Pagi Bersama Day
(Cintanya Day jilid 3)
Aku
menatapnya sebelum aku turun dari mobil, pagi ini jauh lebih baik dari
pagi-pagi kami sebelumnya, setidaknya aku bisa melakukan ritual seorang istri,
yaitu diantar suami pergi kerja dan cium tangan suami, kegiatan yang selama ini
sudah kubiasakan dan aku lakukan, namun tak ada muatan apapun di dalam hati,
hanya sekedar rutinitas dan formalitas belaka sebagai suami istri.
Namun
setelah kejadian malam itu, pagi ini dunia rasanya berubah, yah tentunya kita tidak
bisa merubah dunia yang luas ini, tetapi kita bisa membuatnya sedikit berbeda
dari hari-hari biasanya. Seperti pagi ini, Bang Day sengaja mengantarkanku ke
tempatku mengajar, dan pagi ini aku sengaja datang lebih awal, karena ada yang
harus kuselesaikan di ruang pustaka.
“Aku mencintaimu Me, lebih dari
yang kau tahu...”
Kalimat
sederhana yang diucapkannya pagi ini, ya Allah kalimat itu yang selama ini
kuharapkan hadir dari bibirnya, namun yah rencanaMu jauh lebih indah dari
harapanku ya Allah, kalimat sederhana itu berhasil menjelma jadi mantra cinta
yang menguatkan pekerjaanku seharian ini nantinya. Kalimat sederhana yang
mungkin kesannya biasa saja, tetapi kalimat ini yang selalu kuharapkan ada dan
hadir dalam pagi-pagi indahku.
Aku
menitikkan air mata, terharu atas kata-katanya. Bang Day mengusap kepalaku
pelan, lalu tangan hangatnya menghapus air mataku.
“kita akan belajar memperbaiki
segala sesuatunya dek... jangan nangis, ntr kalau anak murid kamu datang trus
ngeliat mata kamu merah kan malu...”
ia menatapku lembut.
Aku
hanya menunduk serta mengangguk, aku menggenggam tangannya, mencoba membalas
tatapan hangatnya sembari tersenyum.
“Bang... Me akan sabar menunggu
abang dalam memahami Me, dan yang abang harus tahu, sejak kecil, sejak Allah
menakdirkan kita bertemu dan mengaji serta belajar bersama di masjid itu, Me sudah
mencintai abang, tapi Me menyimpan itu semua, Me tidak mau rasa cinta dan
sayang Me ke abang melebihi rasa Cinta Me kepada Allah, Rab yang akhirnya
menyatukan hati kita bang...” aku memperhatikan
wajahnya, ia perlahan melepas tangannya dan memegang stir mobil sambil menunduk.
“Bang...”
sapaan itu melayang di langit-langit mobil
Aku
bingung, apakah yang aku ucapkan itu salah? atau ada kata-kata yang
membingungkannya? Ku mohon ya Allah jangan kembalikan hatinya ke yang dulu
lagi, aku pun mulai khawatir.
Ia
menghadapkan wajahnya lurus ke kaca depan mobil lalu dengan hitungan detik ia
memegang wajahku penuh kelembutan dengan kedua tangannya sembari berkata,
“Sungguh Me, abang tidak salah
memilih mu, karena kamu jawaban istiqoroh abang selama ini, dan amanah papa
adalah wasilah abang untuk menemukanmu, dan dengan ilmu agamamu mohon bimbing
abang menjadi imam dan nakhoda rumah tangga kita...”
Kami
pun menangis bersamaan di dalam mobil. Aku mengangguk...
(Mentari
indah yang mulai menampakkan diri,
Menghangatkan
jagad raya, serta dua hati kami,
Yang
berusaha menyatu dalam perbedaan)
Keren ukh... makin hari makin makin ajah nih tulisannya uni lilis.. :) #Lanjutkan
BalasHapus#nangis bombai
BalasHapus#kerennnnn kkk ;)
Syukron ndum.. Kamu juga bisa ndum.. Dek sari... Sayang adek...
BalasHapus