Minggu, 15 Februari 2015

Cinta Itu Tidak ada Un



Cinta Itu Tidak Ada Un
Aku memperhatikan Imah dari kejauhan  kulihat ia termenung sendiri di bawah pohon akasia depan kantor, angin yang berhembus sore ini sangat menyejukkan hati dan menentramkan jiwa, mungkin Imah merasa tenang berada di sana. Ini kebiasaan kami setelah jadwal belajar mengajar usai, kami belum pulang, sengaja ingin menikmati sore menuju senja bersama di sekolah, tapi kulihat hari ini pandangan Imah menerawang jauh, bahkan ia tak sadar kalau aku sudah berdiri di sampingnya. Aku enggan mengejutkannya, karena nanti tangannya akan reflek mengeluarkan jurus-jurus aikidonya. Imah kebetulan ikut aikido (beladiri Jepang). Aku dulu sempat ikut tetapi kesibukan membuatku berhenti, Imah tetap bertahan hingga kini ia mendapatkan sabuk Hijau...
“Sekiranya rumit mah, maka lupakanlah itu jelas bukan cinta” Aku membuka percakapan sore ini, suaraku ibarat nada-nada yang dihembuskan angin menusuk ketelinga Imah.
Imah menoleh tersenyum, ia tak terkejut, aku sudah duduk di sampingnya, kami malah menatap jalan raya di depan sembari menerka-nerka hati masing-masing. Imahpun membuka suaranya.
“Di zaman sekarang ini un, tidak ada lagi cinta sucinya Ali dan Fatimah, kalaupun ada yang mengaku-ngaku itu hanya kemunafikan yang dibalut nafsu seolah meng-Agungkan cinta dua insan mulia itu padahal tak aakn ada yang bisa.”  Imah tersenyum kecut.
Aku masih menerka ke mana arah percakapan ini, lalu aku teringat, Imah adalah seseorang yang seringkali dijadikan tempat curhat adek-adek tingkatnya, Imah selalu memberikan nasehat-nasehat tajam yang tidak ada toleransi apalagi dengan hal yang syuhbat (belum jelas kebenarannya). Mungkin ada masalah yang belum bisa Imah selesaikan.
“Cinta Ali dan Fatimah itu suci un, tidak ada satu oarang manusia yang tahu kalau mereka saling jatuh cinta, Ali menyimpan rapat cintanya ia tidak membocorkannya kepada siapapun termasuk Rasulullah SAW, Ali merahasiakannya dalam diam tak seorangpun un, termasuk malaikat, apalagi setan, begitu hati-hatinya Ali menyimpan rasa yang suci itu un. Lihatlah saat Abu Bakar ingin melamar Fatimah kepada baginda nabi, kita bisa bayangkan un betapa hancurnya hati Sayyidina Ali? Seorang Abu Bakar, sahabat terbaik Rasulullah ingin melamar putri Kanjeng Nabi toh tidak ada alasan bagi Rasulullah untuk menolak lamaran Abu Bakar? Mudah saja bagi Rasulullah untuk langsung menerima Abu Bakar, tapi apa yang terjadi nyatanya Rasulullah menyerahkan semua keputusan kepada putri tercintanya  Fatimah Azzahra, dan Fatimah dengan halus menolak pinangan itu un, sungguh Fatimah menolaknya, karena itulah kekuatan yang dimiliki seorang wanita menerima atau menolak pinangan seseorang. Tak berhenti di sana un, kecintaan Ali pun teruji lagi saat Umar bin Khattab mengajukan pinangan yang sama kepada Rasulullah SAW untuk menjadikan Fatimah sebagai istrinya, Ali? Lihatlah Ali merasa kecil di hadapan Umar, laki-laki kuat yang berjulukan Singa Padang Pasir tu, dan seorang yang sangat mencintai RabbNya menjadi Rahib dalam malam, menjadi singa siang harinya dan hartanya yang luar biasa banyaknya. Ali? Ia semakin menciut semakin bersedih semakin merasa bahwa ia tak pantas memiliki cinta dari seorang putri Nabi, bisa kita bayangkan betapa gelisah, atau betapa galaunya Ali saat itu un, mungkin Ali menangis, tapi lihatlah pinangan Umar pun ditolak oleh Fatimah, sebenarnya siapa yang ditunggu Fatimah? Ali semakin penasaran dan semakin sedih, ia belum juga memiliki keberanian untuk meminang Fatimah, bukan seperti anak zaman sekarang yang sok kenal lalu mengajak jalan dan jatuh pada pacaran yang nyatanya tak pernah di atur dalam agama Islam. Kalau suka pinang lah, bukan kalau suka tembaklah, ya Allah un, kesabaran Ali dalam mencintai Fatimah teruji lagi saat Utsman bin Affan mengajukan diri untuk meminang Fatimah, betapa debar-debar hati Ali semakin sedih, semakin berasa bukan apa-apa bahkan Ali mencoba mundur dalam mencintai, tapi itulah kekuatan cinta suci un, lamaran Utsman pun ditolak oleh Fatimah, lalu siapa yang sebenarnya sedang ditunggu Fatimah, laki-laki mana yang sebenarnya yang diharapkan Fatimah? Siapa un, siapa? Dialah Ali un, Ali, yah Ali bin Abu Thalib. Hingga hari itu Ali memberanikan diri meminang Fatimah melalui Rasulullah, yang ditakutkan Ali adalah takut kalau ia ditolak sama seperti 3 sahabat Rasulullah SAW yang pernah meminang Fatimah, tapi gayung bersambut un, itulah cinta yang penuh Rido Allah, cinta yang suci, tak pernah bocor, cinta yang tersusun rapi dalam labirin hati Fatimah dan Ali. Pinangan Ali diterima, dan Ali tidak punya apa-apa untuk diajadikan Mahar un, hingga Rasulullah bertanya apa yang Ali punya, ia menjawab kalau ia hanya memiliki Baju Besi yang biasa ia gunakan untuk berperang. Rasulullah mengatakan ambil baju itu dan jadikan Mahar. Dalam mahligai cinta suci yang Allah ridoi un, begitulah mereka menjaga hatinya masing-masing”
Aku terdiam, melihat Imah begitu semangat dan lancar menjelaskan kisah itu, kisah yang mahsyur di telinga kita kisah yang menyentuh hati, menguji kesabaran.
“Sekarang un tidak ada cinta seperti itu kalaupun ada itu hasil tag-tag yang tidak jelas, sok-sok memiliki cinta sesuci Fatimah dan Ali, tapi di medsos saling sapa, saling bercanda, sok-sok menjaga diri tapi saling menyebutkan nama kepada guru ngaji, seolah tidak bisa menerima seseorang yang enatah siapa lalu hadir demi segenap agama, dengan visi yang sama membangun keluarga Islami. Sayang un, kita tak pernah bisa menemukan cinta Fatimah dan Ali...” Imah berdiri dari duduknya, akupun berdiri mensejajarkan diri dengannya, merangkul pundaknya sembari menutup diskusi kami sore itu dengan sebuah kesimpulan sederhana.
“Iya mah, kita tidak akan pernah menemukan cinta Ali dan Fatimah, karena kita hanya wanita akhir zaman mah, yang mencoba dan terus berusaha memperbaiki diri, mengharapkan laki-laki akhir zaman yang semoga ia juga sedang memperbaiki dirinya agar nanti ketika ia datang kita bisa membangun keluarga Islami itu mah,,,” kamipun tersenyum masuk ke kantor dan berbenah bersiap untuk pulang.

(Pbr, 16-02-15)

1 komentar:

  1. Subhanallah... Makasih adikku sayang...
    Ceritanya hampir sama... Smoga akhirnya bisa seperti cerita cinta Fatimah dan Ali...
    Amiiinnn...

    BalasHapus