Cinta
yang Terselamatkan
Usia
ku beranjak seperempat abad, mau tidak mau sebagai bungsu dari lima bersaudara
aku adalah tanggungan terakhir ayah, ibu, abang dan kakak-kakak ku. Mereka
sibuk sekali mengurusi masalah jodoh, kalian tahu usia seperti ku ini adalah
usia untuk ditanya-tanya, kapan nikah, kapan nikah, padahal sebelumnya sewaktu
kuliah mereka sibuk dengan pertanyaan kapan wisuda kapan wisuda, aih rasanya
ingin membalas dengan pertanyaan kapan meninggal?? Toh semuanya itu susah
diaturkan? Jodoh, maut dan rezeki hanya Allah yang tahu.
Malam
ini amak membuka percakapan saat kami semua sedang menikmati malam bersama di
depan TV.
“Mel, Mela udah amak jodohkan
dengan si Doni anak Pak Etek Mela,”
DUG
Aku
terdiam, mencoba membuka memori tentang bang Doni, anak Pak etek, adek kandung amak,
pas di bawah amak. Lama aku terdiam,
bang Doni yang sudah seperti abang sendiri, beda setahun, membuat ku lebih
hormat kepadanya, sekarang dia sudah jadi dokter, aku masih ingat waktu dia menasehatiku
untuk serius kuliah dan tidak main-main, serta tidak boleh pacaran. Dan
sekarang, amak bilang aku dijodohkan dengan bang Doni??, astaga itu sebuah
kemustahilan, bagaimana mungkin aku bisa menerima dia yang notabenenya masih
saudara denganku? Dan selama ini aku berharap bisa menikah dengan ikhwan dari
proses ta’aruf melalui guru ngaji dan sesuai syati’at.
“Istrinya pak etek yang janji sama
amak waktu itu Mel, amak karena dia yang berhara,p tentu amak terima saja
tawaran itu Mel, apalagi pak etek sudah terlanjur sayang sama Mela dari dulu.”
Kali ini wajah amak sangat serius.
Aku
masih terdiam, yah istri Pak etek sangat menyayangiku, bahkan dari aku kecil
sudah dipanggilya sebagai menantunya, tapi bagiku itu hanya lawakan anak-anak
kecil, atau hanya rayuan sederhana saat aku mulai merajuk ditinggal
jalan-jalan. Sekarang semua sudah berubah aku bukan yang dulu, aku sudah punya
prinsip dan pandangan hidupku sendiri, dan aku sudah punya kriteria laki-laki
yang akan mendampingiku, tapi astaga apa maksud ini semua.
Lama
aku terdiam dan akhirnya aku beranjak dari ruang TV memilih undur diri masuk ke
dalam kamar, aku enggan menanggapi kata-kata amak, aku takut hanya akan
menambah sakit di hati amak, karena amak tahu seperti apa jodoh yang
kuinginkan.
Tiga
hari setelah malam itu, ayah memanggilku ke ruangan baca, aku melangkah gontai,
aku tahu apa yang akan dibicarakan ayah, kali ini kami hanya berdua aku dan
ayah. Ayah tahu kalau anak gadis bungsunya ini sedang tertekan, ayah tahu kalau
aku tipikal orang yang tidak bia dipaksa dan malam itu saat aku menutup pintu kamar,
kakak-kakak dan abang-abang ku berdiskusi dengan amak dan suara mereka sengaja
dibesar-besarkan agar aku mendengarnya, isinya hanya menyudutkanku mengatakan
kalau aku pemilih, aku tak bersyukur, kalau aku hanya menjadi beban amak dan
ayah. Dan setelah malam itu aku tak berbicara dengan orang rumah satupun
termasuk keponakan-keponakanku, aku
sengaja pergi kerja lebih pagi dan pulang setelah sholat isya. Itu kulakukan
selama dua hari ini. Hingga hari ketiga ini ayah memanggilku, ah ayah ia tahu
kapan harus berbagi dengan putrinya ini,
“ayah tahu perasaan Mela.”
Kata pembuka ayah dengan nada beratnya menyentak hatiku, tentu saja ayah tahu
apa yang kurasa karena aku lebih dekat dengan ayah, pundak ayah tempatku
mengadu, aku jarang dekat dengan amak, karena amak lebih sibuk dengan cucucunya
yang hampir seumuran denganku.
“Mela g suka yah, dijodohkan
seperti ini yah, bang Doni itukan abang Mela yah, kenapa kita masih terikut
dengan adat yah, pulang ke bako bukannya itu hanya mempersempit kekeluargaan
kita yah? lagipula, Mela ndak bisa menerima bang Doni untuk menjadi imam hidup
Mela yah, bukan bang Doni yah, bukan orang seperti bang Doni yah, Mela mohon
yah, tolong kasih Mela waktu untuk menemukan dia yah, calon menantu ayah,
berdasarkan cara yang Mela rasa lebih ahsan(baik) yah, kalau akhirnya Mela
gagal, Mela akan ikhlas menerima bang Doni yah, tapi Me mohon yah, beri Me
waktu, dan tolong kasih pengertian ke amak yah, ke pak etek dan istrinya,
biarkan Me berusaha mencari dia yang Me harapkan, dia yang punya visi dan misi
yang sama dalam hidup ini yah, bukan berarti bang Doni tidak baik, bukan itu
yah, tapi biarkan Me berusaha mencari yang menerut Me akan membawa hidup Me
lebih baik yah, Me mohon yah...” aku menangis
menjelaskan semuanya di hadapan ayah, aku sesegukan di depannya. Karena sudah
tiga hari aku menyimpan ini semua di hatiku, hingga ayah berbaik hati mengalah
dan mengajakku berbicara. Aku tak kuasa, itulah aku ketika menjelaskan sesuatu
yang kuanggap benar maka aku akan tebawa perasaan menangis mempertahankannya.
Ayah
beranjak dari duduknya, ia merangkul putri kecilnya ini, aku semakin menangis
dipelukan ayah, ayah tahu apa yang kuinginkan, ayah sungguh begitu pengertiannya
ia dengan putri kecilnya ini.
Amak
sekarang jarang terlihat ceria, yang ada setiap melihatku amak seolah kecewa
dengan keputusanku, dan tiba-tiba Pak etek beserta istrinya datang ke rumah
kami, malam ini secara mendadak, kurasa pembahasannya serius. Hanya pak etek dn
istrinya serta amak dengan ayah. Aku hanya mendengarkan dari dalam kamar. Kakak
dan abang-abang ku juga di rumah mereka masing-masing.
“Man minta maaf uni, Man ke sini
mau menyampaikan kalau Doni menolak perjododhannya dengan Mela.”
Pak etek membuka pembicaraan di tengah kesejukan malam ini.
“Doni sudah punya calon ni, orang
Pariaman, dokter juga, temannya ketika kuliah, mereka ternyata sudah lama
pacaran, tapi baru kemarin Doni cerita ni, karena Am juga baru memberitahu
masalah perjodohan yang pernah kita buat ni.” Pak
etek melanjutkan pembicaraannya.
Aku
melihat raut kecewa di mata amak, ada aura kesedihan mendalam di sana, ada selaksa
cahaya kecewa yang mendalam, entah apa yang ada di pikiran amak kini, kalaulah
aku bisa menyentuh hati amak, mungkin aku bisa menghilangkan gurat kesedihan
itu
“Diah juga minta maaf sama uni,
perjodohan ini kan permintaan Diah, dan uni menyepepakatinya, tetapi kini Diah
dan keluarga yang membatalkan perjodohan ini, sungguh ni Diah minta maaf sama
uni dan abang serta Mela, Diah tak menyangka kalau selama ini Doni sudah
memiliki calon, dia tidak pernah cerita dan kami juga salah tidak
memberitahukan kalau ia akan dijodohkan dengan sepupunya sendiri, Diah mohon
ni, maafkan kami...” istri Pak Etek mulai terisak
Tapi,
lihatlah amak tak bergeming, ya Allah aku melihat rona kekecewa’an di wajah
Amak, tidak tega ya Allah...
“sudahlah, tidak ada yang salah dan
tidak perlu minta maaf, sudah seperti ini jalannya, anak-anak menemukan
jodohnya masing-masing kalau Doni ingin menikahi pacarnya di percepat saja Man,
takutnya niat baik ini disegerakan, masalah Mela biarkan dia menikmati
hari-hari kerjanya, suatu hari jodoh yang terbaik itu akan menghampirinya juga,
yang penting ikatan keluarga ini harus tetap kita jaga..”
Ayah, sungguh Ayah selalu menjadi penengah yang bijak.
Hem.. hem.. namanya tokohnya Mela terus ukh..
BalasHapuskayaknyaaaaa...
#AhSudahLah
permintaan ukh beb ane ndum....
BalasHapushampir sama ya sayang...
BalasHapusyah...sudahlahhh