Risalah
Hati
Karya
Uni Lilis
Perhatikanlah
seorang di sudut sana, di bawah jembatan Siak, di pinggir sungai yang terkenal
dengan kedalamannya se Indonesia, di antara deruan angin pagi itu ditambah
kepulan-kepulan asap yang semakin pekat karena pembakaran hutan yang
sembarangan di kota bertuah ini. Yani terdiam di sana menatap kapal roro yang
akan berangkat menyebarangi sungai ini dan nantinya akan menembus Selat Panjang.
Lama Yani termenung, sesekali ia menghela nafas.
Yanipun berdiri dari duduknya berjalan lambat di
pelataran sungai yang berpagar besi, semakin lama ia berjalan semakin terlihat
jelas air mata di pipinya. Yani tak kuasa dengan perasaannya ia mulai sesegukan
dan memegang kepala pagar, setidaknya Yani tidak berfikir untuk loncat ke
sungai itu. Lihatlah kesenduan di wajahnya entah apa yang menyiksa bathinnya.
Aku
pun mulai mendekati Yani, aku tak kuasa melihatnya begini, aku hampir berlari
dari ujung sambil terbatuk-batuk karena kondisiku yang memang masih flu...
“Yaaan,
Yani...:” aku memanggilnya dengan kuat dan di selingi batukku yang kering
Yani
menoleh, mengusap air matanya, menyeka hidung dan sela-sela ujung matanya,
berusaha tersenyum dan mendekat. Lihatlah, ia tersenyum sumringah seolah ia
bisa menyembunyikan kesedihan itu, aku tak bisa ditipu, bahunya yang bergetar
dari jauh itu sudah cukup kuat membuatku tahu kalau ia sedang menangis.
“katanya
on time, kok udah satu jam baru
datang Nik?” Yani menyapaku, seharusnya aku yang menyapa nya ya Allah setegar
itukah Yani
“Maaf
Yan... Anik tadi ngerjain laporan untuk rapat di sekolah nanti sore, maaf ya!”
aku memang terlambat pagi ini, aku terlanjur janji datang pagi kepada Yani tapi
laporan itu harus ku kirim ke Ustadz Iman pagi itu juga, dan terpaksa janji
dengan kulewati sedikit.
Kulihat
Yani menitikkan air mata, ia duduk sembari meluruskan kakinya, aku mengikutinya
duduk di samping, ia menjatuhkan kepalanya di pundak kiriku, lalu menatap lurus
kedepan.
Seratus
detik kemudian
“Ceritakanlah
Yan, dan Lepaskanlah jika itu membuat hatimu lega Sahabat...” Aku berkata lirih
“Seharusnya
aku tak sebodoh itu percaya dengan kata-kata manisnya Nik, seharusnya aku
mengikuti nasehatmu Nik, tidak terlalu menanggapi janji-janji palsunya, tetapi
bukankah dia seorang yang taat dalam Ibadah, dan aku rasa ia memang serius untuk
mengajakku menikah Nik, tapi kenapa dia malah meminang Rizka sahabat kita Nik,
kenapa dia setega itu Nik, dia kan tahu kalau kita bertiga sahabatan Nik,
tetapi kenapa Rizka dan Dia kompak sekali menyakiti dan mencabik-cabik hati ini
Nik, apa aku buruk dan jahat Nik, apa aku tak boleh bahagia Nik?”
“Laki-laki
yang baik hanya untuk wanita yang baik Yan” Ucapku Tegas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar