Jumat, 13 November 2015

Cinta Bang Day Jilid 14 (Kepingan Puzzle)



Cinta Bang Day Jilid 14
(Kepingan Puzzle)
Aku buru-buru masuk ke dalam kamar, efek berlari dan sedikit tegang membuat jantungku berdetak tak karuan, dan ngilu di perut serta rahimku menambah sakit yang tak tertahankan, astaga segera kuhidupkan murotal dari HP, setidaknya dengan mendengarkan ayat-ayat Alqur’an ketegangan ini bisa berangsur reda, sembari aku menarik nafas perlahan, mengaturnya sebaik mungkin, dalam kondisi selemah ini aku tidak boleh ketahuan jika sedang menyelidiki sesuatu, aku harus tenang dan harus selalu kuat, aku mengambil obat yang telah dibeli bang Dayat dari klinik.
 Sebenarnya aku tidak suka minum obat, aku lebih suka minum herbal alami tanpa bahan kimia, tapi baiklah demi kesembuhan dan menyenangkan hati suami kuminum obat ini segera karena sakitnya mulai tidak tertahankan.
Setengah berbaring, sembari bersandar di tempat tidur, aku kembali melihat foto-foto album pernikahanku, memperhatikannya satu persatu, hingga akhirnya aku menemukan wajah si pelempar surat kaleng di salah satu gambar, gambar yang tidak sengaja diambil oleh adiknya bang Dayat, gambar ini tidak ada focusnya tetapi ada wajah pria itu dan beberapa orang bersamanya, sebagian sebaya bang Dayat, tetapi ada juga oarang-orang tua seumuran papa.
Aku melihat dengan seksama, raut wajahnya, dan memperhatikan orang-orang di sekelilingnya. Semakin dalam aku memperhatikan, semakin dalam pula aku menarik nafas pelan, dan aku jadi semakin penasaran dengan wajah ini, hingga akhirnya,  perlahan kututup laptop dan kubiarkan murotal itu tetap menyala serta mengalun indah, sembari  menerka-nerka siapa dia, alunan murotal yang menentramkan hati masuk ke relung jiwaku, aku semakin tenang dan tenang, namun tiba-tiba ada seseorang yang memanggil-manggil namaku, semakin jelas dan semakin jelas, namun aku tidak bisa menjawab suara panggilan itu, dan kini sumber suara itu mulai menyentuh kedua tanganku, aku mulai panik dan terkejut.
“Astagfirullah....”
“Hei, kamu kenapa sayang? Kamu tertidur di kamar, dan keringatan gini.., kenapa AC nya g dihidupin, dan HP udah mau lobet, kamu ngidupin murotal tapi malah ketiduran,...” Bang Day mengusap peluh yang ada di kening dan kedua pipiku.
Ya Allah ternyata aku tertidur, efek kelelahan berfikir, dan hei, tumben bang Day pulang siang ini? Iya sih, dia memang memiliki kunci rumah sendiri, tapi kenapa ya?
“Maaf Bang, tadi Me selesai minum obat jadi ketiduran..” Aku mencoba mencairkan suasana
“Iya sayang, yuk makan siang dulu, abang beli soto dan kurma kesukaan kamu, kata temen di kantor sari kurma cocok untuk memulihkan stamina, karena g nemu sari kurma yaudah abang beli kurma,,, yuk kita makan” Bang Dayat terlihat santai sekali siang ini, apa ini beneran dia, atau ini mimpiku? Sedangkan dia sudah berjalan menuju meja makan.
“Me, hei..!!! Me, kenapa termenung di sana? Masih sakit ya?” Bang Day sudah meneriakiku di ruang makan.
“Eh, iya bang, Me, wudu dulu” Setengah sadar, aku berjalan  ke kamar mandi, walau masih dalam kebingungan, sembari terus berfikir.
Kami makan berdua, aku masih kenyang dengan obat yang sudah kumakin, jadi aku hanya menemani bang Day santap siang, sembari menikmati kurma yang dibawanya, kelembutan kurma ini mampu membuatku relax, dan memberanikanku bertanya tentang pekerjaan Bang Day
“Gimana di kantor Bang? Kok bisa izin pulang?” Aku bertanya asal, dan tidak terlalu focus.
“Ada beberapa yang harus abang siapkan, proposal dan temu pimpinan, tetapi tadi abang izin, bilang kalau kamu sakit, dan g bilang sih kalau mama juga sakit, jadi pimpinan ngasih izin untuk pulang sebentar, beli makan siang dan makan bareng kamu, kan kalau makan barengan sama kamu masalah jadi hilang  dek.” Ia tersenyum lepas, aku paham tentu saja ini adalah bentuk ketenangan setelah ketegangan yang ia hadapi.
“Hmmm bang, tadi Me lihat-lihat album foto, ada beberapa orang yang belum Me kenal, Me mau nanya ma abang, kali aja abang kenal, bentar ya Me ambil notebook.” Aku bergerak cepat mengambil notebook dan membuka galeri foto.
Aku menyerahkan notebook dan melihatkan gambar itu kepada bang Day, ia memeriksanya dengan seksama.
“Kamu mau nanya yang mana Dek?” Bang Day menoleh ke arahku, kini aku mendekatkan kursi pas di sampingnya, lalu menunjukkan foto laki-laki yang kulihat tadi pagi di depan rumah.
“Oh, ini foto asistennya Qori  temen sekolah abang dulu, kan dia tinggal dekat sini, kamu kenal kok, di ujung jalan rumahnya, tetapi semenjak papa meninggal Qori dan keluarganya pindah ke luar kota, sekarang kata mama udah tinggal di sini lagi dekat rumah k Fitri tapi yah, dan abang masih sekantor sama dia, walau beda divisi, tapi masih satu perusahaan, nah yang ini ni, yang kamu tunjuk, ini asisten kepercayaannya Qori, sekalian jadi supir pribadinya dan tangan kanannya Qori, sekolahnya aja bareng ama Qori tapi dia g kuliah, cuman ngambil kursus aja, makanya Qori percaya banget sama dia, sekalian juga merangkap jadi sekeretarisnya Qori, cuman iya sich tadi abang g ngeliat dia, kayaknya lagi ada tugas di luar di suruh Qori.”
Aku mengangguk takzim, baiklah satu benang mulai terlihat warnanya, beruntung bang Day tidak bertanya alasan aku menanyakan pria itu.
“ Oiya mama gimana bang?” Tanyaku lagi
“Mama kata k Fitri udah mendingan, sekarang udah pada main sama cucunya.” Jawabnya cepat.
“bukan, bukan itu, maksud Me, kasus yang menimpa mama, siapa yang nyelesain? Abang g lapor? Perusahaan g tau bang?”
“Oh, itu udah abang serahin ke Miqdad, timnya bakal menemukan siapa yang ngelakuinnya, sepertinya tabrakan biasa aja jadi abang disuruh g usah pusing, suruh focus aja, abang percayalah sama patner kamu Me.”
Aku terkejut, maksudnya dengan Patner?
“Temen lama kamu itu ternyata advokat terkenal Me, abang aja baru tahu, orang perusahaan baru mengangkat dia untuk jadi tim advokat perusahaan, untuk menghendle beberapa masalah dan gesekan yang terjadi dengan perusahaan lainnya Me, jadi abang percayalah.”
“oh” Jawabku singkat
Baiklah bang Day tidak tahu jikalau aku masuk ke dalam timnya bang Miqdad, jika Bang Day tahu, maka ia akan khawatir hingga bisa jadi protectif.
Aku ingin sekali meminta izinnya untuk masuk ke dalam gudang file-file lama tentang papa dan pekerjaan papa, tapi aku takut, sejak awal pernikahan aku tidak pernah berani bertanya tentang masalah papa, yang kutahu papa sakit dan lama dirawat, lalu meninggal dunia, dan bang Day sedikitpun tidak bercerita, mengungkit, bahkan menceritakan awal bertemunya papa dan mama, aku masih bingung dan menerka ini semua ke mana arahnya, dan apa yang disembunyikannya, atau ada baiknya aku bertanya kepada mama saja ya?
Selama ini aku juga jarang bertanya tentang papa, biasanya mama hanya menasehatiku bagaimana menjadi istri dan bagaimana melayani suami, menjadi istri sholeha, mamapun hanya bercerita tentang ketabahannya merawat papa, aku semakin penasaran, inilah yang dinamakan hidup sebenarnya, saat aku semakin penasaran, dan ingin menyelesaikan masalah.
“Dek!”
Aku terkejut mendengar bentakannya, mungkin aku terlalu lama menerawang masalah ini hingga lupa jika ia berada di depanku, terpaksa aku hanya menyunggingkan senyuman termanisku untuknya.
“Nih coba denger ya..., abang mau berangkat lagi dan kemungkinan akan pulang malam, karna mau singgah ke rumah k Fitri jenguk mama, kamu hati-hati di rumah jangan ketiduran lagi, kalau mau ngajak uni atau siapa main ke sini juga gpp, kasian juga kamu sendiri di rumah, tapi ingat jangan ke luar rumah dulu ya, kamu masih sakit.” Tuh kan, khawatirannya datang lagi, wanita mana yang tidak suka diperhatikan seperti ini
“hmmm, kalau duduk di taman depan boleh Bang?” Bujukku
“boleh tetapi jangan kecapean atau nanam-nanam ya..., serta nyiram apapun, ingat kamu masih sakit dan abang g mau kamu drop lagi !!....” ya Allah sungguh, aku rindu perhatian ini, yang ada hanya ketika aku sakit.
Oke baiklah, tidak masalah, setidaknya aku punya waktu lebih lama untuk menemukan apa yang selama ini ia sembunyikan, dan aku memiliki waktu untuk mencari berkas-berkas dokument almarhum papa.
Sepeninggalnya aku mulai menyusun puzzle masalah ini, aku baru menemukan lelaki yang melempar batu tadi pagi, dan dia adalah asisten bang Qori, oke baiklah sebelum aku mencari info di gudang, aku akan mencari tahu tentang bang Qori, tapi kepada siapa aku bertanya, oh iya bang Miqdad, bisa jadikan mobil itu mobil yang dipakai sama asisten bang Qori, sengaja menyuruh asistennya untuk mencelakaiku dan mama, tapi apa motifnya? Apa iya dikarenakan jabatan itu? Bisa jadi sich, ah, sebaiknya jangan cepat berspekulasi.
Aku mulai chating dengan bang Miqdad menyampaikan apa yang kutemui pagi ini, berharap ia juga sudah menemukan kepingan puzzle yang lainnya.
“iya Me, masalah mobil itu belum terbaca, tetapi ini semakin menarik, karena kini hanya ada 2 calon yng bertahan mengikuti bursa naik jabatan Me, satu lagi mengundurkan diri dikarenakan ia memilih pindah ke prusahaan keluarganya yang semakin tumbuh, dan satu-satunya rival yang bertahan adalah Qori, ups abang belum tahu nama aslinya Me, hanya tau panggilannya dari suamimu arusan, bahkan abang belum berjumpa dengannya, karena abang tdk punya alasan bertemu dengannya Me.”
Aku terperanjat atas kabar yang dipaparkan bang Miqdad barusan, astaga bagaimana bisa, bang Qori yang barusan ..
Aku kembali mengetik balasan chat dengan cepat, memberi tahu bang Miqdad apa yang terjadi tadi pagi di beranda rumah, dan termasuk lelaki yang melemparkan kertas ancaman cetek itu.
“hmm, baiklah Me, ini terlihat mudah sekali, abang jadi ragu, ingat jangan terlalu berspekulasi dini Me, bisa jadi ini hanya rencana tipuan, tetapi jika ia, kita belum menemukan motifnya Me, dan Dayat juga tidak akan semudah itu percaya Me, karena Qori sahabat baiknya Me, ah bagaimana caranya membuktikannya, maaf Me, abang ada Meeting mendadak me, nanti abang kabari kamu lagi..”
Astaga, dalam keadaan darurat kenapa pula bang Miqdad bisa meeting, oke baiklah akan aku caritahu sendiri ada apa dengan bang Qori, aku baru teringat file lamanya papa dan segera beranjak menuju gudang.
Butuh waktu lama untuk menemukan kepingan puzzle yang lainnya, bahkan aku harus menshortir barang-barang lama ini, yang aku sendiripun tidak tahu ini file siapa saja, bisa jadi punya k Fitri atau mama, atau bang Day, atau sibungsu, dua jam lebih aku berusaha mencari-cari serta menyusun ulang isi ruangan kusam ini, namun yang kucari belum juga ketemu, aku mulai lelah dan terasa sedikit ngilu, kuambil posisi di sudut pintu lalu terduduk, sembari mengatur nafas dan melihat-lihat sekitar.
Handphoneku belum juga berbunyi chat dari bang Miqdad belum juga masuk, mungkin meetingnya lama, aku menghembuskan nafas perlahan, mulai tertunduk, tetiba mataku menangkap sebuah kotak yang rapi di sudut kanan ruangan, memang belum kusentuh dari tadi, aku mendekat dan menariknya keluar tumpukan-tumpukan barang yang tak terpakai.
Satu persatu aku memeriksa berkas-berkas ini, hingga akhirnya aku menemukan satu bundelan rapi yang berisi tulisan tangan, sepertinya tulisan tangan papa, aku membalik kertas itu secara cepat, setelah aku yakin dengan isinya aku memilih menutup rapi ruangan ini, memastikan semuanya sudah kembali ke posisi awalnya, dan satu file ini yang berhasil kubawa keluar, aku harus membacanya dengan tenang agar analisaku tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar