KEMBALI
Uni Lilis
Senja yang dijanjikan
sang Khaliq tiba, dengan pantulan cahaya jingganya meretas menembus sela-sela
kehidupan. Aku termenung di salah satu sudut Masjid, kali ini aku lebih awal
sampai di masjid sebelum azan Magrib berkumandang. Aku masih ingat nasehat k Anik
siang tadi saat aku menceritakan semua yang mengganggu hari ini
“Kita hidup ini hanya sekali dek,
susah senangnya kita yang rasa kita yang tanggung, tetapi tidak menyiksa diri
dengan memaki serta mengutuk pencipta kita dek, bayangkan berapa banyak yang sudah
Dia kasih, berapa banyak kemudahan yang Ia berikan , berapa banyak yang sudah
kita gunakan, yang sudah kita habiskan. Astaga kalau kita hitung dan kita tulis
dengan seratus pena yang bertintakan lautan tak kan bisa dek, sungguh tidak
akan pernah bisa. Maka tidak ada kata terlambat dalam bertobat, tidak ada kata
selesai dalam beribadah dan sungguh tidak pantas kita yang hina ini mendikte
Dia yang sudah memberikan segala-galanya. Itu hakNya untuk mengambil hambaNya kembali, kita yang di sini
seharusnya tetap memperbaiki diri” Kak Anik dengan lantangnya berhasil
mengobrak-abrik ketumpulan hatiku siang ini
Aku menangis terisak
mendengar nasehat k Anik, bagaimana tidak dari sekian banyak kk sepupu yang
kumiliki cuman kata-kata k anik yang mampu menembus hati yang terlanjur keras
ini. Perawakannya memang kecil tetapi muatan Ruhiyahnya besar, kecintaannya
pada Agamanya begitu kuat, bagiku hanya dialah yang bisa memahamiku walau
sekeras apapun aku menolaknya
“Ayu tahu Ayu salah kk, tapi Ayu malu
sama Allah, Ayu merasa terlanjur bersalah, selama ini Ayu marah sama Allah
karena sudah mengambil Ayah dan Ibu dari hidup Ayu dan k Anik g tau kan
perasaan Ayu sekarang, Ayu tahu Ayu
salah, tapi Ayu Malu k Anik Ayu malu....” tangisku pecah di kamar k Anik, sama
seperti tangisku saat Ayah dan Ibu dinyatakan hilang di Laut.
“Tidak Dinda, Allah tidak pernah marah
dengan hambanya yang alpa, Allah hanya menunggu kapan hambaNya itu kembali,
menunggu waktu hambanya menangis, mengiba untuk meminta maaf dan kembali dengan
ketegaran, Allah menunggu Ayu selalu, Allah rindu dengan Ayu yang dulu Ayu yang
selalu sholat berjamaah di Masjid, Ayu yang kalau mengaji suaranya jelas dan
lantang, ayok dinda, jangan terpuruk dengan keadaan, ini adalah titik untuk Ayu
kembali kepada Allah, jangan sia-siakan kesempatan ini Ayu pasti bisa.”
K Anik mengangkat tubuhku
yang terduduk lemas, ia menatapku tajam, mengusap air mataku, dan memelukku
erat sekali sungguh sangat erat k anik berusaha mentransfer kekuatan kepadaku,
kekuatan hati untuk kembali kepadaNya, Sang Pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar