Selasa, 14 April 2015

Pagi Bersama Day (cintanya Day Jilid 3)



Pagi Bersama Day
(Cintanya Day jilid 3)
Aku menatapnya sebelum aku turun dari mobil, pagi ini jauh lebih baik dari pagi-pagi kami sebelumnya, setidaknya aku bisa melakukan ritual seorang istri, yaitu diantar suami pergi kerja dan cium tangan suami, kegiatan yang selama ini sudah kubiasakan dan aku lakukan, namun tak ada muatan apapun di dalam hati, hanya sekedar rutinitas dan formalitas belaka sebagai suami istri.
Namun setelah kejadian malam itu, pagi ini dunia rasanya berubah, yah tentunya kita tidak bisa merubah dunia yang luas ini, tetapi kita bisa membuatnya sedikit berbeda dari hari-hari biasanya. Seperti pagi ini, Bang Day sengaja mengantarkanku ke tempatku mengajar, dan pagi ini aku sengaja datang lebih awal, karena ada yang harus kuselesaikan di ruang pustaka.
“Aku mencintaimu Me, lebih dari yang kau tahu...”
Kalimat sederhana yang diucapkannya pagi ini, ya Allah kalimat itu yang selama ini kuharapkan hadir dari bibirnya, namun yah rencanaMu jauh lebih indah dari harapanku ya Allah, kalimat sederhana itu berhasil menjelma jadi mantra cinta yang menguatkan pekerjaanku seharian ini nantinya. Kalimat sederhana yang mungkin kesannya biasa saja, tetapi kalimat ini yang selalu kuharapkan ada dan hadir dalam pagi-pagi indahku.
Aku menitikkan air mata, terharu atas kata-katanya. Bang Day mengusap kepalaku pelan, lalu tangan hangatnya menghapus air mataku.
“kita akan belajar memperbaiki segala sesuatunya dek... jangan nangis, ntr kalau anak murid kamu datang trus ngeliat mata kamu merah kan  malu...” ia menatapku lembut.
Aku hanya menunduk serta mengangguk, aku menggenggam tangannya, mencoba membalas tatapan hangatnya sembari tersenyum.
“Bang... Me akan sabar menunggu abang dalam memahami Me, dan yang abang harus tahu, sejak kecil, sejak Allah menakdirkan kita bertemu dan mengaji serta belajar bersama di masjid itu, Me sudah mencintai abang, tapi Me menyimpan itu semua, Me tidak mau rasa cinta dan sayang Me ke abang melebihi rasa Cinta Me kepada Allah, Rab yang akhirnya menyatukan hati kita bang...” aku memperhatikan wajahnya, ia perlahan melepas tangannya dan memegang stir mobil sambil menunduk.
“Bang...” sapaan itu melayang di langit-langit mobil
Aku bingung, apakah yang aku ucapkan itu salah? atau ada kata-kata yang membingungkannya? Ku mohon ya Allah jangan kembalikan hatinya ke yang dulu lagi, aku pun mulai khawatir.
Ia menghadapkan wajahnya lurus ke kaca depan mobil lalu dengan hitungan detik ia memegang wajahku penuh kelembutan dengan kedua tangannya sembari berkata,
“Sungguh Me, abang tidak salah memilih mu, karena kamu jawaban istiqoroh abang selama ini, dan amanah papa adalah wasilah abang untuk menemukanmu, dan dengan ilmu agamamu mohon bimbing abang menjadi imam dan nakhoda rumah tangga kita...”
Kami pun menangis bersamaan di dalam mobil. Aku mengangguk...

(Mentari indah yang mulai menampakkan diri,
Menghangatkan jagad raya, serta dua hati kami,
Yang berusaha menyatu dalam perbedaan)

3 komentar:

  1. Keren ukh... makin hari makin makin ajah nih tulisannya uni lilis.. :) #Lanjutkan

    BalasHapus
  2. #nangis bombai
    #kerennnnn kkk ;)

    BalasHapus
  3. Syukron ndum.. Kamu juga bisa ndum.. Dek sari... Sayang adek...

    BalasHapus