Cinta Bang Day Jilid 14
(Kepingan Puzzle)
Aku
buru-buru masuk ke dalam kamar, efek berlari dan sedikit tegang membuat
jantungku berdetak tak karuan, dan ngilu di perut serta rahimku menambah sakit
yang tak tertahankan, astaga segera kuhidupkan murotal dari HP, setidaknya
dengan mendengarkan ayat-ayat Alqur’an ketegangan ini bisa berangsur reda,
sembari aku menarik nafas perlahan, mengaturnya sebaik mungkin, dalam kondisi
selemah ini aku tidak boleh ketahuan jika sedang menyelidiki sesuatu, aku harus
tenang dan harus selalu kuat, aku mengambil obat yang telah dibeli bang Dayat
dari klinik.
Sebenarnya aku tidak suka minum obat, aku
lebih suka minum herbal alami tanpa bahan kimia, tapi baiklah demi kesembuhan
dan menyenangkan hati suami kuminum obat ini segera karena sakitnya mulai tidak
tertahankan.
Setengah
berbaring, sembari bersandar di tempat tidur, aku kembali melihat foto-foto
album pernikahanku, memperhatikannya satu persatu, hingga akhirnya aku menemukan
wajah si pelempar surat kaleng di salah satu gambar, gambar yang tidak sengaja
diambil oleh adiknya bang Dayat, gambar ini tidak ada focusnya tetapi ada wajah
pria itu dan beberapa orang bersamanya, sebagian sebaya bang Dayat, tetapi ada
juga oarang-orang tua seumuran papa.
Aku
melihat dengan seksama, raut wajahnya, dan memperhatikan orang-orang di
sekelilingnya. Semakin dalam aku memperhatikan, semakin dalam pula aku menarik
nafas pelan, dan aku jadi semakin penasaran dengan wajah ini, hingga akhirnya, perlahan kututup laptop dan kubiarkan murotal itu
tetap menyala serta mengalun indah, sembari menerka-nerka siapa dia, alunan murotal yang
menentramkan hati masuk ke relung jiwaku, aku semakin tenang dan tenang, namun
tiba-tiba ada seseorang yang memanggil-manggil namaku, semakin jelas dan
semakin jelas, namun aku tidak bisa menjawab suara panggilan itu, dan kini
sumber suara itu mulai menyentuh kedua tanganku, aku mulai panik dan terkejut.
“Astagfirullah....”
“Hei, kamu kenapa sayang? Kamu
tertidur di kamar, dan keringatan gini.., kenapa AC nya g dihidupin, dan HP
udah mau lobet, kamu ngidupin murotal tapi malah ketiduran,...”
Bang Day mengusap peluh yang ada di kening dan kedua pipiku.
Ya
Allah ternyata aku tertidur, efek kelelahan berfikir, dan hei, tumben bang Day
pulang siang ini? Iya sih, dia memang memiliki kunci rumah sendiri, tapi kenapa
ya?
“Maaf Bang, tadi Me selesai minum
obat jadi ketiduran..” Aku mencoba mencairkan suasana
“Iya sayang, yuk makan siang dulu,
abang beli soto dan kurma kesukaan kamu, kata temen di kantor sari kurma cocok
untuk memulihkan stamina, karena g nemu sari kurma yaudah abang beli kurma,,,
yuk kita makan” Bang Dayat terlihat santai sekali siang
ini, apa ini beneran dia, atau ini mimpiku? Sedangkan dia sudah berjalan menuju
meja makan.
“Me, hei..!!! Me, kenapa termenung
di sana? Masih sakit ya?” Bang Day sudah meneriakiku di
ruang makan.
“Eh, iya bang, Me, wudu dulu”
Setengah sadar, aku berjalan ke kamar
mandi, walau masih dalam kebingungan, sembari terus berfikir.
Kami
makan berdua, aku masih kenyang dengan obat yang sudah kumakin, jadi aku hanya
menemani bang Day santap siang, sembari menikmati kurma yang dibawanya, kelembutan
kurma ini mampu membuatku relax, dan memberanikanku bertanya tentang pekerjaan
Bang Day
“Gimana di kantor Bang? Kok bisa
izin pulang?” Aku bertanya asal, dan tidak terlalu
focus.
“Ada beberapa yang harus abang
siapkan, proposal dan temu pimpinan, tetapi tadi abang izin, bilang kalau kamu
sakit, dan g bilang sih kalau mama juga sakit, jadi pimpinan ngasih izin untuk
pulang sebentar, beli makan siang dan makan bareng kamu, kan kalau makan
barengan sama kamu masalah jadi hilang dek.” Ia tersenyum lepas,
aku paham tentu saja ini adalah bentuk ketenangan setelah ketegangan yang ia
hadapi.
“Hmmm bang, tadi Me lihat-lihat
album foto, ada beberapa orang yang belum Me kenal, Me mau nanya ma abang, kali
aja abang kenal, bentar ya Me ambil notebook.”
Aku bergerak cepat mengambil notebook dan membuka galeri foto.
Aku
menyerahkan notebook dan melihatkan gambar itu kepada bang Day, ia memeriksanya
dengan seksama.
“Kamu mau nanya yang mana Dek?”
Bang Day menoleh ke arahku, kini aku mendekatkan kursi pas di sampingnya, lalu
menunjukkan foto laki-laki yang kulihat tadi pagi di depan rumah.
“Oh, ini foto asistennya Qori temen sekolah abang dulu, kan dia tinggal
dekat sini, kamu kenal kok, di ujung jalan rumahnya, tetapi semenjak papa
meninggal Qori dan keluarganya pindah ke luar kota, sekarang kata mama udah
tinggal di sini lagi dekat rumah k Fitri tapi yah, dan abang masih sekantor
sama dia, walau beda divisi, tapi masih satu perusahaan, nah yang ini ni, yang
kamu tunjuk, ini asisten kepercayaannya Qori, sekalian jadi supir pribadinya
dan tangan kanannya Qori, sekolahnya aja bareng ama Qori tapi dia g kuliah,
cuman ngambil kursus aja, makanya Qori percaya banget sama dia, sekalian juga
merangkap jadi sekeretarisnya Qori, cuman iya sich tadi abang g ngeliat dia,
kayaknya lagi ada tugas di luar di suruh Qori.”
Aku
mengangguk takzim, baiklah satu benang mulai terlihat warnanya, beruntung bang
Day tidak bertanya alasan aku menanyakan pria itu.
“ Oiya mama gimana bang?”
Tanyaku lagi
“Mama kata k Fitri udah mendingan,
sekarang udah pada main sama cucunya.” Jawabnya cepat.
“bukan, bukan itu, maksud Me, kasus
yang menimpa mama, siapa yang nyelesain? Abang g lapor? Perusahaan g tau bang?”
“Oh, itu udah abang serahin ke
Miqdad, timnya bakal menemukan siapa yang ngelakuinnya, sepertinya tabrakan
biasa aja jadi abang disuruh g usah pusing, suruh focus aja, abang percayalah
sama patner kamu Me.”
Aku
terkejut, maksudnya dengan Patner?
“Temen lama kamu itu ternyata
advokat terkenal Me, abang aja baru tahu, orang perusahaan baru mengangkat dia
untuk jadi tim advokat perusahaan, untuk menghendle beberapa masalah dan
gesekan yang terjadi dengan perusahaan lainnya Me, jadi abang percayalah.”
“oh”
Jawabku singkat
Baiklah
bang Day tidak tahu jikalau aku masuk ke dalam timnya bang Miqdad, jika Bang
Day tahu, maka ia akan khawatir hingga bisa jadi protectif.
Aku
ingin sekali meminta izinnya untuk masuk ke dalam gudang file-file lama tentang
papa dan pekerjaan papa, tapi aku takut, sejak awal pernikahan aku tidak pernah
berani bertanya tentang masalah papa, yang kutahu papa sakit dan lama dirawat,
lalu meninggal dunia, dan bang Day sedikitpun tidak bercerita, mengungkit,
bahkan menceritakan awal bertemunya papa dan mama, aku masih bingung dan
menerka ini semua ke mana arahnya, dan apa yang disembunyikannya, atau ada
baiknya aku bertanya kepada mama saja ya?
Selama
ini aku juga jarang bertanya tentang papa, biasanya mama hanya menasehatiku
bagaimana menjadi istri dan bagaimana melayani suami, menjadi istri sholeha,
mamapun hanya bercerita tentang ketabahannya merawat papa, aku semakin
penasaran, inilah yang dinamakan hidup sebenarnya, saat aku semakin penasaran,
dan ingin menyelesaikan masalah.
“Dek!”
Aku
terkejut mendengar bentakannya, mungkin aku terlalu lama menerawang masalah ini
hingga lupa jika ia berada di depanku, terpaksa aku hanya menyunggingkan
senyuman termanisku untuknya.
“Nih coba denger ya..., abang mau
berangkat lagi dan kemungkinan akan pulang malam, karna mau singgah ke rumah k
Fitri jenguk mama, kamu hati-hati di rumah jangan ketiduran lagi, kalau mau
ngajak uni atau siapa main ke sini juga gpp, kasian juga kamu sendiri di rumah,
tapi ingat jangan ke luar rumah dulu ya, kamu masih sakit.”
Tuh kan, khawatirannya datang lagi, wanita mana yang tidak suka diperhatikan
seperti ini
“hmmm, kalau duduk di taman depan
boleh Bang?” Bujukku
“boleh tetapi jangan kecapean atau
nanam-nanam ya..., serta nyiram apapun, ingat kamu masih sakit dan abang g mau
kamu drop lagi !!....” ya Allah sungguh, aku rindu
perhatian ini, yang ada hanya ketika aku sakit.
Oke
baiklah, tidak masalah, setidaknya aku punya waktu lebih lama untuk menemukan
apa yang selama ini ia sembunyikan, dan aku memiliki waktu untuk mencari
berkas-berkas dokument almarhum papa.
Sepeninggalnya
aku mulai menyusun puzzle masalah ini, aku baru menemukan lelaki yang melempar
batu tadi pagi, dan dia adalah asisten bang Qori, oke baiklah sebelum aku
mencari info di gudang, aku akan mencari tahu tentang bang Qori, tapi kepada
siapa aku bertanya, oh iya bang Miqdad, bisa jadikan mobil itu mobil yang
dipakai sama asisten bang Qori, sengaja menyuruh asistennya untuk mencelakaiku
dan mama, tapi apa motifnya? Apa iya dikarenakan jabatan itu? Bisa jadi sich,
ah, sebaiknya jangan cepat berspekulasi.
Aku
mulai chating dengan bang Miqdad menyampaikan apa yang kutemui pagi ini,
berharap ia juga sudah menemukan kepingan puzzle yang lainnya.
“iya Me, masalah mobil itu belum terbaca,
tetapi ini semakin menarik, karena kini hanya ada 2 calon yng bertahan
mengikuti bursa naik jabatan Me, satu lagi mengundurkan diri dikarenakan ia
memilih pindah ke prusahaan keluarganya yang semakin tumbuh, dan satu-satunya
rival yang bertahan adalah Qori, ups abang belum tahu nama aslinya Me, hanya
tau panggilannya dari suamimu arusan, bahkan abang belum berjumpa dengannya,
karena abang tdk punya alasan bertemu dengannya Me.”
Aku
terperanjat atas kabar yang dipaparkan bang Miqdad barusan, astaga bagaimana
bisa, bang Qori yang barusan ..
Aku
kembali mengetik balasan chat dengan cepat, memberi tahu bang Miqdad apa yang
terjadi tadi pagi di beranda rumah, dan termasuk lelaki yang melemparkan kertas
ancaman cetek itu.
“hmm, baiklah Me, ini terlihat mudah
sekali, abang jadi ragu, ingat jangan terlalu berspekulasi dini Me, bisa jadi
ini hanya rencana tipuan, tetapi jika ia, kita belum menemukan motifnya Me, dan
Dayat juga tidak akan semudah itu percaya Me, karena Qori sahabat baiknya Me,
ah bagaimana caranya membuktikannya, maaf Me, abang ada Meeting mendadak me,
nanti abang kabari kamu lagi..”
Astaga,
dalam keadaan darurat kenapa pula bang Miqdad bisa meeting, oke baiklah akan
aku caritahu sendiri ada apa dengan bang Qori, aku baru teringat file lamanya
papa dan segera beranjak menuju gudang.
Butuh
waktu lama untuk menemukan kepingan puzzle yang lainnya, bahkan aku harus
menshortir barang-barang lama ini, yang aku sendiripun tidak tahu ini file
siapa saja, bisa jadi punya k Fitri atau mama, atau bang Day, atau sibungsu,
dua jam lebih aku berusaha mencari-cari serta menyusun ulang isi ruangan kusam
ini, namun yang kucari belum juga ketemu, aku mulai lelah dan terasa sedikit
ngilu, kuambil posisi di sudut pintu lalu terduduk, sembari mengatur nafas dan
melihat-lihat sekitar.
Handphoneku
belum juga berbunyi chat dari bang Miqdad belum juga masuk, mungkin meetingnya
lama, aku menghembuskan nafas perlahan, mulai tertunduk, tetiba mataku
menangkap sebuah kotak yang rapi di sudut kanan ruangan, memang belum kusentuh
dari tadi, aku mendekat dan menariknya keluar tumpukan-tumpukan barang yang tak
terpakai.
Satu
persatu aku memeriksa berkas-berkas ini, hingga akhirnya aku menemukan satu
bundelan rapi yang berisi tulisan tangan, sepertinya tulisan tangan papa, aku
membalik kertas itu secara cepat, setelah aku yakin dengan isinya aku memilih
menutup rapi ruangan ini, memastikan semuanya sudah kembali ke posisi awalnya,
dan satu file ini yang berhasil kubawa keluar, aku harus membacanya dengan
tenang agar analisaku tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar