Bidadari
Licik
(Sebuah
Cerita Sore)
Kamis
sore saat jam pelajaran MDA, aku memberikan tugas kepada anak-anak untuk
menulis satu ayat Alqur’an yang ada di dalam buku Aqidah mereka, kebetulan
semua anak-anak diwajibkan membeli buku panduan yang dijadikan acuan selama
pejaran berlangsung, satu hal yang membuatku tersenyum menjelang senja ini.
Peristiwa
ini dimulai dari si kembar Fahira dan Fahiza yang kembar tetapi tidak identik,
wajah mereka berbeda jauh bahkan rambutnya juga beda, seringnya mereka dipanggil
kakak (Fahiza) yang berambut lurus, dan uun (Fahira) yang berambut ikal.
Selama
pelajaran berlangsung mereka banyak diam, dan menundukkan kepala menulis dengan
khusu’ lalu beberapa saat, Zaza dan Ara yang kebetulan duduk berdua ini permisi
kepadaku.
“Buk permisi ya, ke WC”
Ucapnya mereka kompak
Belum
sempat aku mengangguk memberikan izin, mereka sudah ngacir ke keluar kelas, dan
aku yang hanya bisa menggeleng.
Sebelum
menjadi guru mereka, aku sebenarnya sudah dekat dengan keluarga mereka, mereka
lahir saja aku dan mamak datang ke rumah mereka, jadi sudah seperti adek-adek
sendiri.
Sepintas kuperhatikan uun yang hanya menunduk,
kebetulan uun duduk bersama Cahaya, dan nih yang hebat dari uun cantik satu
ini, dia g bawak buku cetak, dan tidak membawa buku tulis.
“Un, udah selesai tugasnya?”
Tanyaku
“Belum Buk, bukunya dipakai Cahaya,
Un g ada buku!” Balasnya
Lalu
sejurus kemudian aku memperhatikan Raihan yang duduk di depan uun, Raihan sudah
menyelsaikan tugasnya, sudah kuberi nilai sempurna, dan aku meminta Raihan
meminjamkan buku cetaknya ke uun.
15
menit lagi bel pulang akan berbunyi, tetapi anak-anak belum juga menyelesaikan
tugasnya, mereka sibuk bermain-main dengan tugas dan bercerita lepas, aku
sengaja membiarkannya, Zaza dan Ara sudah kembali, entah apa yang mereka
kerjakan di WC selama itu.
Dan
akhirnya, keluarlah kalimat pemungkasku yang membuat adrenalin anak-anak
berpacu.
“Siapa yang sudah selesai ibu
perbolehkan pulang....” Kataku
“HOREEEEE”
Balas anak-anak semua, dan seketika mereka menulis takzim, semua kepala mulai
tertunduk focus, bahkan satu persatu
terdengar kata,
“Siap cop...”
“Pertama siap...”
“Aku duluan selesai...”
Memanglah
anak-anak tidak ada yang mau mengalah, satu persatu buku dikumpulkan, dan satu
persatu merekapun pulang, ooops... masih tersisa 4 bidadari mungil di sudut
kanan mejaku.
“BUUUK PR aja ya BUK...”
Pinta Zaza dengan muka memelas.
“Iya Buuuk, kami g ada buku...”
Disambung oleh Ara
“Uni juga g ada buku Buk...”
Kali ini uun ikutan melobyku
“Nah, Cahaya mau ngomomg apa?”
Ucapku kepada mereka.
Cahaya
hanya diam dan tersenyum simpul, hanya dialah yang paling pendiam di antara
mereka berempat.
“G ada cerita PR, kerjakan
sekarang!! Ibuk tunggu sampai jam 18.00!” Balasku dengan
nada agak tinggi kepada mereka.
Jadilah
mereka terdiam dan mulai menulis, tetapi sebenarnya aku tidak yakin jika mereka
menulis, namun aku tetap menunggu mereka, hingga 15 menitpun berlalu, aku mulai
goyah melihat mereka, hingga akhirnya akupun mengalah.
“Oke dijadiin PR aja ya....” Kataku agak
sedikit lemah
“YEEEEES.... HORE...”
Seru mereka berbarengan
“Sebenarnya kami sengaja
lama-lamain biar Ibuk nyuruh jadikan PR...” Kata Zaza
enteng sambil mengemasi buku-bukunya
Akupun
terkejut.
“Iya... kami mana ada nulis, kami
nunggu Ibuk bilang PR...” Disusul uun angkat bicara tak
kalah entengnya bahkan sambil menyalami tanganku.
“Ya Allah... kalian sengaja ya....”
Ucapku sembari berlari kecil mengejar mereka ke parkiran .
Begitulah
hari-hari jika bersama Uun dan kawan-kawannya, dunia terasa indah dengan
kelucuan, kelicikan dan ulah mereka yang natural.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar