Sabtu, 15 Agustus 2015

"Bunglon Perasaan" #LombaPuisiDira



“Bunglon Perasaan”
Oleh: Uni Lilis
#LombaPuisiDira
Bersama rintik hujan yang selalu hadir di saat rahasia
Seringkali ia menjadi teman saat goresan-goresan kekecewa’an menghampiri hati
Perawakanku yang selalu ceria bertabur bahagia, bahkan penuh canda tawa
Seringkali menipu hatiku sendiri yang sebenarnya penuh keputus asaan

Bahagia adalah pilihanku dalam menjalani kehidupan yang penuh warna
Tersenyum dan menyapa adalah kebiasaan yang kususka setiap pergantian bulan dengan mentari
Menjadi Mawar di antara duri
Terkadang menjadi teratai yang selalu menghadap ke atas dan mengikuti arus air

Kebersamaan bagiku adalah kunci kehidupan
Seringkali ia disebut sebagai ukhuwah, menyelamatkan saudara setara dengan menyelamatkan diri sendiri
Bagiku bahagia saudara adalah bahagiaku
Tawanya tawaku, menyelamatkan nyawanya sebelum nyawaku adalah sebuah keharusan dalam pertemanan, walau
Seringkali kesetiakawananan ini menjebak hatiku sendiri, bahkan menggores luka di lubuk hati yang selalu berhasil kututupi

Banyak tawa bahagia yang kutemui setelah apa yang kulakukan
Dari tua hingga muda, remaja bahkan balita, selalu mendapatkan senyum kehangatan ini
Walau seringkali berat hati dalam menjalani hidup, namun hakikat menebar bahagia itu tak pernah luntur
Karena aku adalah kakak, bahagia bagiku sebuah keharusan, seberat apapun beban yang tertitip di pundak, karena
Keceriaan adalah imunitas dalam memperjuangkannya

Tak selamanya panas bertahan lama, ia butuh angin
Atau hujan gerimis, bahkan badai kencang yang menyirami semua permukaan bumi
Bahkan membuat beberapa pohon tinggi nan kokoh ikutan tumbang

Itulah hatiku ketika angin kekecewaan menghampiri
Mulanya hanya diam sebiru bahasa dengan senyum tipis yang masih terlihat manis
Lalu beranjak kepada diam seribu bahasa yang bahkan tidak ingin melihat siapapun
Cukup sendiri saja merasakan sakit, jika terpaksa menyapa hanya takut menorehkan luka
Atau bahkan berprasangka, lalu memperkeruh keadaan
Cukup diam, menenangkan hati, mengikat prasangka yang terlanjur bercabang
Bahkan menjadi sebuah susunan cerita

Tak jarang, ia yang menyayangiku rindu dengan wajah ceria itu, terpaksa menekuk muka setiap berjumpa
Takut menambah luka, atau bahkan menjadi bagian dari luka itu sendiri
Bagiku mengalah adalah jalan, jalan kebebasan hati
Bagiku bahagia teman adalah segalanya, walau aku harus membagi hatiku
Bagiku, memastikan teman selamat adalah sebuah keharusan, walau tak jarang keselamatankupun terancam
Bagiku sakit ia adalah sakitku, walau seringkali sakitku kukonsumsi sendiri, tak ingin merepotkan

Aku yang tanpa perencanaan, namun mampu memenej sebuah kekacauan
Aku yang suka bepergian jauh meski selalu memberi kabar pada ia oarngtua yang kubanggakan
Aku yang suka menebar kebahagiaan, keceriaan, bahkan menjadi penggerak dalam sebuah perkumpulan
Walau seringkali menjadi pemimpin di situasi yang kusut
Aku yang seringkali mudah membagi bahagia,
Membuat orang mampu mendekat bahkan menjadi bagian dalam hati ini,
Terkadang lupa memilah mana yang menetap di hati, atau hanya singgah

Sayangnya, kekecewaan seringkali menyisipkan air mata
Menyendiri di antara pepohonan, bahkan perkebunan, di kaki bukit
Di bawah terpaan rinai air terjun, di sudut masjid, di perpustakaan
Bahkan di pinggiran sungai yang seringkali menemaniku dalam duka yang mendalam.

Hanya ia yang entah siapa mampu mendobrak benteng kecewa hanya dengan duduk berdiam lama, lalu saling tertawa tanpa mengorek apapun
Ia hanya menemaniku dalam diam, seolah paham lalu sedikit melempar dalil
Yang menyentil hati, tanpa sadar menitikkan air mata, dan akhirnya tertawa bersama
Kamu Mate, wanita yang juga setipe denganku
Terimkasih atas pengertian itu, yang nyatanya apa yang kulakukan adalah cerminan dari apa yang juga akan kau lakukan.

uniLilis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar