selatan yang terlihat tersusun rapi seperti sudah di ataur letakknya dengan warna genteng merah yang hampir merata, ini sungguh anugrah Allah yang Maha Agung.
Ku kira kami akan lama di sini, aku hanya diam dan takzim memperhatikan ini semua. Melihat para touris yang berfoto-foto, Daway dan yang lain sedang tertawa-tawa, aku memejamkan mata
“Ya Rabb begitu besar kuasaMu atas kami, keindahan ciptaanMu yang menyejukkan mata, ketenangan yang Kau berikan, sabdaMu tak pernah ingkar, Kau jadikan gunung-gunung sebagai pasak untuk menahan air laut, Kau ciptakan semuanya berdampingan tanpa merasa lebih dipentingkan  satu sama lain, Ya Rab kuatkan aku untuk bisa menikmati laut itu lebih dekat” lirihku dalam diam
Daway menghampiriku yang sedang menikmati pemdangan ini, ia mensejajarkan duduknya walau tak dekat.
“keren kan un, habis ini kita ke bawah un kita nikmati alam ciptaan Allah ini lebih dekat lagi, kita cari batu karang di pulau un.” Daway semangatnya dia mempropokasiku walau aku hanya tersenyum kecut.
Perjalanan ini yang kukira hanya akan berakhir di Bukit yang indah rupanya salah, semuanya guru-guru dari dua mobil rombongan kami sepakat untuk turun ke bawah dan menyebrang ke pulau kecil yang biasa dijadikan tempat wisata. Ya Allah aku semakin gamang, ketakutanku itu semakin menjadi-jadi debar jantungku semakin kuat, walau wajahku berusaha kunetralkan.
Di bibir pantai Cerocok ketika semuanya bersepakat untuk nyebrang ke pulau tiba-tiba perutku mulas, dadaku berdegub lebih kencang dari  biasanya dan wajahku pucat penuh kecemasan, semuanya melihatku mencoba mencari keputusan.
“maaf uun tidak ikut menyebrang” ucapku lirih sambil tertunduk.
Ya Allah rasa bersalah kembali menghampiriku, lihatlah wajah kecewa Daway, ia kira dengan membawaku ke Bukit Langkisau tadi berhasil menakhlukkan ketakukan terhahadap laut, ia keliru semakin aku mendekati bibir pantai ini sejatinya ketakutan itu semakin besar semakin bertambah-tambah bahkan ketakutan yang kelewat batas.
“UN!”
Ketegasan suaranya membuatku terpaksa menolehkan wajah melihatnya, Daway menatapku penuh haru, dan aku kaget dengan sapaan singkat yang penuh muatan kekuatan di sana.
Hampir aku menangis karena takut menyebrang takut melihat boat yang akan membawa kami takut dengan air laut yang seakan-akan ingin menerkamku menelanku hidup-hidup takut dengan deburan ombak yang sepertinya marah, ini semua semakin membuatku...rasanya seperti menghadapi penguji Skripsi, dan sepertinya ketakutan yang ini lebih parah dari ketakutan menghadapi pembimbing yang killer, ini ketakutan yang aneh kurasa.
“KALAU UN G MAU IKUT SEMUANYA KITA BALEK KE BUKIT!”
Kalimat itu yang membuatku menitikkan air mata. Mana mungkin perjalanan sejauh ini yang sudah ditempuh berjam-jam hanya akan berakhir dengan ketidak inginannku menyebrang yang hanya butuh waktu 10 menit, hampir aku terisak.
“un takuuut Way, un takut, hiks” aku kalah akhirnya aku menangis
“sekarang bukan soal takutnya, un mau ikut atau ndak?”
Lagi-lagi Daway membuat pilihan yang harus kupertimbangkan baik-baik. Merelakan ketakutan yang hanya merugikan aku sendiri artinya cuman aku yng dirugikan, atau mengikuti ketakutan ku yang artinya aku mengecewakan 11 orang yang lainnya yang penuh harap bisa melihat dan bermain di pantai yang indah ini.
Lama kami terdiam hingga akhirnya Aku mengangguk, aku tak mungkin tega menghapus wajah bahagia 11 orang itu, apalagi wajah Daway yang dari awal keberangkatan sudah merencanakan perjalanan ini, aku mengangguk dan lihatlah semua wajah itu berseri kembali, wajah yang berhasil masuk kerelung hati ini memberikan kekuatan sendiri, wajah mereka membuat ku berhasil menyeret kakiku untuk melangkah ke boat yang kami tumpangi dan dalam sekejap aku sudah duduk di belakang dengan tenang.
Semuanya sudah naik, aku terdiam di belakang, siapa pula yang mau duduk di sampingku yang tak bisa diajak biacara selama di dalam boat, hanya Daway yang duduk di depan tersenyum lebar.
“semua akan baik-baik saja un, selagi kita masih bersama Way jamin itu...!”
Itulah kata-kata sederhananya yang membuatku akhirnya tersenyum selama di boat, aku percaya itu, mereka semua tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padaku, justru mereka semua berhasil membunuh ketakutan terbesar dalam hidupku. Ketakutanku pada laut dan ketakutanku dengan kendaraan air.
Kalian memang keluarga yang selalu ada dalam suka dan duka, dalam kebersamaan dan kesendiriian.  Duhai Laut maukah bersahaabat dengan ku?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar