Kamis, 29 Januari 2015

Risalah Hati (cerita ini diikutkan giveaway contest. www.dodyrakhmat.com)



                                             Risalah Hati
Karya Uni Lilis
Perhatikanlah seorang di sudut sana, di bawah jembatan Siak, di pinggir sungai yang terkenal dengan kedalamannya se Indonesia, di antara deruan angin pagi itu ditambah kepulan-kepulan asap yang semakin pekat karena pembakaran hutan yang sembarangan di kota bertuah ini. Yani terdiam di sana menatap kapal roro yang akan berangkat menyebarangi sungai ini dan nantinya akan menembus Selat Panjang. Lama Yani termenung, sesekali ia menghela nafas.
Yanipun berdiri dari duduknya berjalan lambat di pelataran sungai yang berpagar besi, semakin lama ia berjalan semakin terlihat jelas air mata di pipinya. Yani tak kuasa dengan perasaannya ia mulai sesegukan dan memegang kepala pagar, setidaknya Yani tidak berfikir untuk loncat ke sungai itu. Lihatlah kesenduan di wajahnya entah apa yang menyiksa bathinnya.
Aku pun mulai mendekati Yani, aku tak kuasa melihatnya begini, aku hampir berlari dari ujung sambil terbatuk-batuk karena kondisiku yang memang masih flu...
“Yaaan, Yani...:” aku memanggilnya dengan kuat dan di selingi batukku yang kering
Yani menoleh, mengusap air matanya, menyeka hidung dan sela-sela ujung matanya, berusaha tersenyum dan mendekat. Lihatlah, ia tersenyum sumringah seolah ia bisa menyembunyikan kesedihan itu, aku tak bisa ditipu, bahunya yang bergetar dari jauh itu sudah cukup kuat membuatku tahu kalau ia sedang menangis.
“katanya on time, kok udah satu jam baru datang Nik?” Yani menyapaku, seharusnya aku yang menyapa nya ya Allah setegar itukah Yani
“Maaf Yan... Anik tadi ngerjain laporan untuk rapat di sekolah nanti sore, maaf ya!” aku memang terlambat pagi ini, aku terlanjur janji datang pagi kepada Yani tapi laporan itu harus ku kirim ke Ustadz Iman pagi itu juga, dan terpaksa janji dengan kulewati sedikit.
Kulihat Yani menitikkan air mata, ia duduk sembari meluruskan kakinya, aku mengikutinya duduk di samping, ia menjatuhkan kepalanya di pundak kiriku, lalu menatap lurus kedepan.

Seratus detik kemudian
“Ceritakanlah Yan, dan Lepaskanlah jika itu membuat hatimu lega Sahabat...” Aku berkata lirih
“Seharusnya aku tak sebodoh itu percaya dengan kata-kata manisnya Nik, seharusnya aku mengikuti nasehatmu Nik, tidak terlalu menanggapi janji-janji palsunya, tetapi bukankah dia seorang yang taat dalam Ibadah, dan aku rasa ia memang serius untuk mengajakku menikah Nik, tapi kenapa dia malah meminang Rizka sahabat kita Nik, kenapa dia setega itu Nik, dia kan tahu kalau kita bertiga sahabatan Nik, tetapi kenapa Rizka dan Dia kompak sekali menyakiti dan mencabik-cabik hati ini Nik, apa aku buruk dan jahat Nik, apa aku tak boleh bahagia Nik?”
“Laki-laki yang baik hanya untuk wanita yang baik Yan” Ucapku Tegas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar