Senin, 23 Maret 2015

Merangkai Impian



Merangkai Impian
Senja itu, saat mentari hampir tenggelam di ufuk barat, ia terlihat gontai menghampiri ku di tepian masjid, saat itu aku sedang menunggu kumandang azan, sembari menikmati pemandangan yang indah , ia mensejajarkan duduknya denganku meluruskan kaki, lalu menundukkan wajahnya dalam-dalam lalu menyapaku lemah
“kakak..”  nadanya  lesu, bahkan sapaan itu seperti bisikan angin yang berhembus.
Aku menoleh, melihat wajahnya yang sendu, lihatlah adik kesayanganku ini, badannya semakin kurus saja. Aku mengusap punggungnya, aku tahu yang ia rasakan, aku tahu kalau sudah seperti ini ia akan mencariku di sini tempat favorit kami tempat aku selalu menunggunya selesai bermain bola lalu sholat magrib bersama.
“Adi gagal k...” ia melanjutkan ceritanya, sementara aku hanya diam
“SEMUA NASEHAT KK PERCUMA.....” ia histeris, kasar ia menepis tanganku sembari menangis.
“ALLAH tu g sayang sama Adi, Allah g adil dengan Adi, kenapa Adi g terpilih kk, KENAPA...???” semuanya meluap begitu saja, pun air mataku turut jatuh.
“impian itu tinggal selangkah lagi k, tinggal selangkah lagi Adi akan berangkat ke Jakarta menjadi bagian dari Timnas Junior, tapi semuanya kacau kk, SEMUANYA KACAU....” ia sesegukan sungguh aku tak kuasa mendengar kata-katanya.
Ya Allah tubuh kurus adik kesayanganku impian sederhananya yang terkikis sudah, aku merangkulnya, aku tahu derita yang menghampirinya, sungguh aku tak kuasa melihatnya seperti ini, adik kesayanganku....
Aku berdiri, mencoba mengajaknya berdiri, azan sudah berkumandang, saatnya untuk magrib bersama.
“Kita Sholat dulu dek...” jawabku lemah
Ia melepas pelukanku, mengambil tas dan sepatu yng dibawanya
“Adi g mau SHOLAT....” ia berlalu, aku tahu ia pulang, dan aku juga tahu ia tak akan meninggalkan sholat yg sudah menjadi janji setia kami dulu, saat ia akan di sunat.
“Adi janji sama kk, kalau Adi udh di sunat Adi g mau ninggalin sholat lagi, Adi bakalan sholat jamaah di masjid sama-sama dengan kk.”  Yah aku tahu itu, dia tak akan meninggalkan sholat pun karena masalah ini tak akan aku percaya itu.
Adi, adik laki-laki kesayanganku, kami hanya berdua, dia dan aku hanya saja jarak kami cukup jauh, 12 tahun namum bagiku dia adalah kado terindah, dari kecil kami sering main bola bersama, aku sengaja mengarahkannya untuk hoby bermain bola, sementara aku seringnya menjadi wasit saat ia bermain dengan kawan-kawannya, kalau sedang sibuk biasanya aku hanya menontonnya di pinggir lapangan.
Dia sangat semangat untuk bermain bola, ayah dan ibu tak melarangnya, orangtua kami demokratis terhadap hoby, asalkan tdk melalikan sholat, karena sholat tetap utama, Adi dulu susah disuruh sholat bahkan diupah pakai duit pun dia tetap tidak mau, bahkan dulu dia hanya menungguku sholat berjamaah dengan duduk di belakang ku, hingga akhirnya pemahaman itu kutanamkan perlahan-lahan, puncaknya adalah saat akan disunat.
“kk, kalo udh di sunat dosanya nanggung sendiri ya?” tanya nya lugu sebelum masuk bilik operasi.
Bagiku ini kesempatan
“iya dek, kan udah baligh udh nanggung dosa dan pahala sendiri, sudah wajib sholat dan puasa”  jelasku kala itu.
“kita janji yok kk, kalo Adi selesai sunat Adi mau rajin sholat!” aku mengagguk mempertautkan jari kelingking kami, janji ala anak-anak.
Sekarang lihatlah tubuh tinggi dan kurus itu sedang frustasi, tak ada semangat di sana, seolah telah kandas di lapangan seleksi itu. Aku sebagai kk sangat tahu apa yang harus kulakukan.
Selesai sholat berjamaah, kutelfon rekan kerjaku, aku memintanya menemaniku bertemu dengan panitia seleksi di alamat yang dikasih Adi tadi pagi.
Kami kesana, dan betapa terkejutnya aku, tak ku sangka...
“Amelia, itu kau?” ujar seseorang di sudut lapangan.
“Imran?” balasku tak kalah terkejut
“Barokallah Imran, kita bisa berjumpa di sini? Kamu panitia seleksinya? Kenapa g ngelulusin adek aku?” aku nyerocos ya ampun, Imran itu sahabat karibku saat SD, dia soulmate serta  rival Matematika ku dan tentunya sahaabat terbaik ku, saat Adi lahir Imran dan keluarganya pindah ke Jakarta, aku lupa melepasnya karena terlalu bahagia akan kehadiran Adi di tengah-tengah keluarga kami, dan sekarang setelah sekian lama kami dipertemukan kembali karena Adi.
“Alahmdulillah Mel, yup aku panitianya dan ideku berhasil” Imran mengajak kami duduk dan sejenak bercerita kenapa ia tidak meloloskan Adi.
“Aku sengaja Mel, aku melihat kekuatan, ambisi dan cita-cita di wajah adikmu, bahkan sekilas aku bisa melihat dirimu menyatu di sana, aku penasaran apa ia dia adikmu, aku berulangkali membaca biodatanya, dan pangling dengan gelar di namamu, ku kira kau akan kuliah pendidikan ternyata kau kuliah Agama, seingatku kau kan tomboy minimal masuk tekhnik gitu..” jelas Imran
“yah, semakin bertambah usia aku semakin semangat mencari ilmu Agama im..” jawabku singkat
“Sebenarnya Adi itu kandidat no 1 Mel, awal seleksi saja kami sudah meluluskannya, hanya saja aku penasaran denganmu ya,, dengan kk nya, lalu ia tidak kuloloskan dengan harapan kau akan ke sini, karen itu tabiatmu kan, kau akan mencari penjelasan atas sebuah keputusan, dan... yup aku berhasil, akhirnya kau datang Mel, dan tebakanku benar, kau belum merubah sifat lamamu dalam menerima keputusan itu.” Imran tersenyum begitupun aku.
“Baiklah, kau sudah puas im? Sekarang kau harus ke rumahku dan menjelaskan semuanya kepada adik kesayanganku, aku tak mau ia menyela Tuhan dan kakaknya.” Jelasku singkat.
“ops ok, baiklah mis arrogant...” balasnya
Kami sampai di rumah, Nita dan Imran kupersilahkan duduk di ruang tamu, aku masuk memanggil Adi, aku tersenyum melihatnya sedang mengaji di ruang tengah walau masih terlihat sedih.
“dek, di depan ada temen kk mau ketemu sama adek, liat gih, katanya mau nyampein sesuatu” ucapku lembut.
Adi berjalan lemah menuju ruang tamu, lunglai tubuhnya berubah tegap saat melihat tamu yang dimaksd
“loh, bg Imran? Kok bisa ke rumah Adi?” tanya nya dengan penuh ke kagetan.
“iya di, abang ngantar tiket, seragam timas junior dan sepatu bola untuk Adi. Dan selamat ya,, kamu terpilih untuk menjadi bagian dari timnas junior wilayah sumatra” ucap Imran mantap.
“ya Allah... Adi kepilih bang? Serius Adi kepilih?” nadanya sangat senang, lalu tanyanya berhenti seketika.
“eh, apa kak Amel mengiba kepada abang untuk meloloskan Adi?” tanyanya penuh selidik.
Aku keluar sambil membawa nampan yang berisi 4 gelas teh hangat
“nggak Adi sayang, itu di sengaja sama bang Imran, buat jumpa sama kk, wong bg Imran ini sahabat kk waktu SD jadi dia ni sengaja g lolosin adek, biar kk datang ke sana, jadinya yah gini nih,” aku menjelaskan sembari meletakkan gelas yang telah berisi teh di atas meja.
“Adi lolos kk, Adi LOLOS...,,,,” ia senang, sangat senang apalagi aku.
Ya Allah ada saja cara yang Kau beri untk kami, sejenak DUKA itu berganti BAHAGIA, terimakasih ya Allah.
“eh, ada satu lagi di..” Imran memotong kebahagiaan Adi tiba-tiba.
“apa bang?”  tanyanya cepat.
“kalau abang Nikah sama kk kamu, boleh g?” pertanyaan Imran sontak membuat rumah hening tak bergeming....

(uun)

3 komentar: